Festival Kaulinan Urang Lembur (Kaulem) 2015 Hadirkan Permainan Tradisional Sunda Penuh Esensi

Oleh Abdiel Jeremi W

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Permainan dan mainan adalah hal yang akrab dengan anak-anak. Pada prosesnya, permainan tradisional berfungsi sebagai media pendidikan dan pewarisan nilai-nilai luhur. Ide itulah yang diungkit dalam Festival Kaulinan Urang Lembur (Kaulem) 2015. Festival yang diadakan di Aula Timur ITB pada hari Selasa-Kamis (06-08/10/15) ini bertujuan untuk menggali, mengembangkan, memasyarakatkan dan melestarikan permainan tradisional nusantara, khususnya dari daerah Jawa Barat. Rangkaian kegiatan ini merupakan sinergi antara tiga pihak, yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Institut Teknologi Bandung, dan Komunitas Hong, yang dipimpin oleh mahasiswa doktoral ITB, Zaini Alif S.Sn, M.Ds.

Sinergi yang Menyadarkan Banyak Orang

Festival Kaulem 2015 tersusun atas tiga mata acara, yakni Perlombaan (Pasanggiri) Kaulinan Urang Lembur yang diikuti oleh peserta dari berbagai kabupaten dan kota se-Jawa Barat, pameran permainan dan cara memainkan permainan tradisional sebanyak kurang lebih 200 buah, serta Focus Group Discussion (FGD). Mainan dan permainan tradisional memiliki pola pendidikan masyarakat leluhur yang mengajarkan hal-hal esensial bagi anak melalui metode yang dapat ia terima. Hal ini pula yang diteliti Kang Zaini, sapaan akrab Zaini Alif, dalam studi doktoralnya. Dalam menuntaskan disertasinya, Zaini bekerja sama dengan Komunitas Hong, sebuah komunitas yang mengkaji mainan dan permainan tradisional Indonesia. Komunitas ini pula yang menyajikan pameran selama tiga hari ini. Zaini sendiri telah mengumpulkan data permainan tradisional dari berbagai di daerah Indonesia sejak 1996. "Banyak permainan yang mirip, namun namanya berbeda dan beberapa peraturannya juga berbeda," tutur Zaini.

Festival ini menghargai pihak-pihak yang menjaga warisan mainan dan permainan tradisional dengan mengadakan Pasanggiri Kaulinan Urang Lembur. Melalui acara ini, para peserta dapat menunjukkan kreativitasnya dalam mengolah berbagai jenis permainan tradisional yang dipertontonkan dalam pertunjukan di hadapan juri yang terdiri dari akademisi, pemerhati, dan praktisi budaya. Menilik pameran yang disuguhkan, pengunjung dapat mengetahui sejarah asal muasal berbagai jenis permainan, nilai filosofi tiap permainan, cara memainkan, dan manfaatnya bagi pemain secara fisiologis dan psikologis. "Kata permainan dan ulin atau 'main' identik dengan sesuatu yang tidak berguna. Padahal, ulin bukanlah sesuatu yang tidak berguna. Di Bandung, dulunya kata ulin digunakan saat menunggu padi menguning. Ulin berarti silaturahmi. Namun, kata ini mengalami pergeseran makna menjadi suatu kegiatan yang tidak berguna sama sekali. Pergeseran kembali dapat terjadi apabila semuanya menyadari bahwa permainan tradisional masih relevan dengan masa kini dan berguna untuk memberikan pelajaran sosial dan nilai-nilai kepada anak melalui sesuatu yang dapat ia terima," ungkap Zaini mengenai mainan dan permainan.

 


scan for download