KMPA Ganesha ITB Pengabdian di Desa Bayan untuk Kembangkan Potensi Wisata
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Desa Bayan yang terletak di Lombok memiliki kearifan lokal yang kaya dan masih lestari. Masyarakat Bayan menjadikan filosofi wetu tilu sebagai pedoman hidup. Filosofi tersebut menuntun masyarakat agar tunduk terhadap tiga hal, yakni agama, pemerintahan, dan adat.
Ditilik dari kacamata sejarah, Desa Bayan menjadi titik awal penyebaran Islam di Pulau Lombok, yang membuatnya kaya akan kearifan lokal. Desa Bayan merupakan salah satu pion penting dalam perwujudan visi Kemenparekraf RI, yaitu “Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia yang Mengedepankan Kearifan Lokal.”
Akan tetapi, gempa berkekuatan 7,0 SR yang terjadi pada tahun 2018 sempat melumpuhkan desa adat tersebut. Hal itu diperparah dengan kehadiran pandemi Covid-19. Masyarakat setempat harus menelan pil pahit akibat rusaknya beberapa infrastruktur dan pembatasan akses yang menyebabkan kunjungan wisata mandek. Pariwisata di Bayan menjadi redup dan terancam akan padam. Oleh karena itu, KMPA Ganesha ITB melakukan pengabdian masyarakat untuk meningkatkan kunjungan ke Desa Bayan di bidang pariwisata.
“Wisatawan umumnya lebih melirik Desa Adat Sanda maupun Desa Sembalun ketika menyambangi Lombok. Beberapa orang Lombok sendiri bahkan hanya mengenal Desa Bayan sebagai desa wisata religi karena kehadiran Masjid Kuno Bayan Beleq, padahal Desa Bayan memiliki segudang pesona yang belum diketahui banyak orang,” tutur Ridha Albary (MT 19), ketua Tim Divisi Gunung Hutan KMPA Ganesha ITB.
Tim yang beranggotakan 15 orang ini mendapat kesempatan program dari Direktorat Kemahasiswaan ITB untuk melakukan pengabdian masyarakat di Desa Bayan. Kegiatan yang berlangsung pada 29 Mei s.d. 12 Juni 2022 tersebut mengangkat judul “Exploring Lombok: The Spirit of Bayan.”
Ada beberapa program kegiatan yang mereka garap selama berada di sana. Pertama adalah pembuatan peta wisata yang menyajikan informasi destinasi wisata. Bayu Jamaluallel (TA 19) menceritakan, mereka menggunakan ArcGIS dalam pembuatannya lalu divisualisasikan menjadi peta wisata yang diletakkan tepat di depan Masjid Bayan yang strategis dan pasti dilalui wisatawan. Peta tersebut juga ditampilkan dalam bentuk digital pada website yang tengah mereka godok.
Selain itu juga dilakukan pendataan potensi wisata, pembuatan website dan booklet wisata, pembuatan video branding Desa Bayan, penyuluhan tentang mitigasi bencana untuk anak SD, rehabilitasi papan evakuasi, dan penyuluhan penggunaan media sosial sebagai promosi desa wisata.
Mereka juga menyadari bahwa Desa Bayan merupakan desa yang terletak di jalan menuju jalur pendakian Gunung Rinjani, yaitu jalur Sembalun dan Torean. Hal ini tentunya mampu memancing para wisatawan untuk singgah di Desa Bayan, baik itu sebelum maupun sesudah pendakian.
“Kami mendokumentasikan keindahan alam di Jalur Torean dan mengintegrasikan jalur wisata pendakian Gunung Rinjani dengan wisata yang ada di Desa Bayan. Jalur ini baru dibuka secara resmi tahun 2021 sehingga masih banyak orang yang belum mengetahui objek menarik di sepanjang jalur ini,” ungkap Afgha Izzam (TM 20).
Dengan latar belakang pecinta alam, mereka turut melaksanakan salah satu kode etik pecinta alam, yakni menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitarnya serta mengakui manusia sebagai kerabatnya. “Di sini kami mengembangkan hal tersebut. Kami melebur dan ikut tinggal bersama masyarakat,” terang Fikri Abdulhalim (GL 19).
KMPA Ganesha ITB bekerja sama dengan BUMDES dan Pokdarwis setempat untuk mengeksekusi program-program yang dicanangkan. “Kami berterima kasih atas pengabdian yang telah KMPA Ganesha ITB lakukan di Desa Bayan. Walaupun hanya sebentar di sini, tetapi sudah meninggalkan hal-hal yang bermanfaat. Banyak pihak yang singgah untuk mengabdi dalam rentang waktu lama, tetapi minim hasilnya,” ucap Apriadi, sekretaris BUMDES bagian desa wisata Bayan.
Hasil kegiatan ini diperoleh video singkat, video branding, website desa, dan booklet wisata desa yang akan secepatnya dirampungkan. “Harapannya kami bisa segera menyerahkan ke pihak desa dan menghidupkan kembali pariwisata Desa Bayan,” pungkas Ridha.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)