ITB Fair 2010: Talkshow IDEA MALL I, SDM Berkualitas untuk Kemandirian Bangsa
Oleh kikywikantari
Editor kikywikantari
BANDUNG, itb.ac.id - Ketika peran teknologi pada berbagai bidang di Indonesia dapat digali, sesungguhnya kita dapat menciptakan sebuah kemandirian sekaligus kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Pada Sabtu (06/02/2010) pukul 13.00 WIB, ITB Fair 2010 menyuguhkan sebuah talkshow idea mall tahap I dengan tema "Pemberdayaan Teknologi Untuk Kemandirian dan Kemakmuran Bangsa" di Aula Barat ITB. Talkshow ini dihadiri berbagai pembicara yang relevan di bidangnya, dengan dimoderatori presenter TvOne.
Hadir dalam talkshow tersebut Raldi Koestoer (staf ahli bidang inovasi, teknologi, dan lingkungan hidup Menko Perekonomian), Ahmad Lubis (staf ahli M. Zuhal, mantan Menristek), dan Dwilarso (dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB). Dimoderatori Indy Rahmawati, presenter TvOne, talkshow ini mengungkap bagaimana cara memberdayakan kekuatan teknologi di Indonesia untuk dapat memberikan kemandirian dan kemakmuran bagi bangsa.
Pada awal talkshow dibahas tentang ketidakmampuan Indonesia untuk seutuhnya mandiri pada berbagai sektor dan masih membutuhkan negara lain. Menurut Koestoer, inovasi dan tingkat survive yang rendah di Indonesia menjadi salah satu alasan hal ini terus terjadi. "Disaat bangsa lain terus mengembangkan inovasinya, Indonesia masih belum bisa survive," jelasnya. Berbeda dengan Koestoer, Dwilarso mempermasalahkan faktor pendidikan dan infrastruktur di Indonesia yang tergolong tidak membanggakan. "Infrastruktur berbasis teknologi di Indonesia masih perlu waktu," tutur Dwilarso.
Negara-negara maju di dunia punya sistem yang baik dalam mendukung pemberdayaan teknologinya. Cara pandang di negara maju misalnya, menempatkan ekonomi yang dikembangkan berdasarkan ilmu sains dan teknologi. Tidak hanya itu, Indonesia juga perlu mencari bidang keunggulan bangsa. "Finlandia hebat di pabrikan Nokia, maka mereka terus mengembangkannya sampai berhasil," tutur Dwilarso. Namun begitu, Dwilarso tidak menyangkal bahwa Indonesia seharusnya bisa bersaing di dunia ekonomi karena masyarakat Indonesia yang kreatif. "Maka itu, struktur ekonomi Indonesia harus memakai teknologi," ungkapnya.
Selain hal tersebut, Lubis mengemukakan tentang pentingnya realisasi dalam riset-riset pendidikan. "Riset penting untuk kemakmuran bangsa," tegasnya. Koestoer menambahkan bahwa kunci dari pemberdayaan teknologi, yaitu dengan menelurkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga nantinya banyak muncul entrepreneur yang turut berkontribusi di bidang pemberdayaan teknologi.
Butuh Entrepreneur
Pada kesempatan ini, seluruh pembicara mengutarakan tentang pentingnya entrepreneur muda untuk dapat menciptakan peluang pemberdayaan teknologi. Dwilarso menjelaskan bahwa Indonesia hanya butuh 2% entrepreneur agar tidak ada lagi pengangguran. "15% mahasiswa SBM ITB angkatan pertama ingin berwirausaha setelah lulus. Disini kita tahu bahwa ada metodologi yang diperlukan untuk mengembangkan entrepreneur ini," jelasnya. Seorang entrepreneur perlu mempelajari teknik berbisnis yang baik, yaitu dengan mengasah pengalaman dengan otak kanan, dan belajar langsung di lapangan.
"Malaysia sudah membangun infrastruktur tahun 2020 sejak 25 tahun yang lalu, artinya mereka sudah siap dan matang," terang Lubis. Nah, mindset-mindset seperti inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk dapat bersaing. "Kita butuh entrepreneurial mindset," tegasnya.
SDM Berkualitas Mutlak Diperlukan
Pada akhir talkshow, seluruh pembicara sepakat bahwa SDM menjadi kunci utama pemberdayaan teknologi di Indonesia untuk mencapai kemandirian dan kemakmuran bangsa. Menurut Dwilarso, dengan SDM yang berkualitas, kita dapat meningkatkan kualitas hidup dunia. Selain itu, sepanjang kita memiliki SDM yang kuat, teknologi dan inovasi dapat saling menguatkan sehingga pemberdayaan teknologi cepat tercapai.
