Kuliah Tamu PWK ITB: Mengupas Smart City di Kota Bandung
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id – Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITB mengadakan kuliah tamu dengan judul ‘Smart City Kota Bandung’ pada Selasa (31/08/2021). Kuliah tamu ini menghadirkan Kepala Badan Perencanaan dan Penelitian Pembangunan Daerah Kota Bandung, Anton Sunarwibowo, S.T., M.T., M.Sc. Tema ini diambil karena dianggap smart city kini tidak lagi statis. Ridwan Sutriadi, S.T., M.T., Ph.D., dari Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota turut hadir sebagai dosen pengampu dan moderator.
Smart city atau kota cerdas selalu dikaitkan dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Konsep kota cerdas ini tidak hanya diadopsi oleh kota, tetapi juga kabupaten atau wilayah lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan adanya urbanisasi yang tidak hanya terjadi di kota, tetapi juga di berbagai wilayah. Bahkan, pada tahun 2025, hampir 68 persen populasi di Indonesia sudah tinggal di perkotaan.
Setelah membuka pembicaraan dengan hubungan antara urbanisasi dan smart city, Anton menjabarkan proses terjadinya transformasi digital. “Pada mulanya transformasi digital dipicu oleh adanya revolusi industri 4.0, kemudian hal tersebut dipercepat karena adanya Covid 19.
Awalnya gerakan 100 smart city digagaskan oleh Kominfo pada tahun 2017. Dengan adanya Covid-19, transformasi digital bukan hanya menjadi pilihan, melainkan telah menjadi hal utama dan wajib. Bahkan, kami dengan Diskominfo mencari platform apa yang baik untuk melakukan rapat, meeting, atau pekerjaan lain,” jelasnya.
Karena anggaran pemerintah memiliki keterbatasan, pembangun smart city harus berkolaborasi pula dengan pihak swasta. Contohnya adalah marketplace atau ojek online karena semua telah berubah, baik tatanan pemerintahan maupun bisnis, dari tatap muka menjadi jarak jauh. “Data kami selama pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa industri kuliner yang ada di Bandung tidak kuat, hanya franchise internasional yang masih bertahan sekalipun tidak untung tetap menjalankan operasinya,” ungkap Anton Sunarwibowo.
“Maka, kita sekarang mulai mempelajari ilmu baru, yaitu epidemiologi, yang kini menjadi pertimbangan semua aktivitas. Perencanaan, penganggaran, monitoring, dan evaluasi, semua berbasis epidemiologi,” tukas Anton Sunarwibowo.
Strategi dan modal yang kuat dalam mewujudkan smart city untuk pengembangan sumber daya manusia adalah pengetahuan. “PR kita adalah integrasi dalam otomatisasi, standardisasi, dan sertifikasi,” ujar Anton. Ia memberi contoh, di Bandung terdapat kasus ratusan aplikasi yang tidak berjalan dalam mewujudkan smart city. Semestinya, sebelum membuat aplikasi, terdapat konsultasi atau asistensi dengan pihak yang kompeten.
Anton juga menyampaikan beberapa komponen yang sempat dikembangkan sebelum Covid-19, mulai dari kebijakan pemerintahan, branding, ekonomi, sosial, hingga lingkungan. “Smart city tidak selalu tentang teknologi, tetapi juga pendekatan komunitas hingga pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan hasil yang lebih baik,” tukasnya.
Anton menutup paparan dengan pembahasan mengenai dampak Covid-19 terhadap beberapa bidang, misalnya JPS Online yang berada di bidang pemerintahan. “Masyarakat yang membutuhkan bantuan kini dapat segera dibantu dan penyalurannya dapat dilakukan secara online,” jelas Anton.
Reporter: Zahra Annisa Fitri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)