ITB menjadi Tuan Rumah Seminar Nasional bertajuk Peranan Data Geologis dalam Mitigasi Bencana

Oleh Fivien Nur Savitri, ST, MT

Editor Fivien Nur Savitri, ST, MT

Bandung, itb.ac.id - Bencana gempa bumi dan tsunami Tahun 2004 di Aceh telah merenggut sekitar 265 ribu jiwa, merusak infrastruktur dan melumpuhkan kehidupan. Letusan Gunung Merapi 2010 menelan korban sekitar 367 jiwa dan letusan dahsyat Gunung Kelud 2014 meski tidak menimbulkan korban jiwa namun abunya telah mengganggu transportasi udara. Kejadian gerakan tanah di beberapa wilayah rawan longsor seperti yang terjadi baru-baru ini di Ponorogo menyebabkan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Selain peristiwa tersebut, masih banyak kejadian lainnya yang telah menelan korban jiwa dan kerugian harta benda yang menuntut perhatian kita.

Menanggapi berbagai peristiwa Bencana Geologi di tanah air tersebut, bertempat di Aula Barat ITB, BPK mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Peranan Data Geologis Dalam Mitigasi Bencana (Hasil Audit BPK)”. Seminar ini menghadirkan tiga pembicara penting yaitu Anggota IV BPK RI, Prof. Dr. H. Rizal Djalil, Kepala Badan Geologi Dr. Ir. Ego Syahrial, M.Sc, dan ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia yang juga saat ini sebagai tenaga pengajar di SAPPK dan peneliti di LPPM ITB ITB, Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu Ph.D.


Sekitar 300 orang peserta seminar datang dari berbagai elemen stakeholder mitigasi bencana, termasuk para kepala daerah, bupati, serta BPBD. Dalam sambutannya, Rektor ITB, Prof. Kadarsah Suryadi, mengutarakan pentingnya mitigasi bencana di Indonesia.


Sesi berikutnya diisi dengan pemaparan tiga orang pemateri dengan Dekan FITB ITB, Ir. Benyamin Sapiie, Ph.D sebagai moderator. Rizal Djalil sebagai pemberi paparan pertama membahas hasil audit BPK terhadap Badan Geologi dan melihat sejauh mana kemampuan Badan Geologi dalam mitigasi bencana sekaligus memberikan rekomendasi terkait masalah-masalah yang ditemukan terkait mitigasi bencana di Indonesia. Dirinya menghimbau agar semua pemerintah daerah yang terletak di daerah yang berpotensi mendapatkan bencana besar untuk melakukan koordinasi yang lebih aktif dengan Badan Geologi. Badan Geologi diharapkan dapat meningkatkan jumlah SDM, kapasitas peralatan, pengamatan, dan melakukan sosialisasi lebih aktif kepada masyarakat. Sudah seharusnya meminimalkan cost dan meminimalkan korban dalam konteks bencana demikian tutup Rizal.


Ego Syahrial yang mengisi paparan kedua mengungkapkan bahwa audit yang dilakukan oleh BPK merupakan kesempatan bagi Badan Geologi untuk mengutarakan kekurangan dan kebutuhan Badan Geologi dalam mitigasi Bencana. Hal ini menjadi penting dibahas karena Badan Geologi merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam menentukan tindakan pencegahan. Peta kerawanan bencana yang dihasilkan oleh Badan Geologi harus betul-betul diacu dalam rangka upaya mengurangi kerugian akibat bencana. Dalam kesempatan ini, Badan Geologi mengenalkan aplikasi MAGMA (Multiplatform Application for Geohazard Mitigation and Assesment in Indonesia), sebuah aplikasi di platform Android yang dapat menunjukkan secara realtime situasi di daerah-daerah gunung berapi dan memberikan pelayanan informasi terkini status kebencanaan geologi di Indonesia.


Paparan ketiga oleh Harkunti yang mempresentasikan bagaimana perspektif penanggulangan bencana dari sisi akademisi. Dalam paparannya, dirinya mengatakan bahwa Indonesia memiliki resiko tertinggi terhadap gempa dan tsunami di kawasan Ring of Fire karena kondisi kerentanannya. Salah satu yang dapat memperparah yaitu pembangunan kota dan daerah yang secara terus-menerus dilakukan tanpa mempertimbangkan upaya pengurangan resiko bencana. Sebagai salah satu solusi, diperlukan promosikan ipteks dalam pengurangan resiko bencana. ITB sendiri sudah mengerjakan beberapa hal terkait mitigasi bencana seperti revisi peta gempa Indonesia 2010-2017, membuat standar manual gempa, standar bangunan tahan gempa dan pembuatan standar manual pembangunan tempat evakuasi tsunami. Harkunti menambahkan bahwa yang terpenting dari hal ini tentu saja respon cepat oleh pemerinah daerah dan masyarakat agar korban bencana dapat diminimalisir.


Setelah pertemuan ini diharapkan semua pihak semakin memiliki kesadaran akan pentingnya data geologis dalam mitigasi bencana geologi, serta meningkatkan kesiapsiagaan semua pihak dalam menghadapi bencana. Kesadaran akan pentingnya pengetahuan kebumian juga semestinya dapat dikenalkan sejak dini. Payung hukum berupa undang-undang dan peraturan pemerintah sudah seharusnya dapat dipatuhi oleh semua pihak. Kesadaran mematuhi aturan dan ketegasan menjalankan rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi berwenang menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mitigasi. 

Dalam seminar ini pula peserta juga disuguhkan beberapa buku dan foto-foto bencana yang pernah melanda sebagian daerah di Indonesia. 


Sumber : Press Release Humas Badan Geologi