"Sayangnya, 52% masyarakat Indonesia berpendidikan Sekolah Dasar," jelasnya. Dengan pendidikan yang begitu rendah, pengembangan SDM yang baik akan sulit terwujud. Entrepreneur juga menjadi sukar tercipta, dan berdampak pada kemakmuran menjadi hal yang sulit dicapai. "Untuk itulah, kita perlu pendidikan yang berkualitas sebagai akarnya, agar kita mendapat SDM berkualitas yang dapat menjawab tantangan ini," ungkapnya.
[Christanto]
Pada awal talkshow dibahas tentang ketidakmampuan Indonesia untuk seutuhnya mandiri pada berbagai sektor dan masih membutuhkan negara lain. Menurut Koestoer, inovasi dan tingkat survive yang rendah di Indonesia menjadi salah satu alasan hal ini terus terjadi. "Disaat bangsa lain terus mengembangkan inovasinya, Indonesia masih belum bisa survive," jelasnya. Berbeda dengan Koestoer, Dwilarso mempermasalahkan faktor pendidikan dan infrastruktur di Indonesia yang tergolong tidak membanggakan. "Infrastruktur berbasis teknologi di Indonesia masih perlu waktu," tutur Dwilarso.
Negara-negara maju di dunia punya sistem yang baik dalam mendukung pemberdayaan teknologinya. Cara pandang di negara maju misalnya, menempatkan ekonomi yang dikembangkan berdasarkan ilmu sains dan teknologi. Tidak hanya itu, Indonesia juga perlu mencari bidang keunggulan bangsa. "Finlandia hebat di pabrikan Nokia, maka mereka terus mengembangkannya sampai berhasil," tutur Dwilarso. Namun begitu, Dwilarso tidak menyangkal bahwa Indonesia seharusnya bisa bersaing di dunia ekonomi karena masyarakat Indonesia yang kreatif. "Maka itu, struktur ekonomi Indonesia harus memakai teknologi," ungkapnya.
Selain hal tersebut, Lubis mengemukakan tentang pentingnya realisasi dalam riset-riset pendidikan. "Riset penting untuk kemakmuran bangsa," tegasnya. Koestoer menambahkan bahwa kunci dari pemberdayaan teknologi, yaitu dengan menelurkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga nantinya banyak muncul entrepreneur yang turut berkontribusi di bidang pemberdayaan teknologi.
Butuh Entrepreneur
Pada kesempatan ini, seluruh pembicara mengutarakan tentang pentingnya entrepreneur muda untuk dapat menciptakan peluang pemberdayaan teknologi. Dwilarso menjelaskan bahwa Indonesia hanya butuh 2% entrepreneur agar tidak ada lagi pengangguran. "15% mahasiswa SBM ITB angkatan pertama ingin berwirausaha setelah lulus. Disini kita tahu bahwa ada metodologi yang diperlukan untuk mengembangkan entrepreneur ini," jelasnya. Seorang entrepreneur perlu mempelajari teknik berbisnis yang baik, yaitu dengan mengasah pengalaman dengan otak kanan, dan belajar langsung di lapangan.
"Malaysia sudah membangun infrastruktur tahun 2020 sejak 25 tahun yang lalu, artinya mereka sudah siap dan matang," terang Lubis. Nah, mindset-mindset seperti inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk dapat bersaing. "Kita butuh entrepreneurial mindset," tegasnya.
SDM Berkualitas Mutlak Diperlukan
Pada akhir talkshow, seluruh pembicara sepakat bahwa SDM menjadi kunci utama pemberdayaan teknologi di Indonesia untuk mencapai kemandirian dan kemakmuran bangsa. Menurut Dwilarso, dengan SDM yang berkualitas, kita dapat meningkatkan kualitas hidup dunia. Selain itu, sepanjang kita memiliki SDM yang kuat, teknologi dan inovasi dapat saling menguatkan sehingga pemberdayaan teknologi cepat tercapai.
"Sayangnya, 52% masyarakat Indonesia berpendidikan Sekolah Dasar," jelasnya. Dengan pendidikan yang begitu rendah, pengembangan SDM yang baik akan sulit terwujud. Entrepreneur juga menjadi sukar tercipta, dan berdampak pada kemakmuran menjadi hal yang sulit dicapai. "Untuk itulah, kita perlu pendidikan yang berkualitas sebagai akarnya, agar kita mendapat SDM berkualitas yang dapat menjawab tantangan ini," ungkapnya.
[Christanto]