Kontes Robot Indonesia: ITB Mengulang Kesalahan? (1)

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Kiprah tim ITB dalam Kontes Robot Indonesia (KRI) tidak pernah diremehkan. Namun, kendati demikian, ITB belum pernah sekalipun meraih juara. Padahal, institut teknologi tertua dan -dikenal- terbaik se-Indonesia ini setiap tahun mengirimkan wakil-wakilnya dalam ajang bergengsi KRI, kontes adu manifestasi teknologi otomasi dan adu strategi robotik bertaraf nasional. Pada 14-15 Mei 2005 lalu, di Gedung Balairung Universitas Indonesia, baik tim Nusantara maupun tim Anjio tidak meraih juara. Syukurlah, setidaknya tim Nusantara ITB memperoleh pengharaan Penampilan Terbaik (Best Performance). Fakta yang miris ini memang cukup ironis karena ITB terkenal sebagai pemimpin di bidang teknologi. Tidak percaya? Coba hitung berapa banyak hasil riset dosen dan mahasiswa ITB di setiap laboratorium di ITB, dan di kantor Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM). Hitung berapa banyak proyek rekayasa profesional ITB di kantor Lembaga Afiliasi Penelitian Indonesia (LAPI) ITB. Hitung berapa banyak alumni ITB yang memegang posisi penting dalam lembaga penelitian, industri berteknolgi tinggi, perusahaan BUMN dan multinasional, lembaga pengembangan teknologi nasional, dsb. Pantaslah muncul pertanyaan mengiris hati: Ke mana ITB? Ironisme semakin meruncing karena dari tahun ke tahun, hasil KRI tidak ada perkembangan yang cukup signifikan. Tidak adakah pembelajaran dari pengalaman terdahulu? Apakah ITB mengulang kesalahan? Mungkin baik kalau sejenak kita mencoba menengok ke belakang. KRI: Adu Rekayasa dan Strategi Kontes Robot Indonesia (KRI) adalah salah satu dari dua ajang bergengsi para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk beradu ilmu, kreativitas, dan strategi di bidang robotika. Ajang bergengsi lainnya adalah Kontes Robot Cerdas Indonesia yang diselenggarakan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Bedanya, KRI selalu dilaksanakan dengan mengacu pada kompetisi robotik se-Asia Pasifik, Asia-Pasific Broadcasting Union (ABU) Robocon. Tahun 2005 ini, pemenang KRI akan mewakili Indonesia dalam ABU Robocon 2005 di Beijing, RRC. KRI memang sedikit berbeda dengan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI). Selain karena KRCI mengacu pada kontes internasional di Trinity College, Amerika Serikat (AS), KRCI lebih menguji kecanggihan sebuah robot. Dalam KRI, sebuah robot dipertandingkan dengan robot tim lain dalam sebuah lapangan permainan. Jadi, selain diperlukan keahlian dalam merancang sebuah robot, dalam KRI diperlukan pertimbangan strategi dalam bertanding. Tim ITB: Berpotensi Besar Hasil seleksi tahap pertama, seleksi proposal, meloloskan dua tim ITB: Tim Nusantara dan Tim Anjio, keduanya berasal dari Laboratorium Robotika, Teknik Mesin ITB. Keduanya memperoleh nilai tinggi dalam seleksi proposal, bahkan Tim Nusantara lolos seleksi proposal dengan nilai proposal tertinggi dari 52 tim yang lolos screening tahap pertama ini. Dari sini dapat ditarik kesimpulan logis bahwa sampai titik konsep, ITB memiliki potensi menang yang tinggi. Sebenarnya, dari ITB sendiri, terdapat delapan tim yang mengirimkan proposal untuk dapat lolos tahap pertama. Sayangnya peraturan menentukan bahwa setiap perguruan tinggi hanya dapat mewakilkan maksimal dua tim. Artinya, sebenarnya potensi yang dimiliki mahasiswa ITB lebih besar lagi. Dana dan Lapangan Semua tim yang lolos tahap seleksi proposal mendapatkan dana operasional sejumlah empat juta per tim dari panitia KRI. Dana yang relatif tidak mencukupi ini membuat setiap perguruan tinggi mendukung setiap wakilnya di ajang KRI dengan tambahan dana. Apalagi, dana empat juta ini baru akan diberikan pada hari H (saat bertanding). Mendengarkan cerita dukungan dana dari perguruan tinggi kepada wakilnya dalam ajang KRI 2005 memang membuat telinga memanas. “Dengar-dengar, PENS (Politeknik Negri Surabaya -red.), didukung dana hingga 45 juta,” tutur Dani, pemimpin tim Nusantara ITB. Sedangkan dari sebuah selentingan seorang mahasiswa tim tuan rumah, sekaligus runner-up, Universitas Indonesia (UI), terungkap timnya didukung oleh dana hingga 80 juta. Bagaimana dengan ITB? Dari sejumlah dana yang dialokasikan oleh Lembaga Peningkatan Kesejahteraan Mahasiswa (LPKM) ITB (sekarang Kantor Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan –red.), kedua wakil ITB, tim Nusantara dan tim Anjio masing-masing mendapatkan 9 juta; dengan perincian 1,5 juta diberikan bulan Februari (sebulan setelah pengumuman) dan sisanya, 7,5 juta diberikan 3 minggu sebelum bertanding. “Kami harus ngutang teman untuk bisa ngerjain robot. Bahkan, sempat 3 minggu berhenti (mengerjakan robot –red.) karena tidak ada dana,” ungkap Dani.