Cerita Sukses 2 Alumni ITB Pendiri eFishery dan Waste4Change Bangun Bisnis yang Berkelanjutan

Oleh

Editor -

Crisna Aditya, Co-Founder eFishery memaparkan materi presentasi di ITB CEO Summit 2024 sesi Startup Talk, Kamis (22/8/2024). (ITB/Iswatun Amaliah Khairunnisa)

BANDUNG, itb.ac.id - Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi, Institut Teknologi Bandung (DKST ITB) mengadakan “ITB CEO Summit 2024”, Kamis (22/8/2024), di Aula Barat dan Aula Timur, ITB Kampus Ganesha.

Salah satu kegiatannya adalah Startup Talk bertema “Sustainable Technology: Startup dalam Era Keberlanjutan” yang menghadirkan tiga narasumber. Dua di antaranya merupakan alumni ITB, yaitu Crisna Aditya, Co-Founder eFishery dan Mohamad Bijaksana Junerosano, Founder Waste4Change.

Crisna Aditya adalah alumnus Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB yang saat ini menjabat sebagai Chief Internal Operational sekaligus Co-Founder eFishery. eFishery merupakan salah satu startup unicorn di Indonesia yang berhasil meraih pendanaan Seri D senilai USD200 juta (sekitar Rp3 triliun).

Beliau mengatakan, eFishery berangkat dari keresahan yang dialami terkait masalah di sektor akuakultur, yaitu overfeeding yang berdampak pada pencemaran air dan distribusi. Dari keresahan tersebut, beliau dan rekannya membentuk startup tersebut.

Setelah itu, mereka mulai mengembangkan teknologi yang dapat menjawab permasalahan tersebut. Mulai dari membuat prototipe dengan barang-barang bekas untuk diuji apakah teknologi tersebut dapat berjalan baik atau tidak. “Saat itu masih menggunakan teknologi sederhana, pakai kaleng susu, botol bekas,” ujarnya.

Beliau mengatakan, setelah satu produk berhasil dipasarkan, akan muncul masalah baru. Dari hal tersebut, bisnis dapat berkembang dengan terus memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.

Sementara itu, pembicara lainnya, Mohamad Bijaksana Junerosano, yang kerap dipanggil Mas Sano, adalah alumnus Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB. Beliau merupakan CEO sekaligus Founder dari startup Waste4Change.

Beliau mengatakan, startup yang dibangunnya juga berawal dari keresahan atas kondisi lingkungan terkait sampah sejak lulus SMA. “Setelah lulus SMA, (saya) bingung mau ke mana, salat istikharah, setelah itu menonton berita di TV ada masalah sampah di Jakarta. Menurut saya itu clue-nya. Saya diminta untuk mengatasi masalah sampah,” ujarnya.

Namun, Waste4Change tidak terbentuk saat itu juga. Setelah lulus kuliah, beliau menjalani profesi sebagai konsultan dan membuat berbagai gerakan untuk mengatasi isu persampahan. Namun, beliau merasa aksinya belum signifikan sehingga dibentuklah Waste4Change.

“Perubahan itu terjadi paling signifikan karena entrepreneurship, karena basic-nya adalah melayani,” katanya.

Terdapat 4 bisnis model Waste4Change, yaitu Consulting Business, Responsible Waste Management Business, Recycling Business, dan Engineering and Technology. Menurut beliau, salah satu aspek penting dari startup adalah bisnis modelnya. Satu bisnis model harus mampu memperkuat bisnis model lainnya sehingga dapat terjadi perputaran yang lebih cepat untuk menghasilkan profit yang lebih besar.

Reporter: Iswatun Amaliah Khairunnisa (Rekayasa Pertanian, 2021)