(Her)Stories: Mengungkap Jejak Arsitek Perempuan Indonesia dan Kontribusinya dalam Pembangunan Bangsa

Oleh Ayesha Lativa Mafaza - Mahasiswa Teknologi Pascapanen, 2021

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id – Sejarah arsitektur selama ini lebih banyak menyoroti karya laki-laki, sementara kontribusi perempuan terhadap lingkungan binaan sering kali kurang mendapat perhatian yang memadai. Namun, saat ini berbagai inisiatif, seperti pameran, forum daring, dan publikasi, mulai membantu mengungkap kisah-kisah arsitek, desainer, dan perencana kota perempuan yang sebelumnya tersembunyi.

Di sisi lain, jejak perempuan Indonesia dalam dunia arsitektur sebelum kemerdekaan juga masih sulit untuk dilacak. Padahal mereka memiliki peran penting dalam pembentukan ruang dan wilayah di Indonesia secara historis.

Maka dari itu, Program Studi Arsitektur Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB) bekerja sama dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Jawa Barat mengadakan pameran Transoceanic Disclose: Weaving Architecture (Her)Stories, yang bertempat di Campus Center (CC) Timur, ITB Kampus Ganesha pada 22 Agustus - 6 September 2024.

Pameran ini merupakan upaya monumental dalam menyoroti kontribusi arsitek perempuan Indonesia. Dengan menghadirkan kisah 12 arsitek dan perencana kota perempuan yang berkarier di masa pembangunan bangsa setelah kemerdekaan, pameran ini berhasil membuka mata khalayak terhadap kontribusi perempuan dalam membentuk lingkungan binaan di Indonesia.

Selama ini, sejarah arsitektur global cenderung lebih menonjolkan karya dari arsitek laki-laki. Sedangkan kontribusi arsitek perempuan masih kurang diakui. Melalui pameran ini, Indonesia pun turut berperan penting dalam memperbaiki anggapan tersebut.

Co-principal Investigator pameran sekaligus dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Perancangan Arsitektur, Dr. Ing. Erika Yuni Astuti, S.T., M.T., menyatakan bahwa pameran ini merupakan sebuah agenda penting yang sangat ditunggu-tunggu.

Inisiatif serupa telah muncul di berbagai belahan dunia, seperti pameran Frau Architekt di Frankfurt, Jerman. Kini (Her)Stories turut hadir untuk menjembatani keterbatasan dokumentasi tentang kontribusi arsitek perempuan di Indonesia, khususnya mereka yang berkarya pada awal masa kemerdekaan.

Pada 2022, Dr. Erika memulai kolaborasi dengan peneliti Maria Novas dan Rachel Lee dari Belanda, didukung oleh Bandoengse Technische Hoogeschool Fonds (BTHF). Penelitian ini menemukan banyak materi tentang generasi awal arsitek perempuan Indonesia yang menempuh pendidikan di ITB antara 1950-1962.

Dalam pameran ini menampilkan perjalanan karier 12 arsitek perempuan, yaitu Doddy Zartini Zahar, Kadarwati Sutomo, Roendarijah Soeparto, Siti Utamini, Susantiah M. Ardhi, Wahyuningsih Herbowo, Tuti Purwani Dipokusumo, Budhy Tjahjati, Aristiana, Harastoeti Dibyo Harsono, Irmawati, dan Sri Rahaju.

Jejak karier mereka diungkap melalui arsip di Indonesia dan Belanda, serta melalui wawancara langsung dengan mereka dan keluarga. “Kami bertemu dengan banyak dari mereka secara langsung, berbicara tentang perjalanan karier mereka dan tantangan yang mereka hadapi sebagai perempuan di dunia arsitektur,” ujar Erika saat ditemui tim reporter Humas ITB, Jumat (6/9/2024).

Proses pengumpulan data ini membutuhkan waktu yang panjang dan kesabaran, termasuk meneliti arsip Hindia Belanda dan mengumpulkan cerita dari dokumentasi pribadi narasumber dan keluarga. "Beberapa dari mereka bahkan masih ingat jelas pengalaman mereka, meskipun usianya sudah mencapai 80-an," tambahnya.

Hal tersebut juga mencerminkan betapa pentingnya menggali dan mendokumentasikan kontribusi perempuan yang sering kali terabaikan dalam narasi arsitektur umum.

Pameran ini mendapatkan sambutan luar biasa dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, akademisi, dan masyarakat umum. Mahasiswa arsitektur yang mengunjungi pameran merasa terinspirasi oleh kutipan-kutipan yang dipajang sebagai sebuah motivasi.

"Cukup mengharukan dan menarik melihat betapa antusiasnya orang-orang untuk mempelajari sejarah ini,” tuturnya.

Tantangan terbesar dalam penelitian ini, menurut Dr. Erika, adalah mendokumentasikan sejarah arsitek perempuan yang kurang tercatat. Dalam prosesnya, beliau mengatakan bahwa sangat membutuhkan kesabaran dan verifikasi dari berbagai sumber.

Beliau juga menyoroti kemampuan perempuan dalam melihat detail dan memberikan pendekatan holistik dalam arsitektur, sebuah kualitas yang memberikan nilai tambah pada profesi ini. Hal tersebut tentu menjadi penegasan nilai tambah dalam urgensi exposure terhadap arsitek perempuan.

Pameran ini diharapkan dapat meningkatkan pengakuan dan penghargaan terhadap peran arsitek perempuan di Indonesia serta menginspirasi generasi muda perempuan untuk berkarir dalam bidang arsitektur.

Reporter: Ayesha Lativa Mafaza (Teknologi Pascapanen 2021)