Orasi Ilmiah Ari Darmawan: Konservasi Energi dan Penggunaan Energi Geotermal dan Hidrotermal
Oleh Neli Syahida
Editor Neli Syahida
Produksi RAC juga erat kaitannya dengan isu lingkungan, yaitu penggunaan senyawa-senyawa yang dapat melubangi ozon. Oleh karena itu, pemerintah telah melarang penggunaan CFC (Chlorofluorocarbon) dan HCFC (Hydrochlorofluorocarbon) dalam produksi unit RAC. Berbekal dari fakta-fakta itulah, Prof. Ari Darmawan Pasek berusaha menciptakan RAC dengan efisiensi yang
tinggi dan ramah lingkungan. Berbagai macam hasil penelitian yang ia lakukan, ia sampaikan pada orasi ilmiah Guru Besar ITB pada Jumat (27/03/15). Bertempat di Balai Pertemuan Ilmiah ITB, orasi yang ia sampaikan berjudul "Pengembangan Teknologi Penghematan Energi dan Pemanfaatan Sumber Energi Terabaikan yang Ramah Lingkungan."
Pada tahun 1996 Laboratorium Termodinamika ITB mencoba mengembangkan refrigeran berbasis hidrokarbon, yaitu propana (R-290) sebagai pengganti HCFC dan campuran propana dan butana (R-290/R-600/R-600a) sebagai pengganti CFC (R-12). Refrigeran hidrokarbon ini memiliki tekanan yang mirip dengan senyawa yang digantikan. Massa jenisnya sekitar setengah kali dari massa jenis senyawa yang digantikan, sehingga jumlah massa yang dapat diisikan ke dalam unit yang sama menjadi hanya setengahnya, tetapi panas latennya 2x lebih besar, sehingga dalam unit yang sama kemampuan pendinginan kedua senyawa ini tidak berbeda jauh.
Bersama Pertamina, Lab. Termodinamika menggunakan cara distilasi untuk mengembangkan refrigeran tersebut. Setelah berhasil dikembangkan, refrigeran ini kemudian diujicobakan di Supermarket Ratu Luwes, Surakarta, dan Gran Melia Hotel, Jakarta. Hasil aplikasi di Gran Melia Hotel menunjukkan bahwa dengan jumlah jam operasi yang lebih besar, R-290 konsumsi energi listriknya lebih rendah. Jika dihitung, maka biaya listrik dapat dihemat sebesar Rp 5,4 juta per bulan.
Salah satu kelemahan hidrokarbon adalah mudah terbakar. Untuk menyikapi hal tersebut, Lab. Termodinamika mencampurkan refrigeran R-290 yang mudah menyala dengan R-134 a yang tidak mudah menyala. "Kami mendapatkan pasangan yang cukup unik, yaitu R-290 dan R-134. Ketika dicampur pada komposisi yang tepat, tekanannya menyamai R-22. Padahal tekanan R-290 dan R-134 keduanya di bawah R-22," ujar Ari. Selain itu, komposisi ini juga menghasilkan campuran azeotrop, yang artinya kedua senyawa ini mengembun dan menguap pada suhu yang sama, sehingga komposisinya akan selalu tetap dan tidak terjadi fraksinasi. Hasil analisis COP menunjukkan campuran 0.6 R-290/0.4 R-134a memiliki COP di antara R-290 dan R-134a. Campuran ini telah mendapatkan paten nasional pada tahun 2010.
Prinsip Green Building Indonesia
Peningkatan efisiensi pada unit RAC saja dirasa masih belum cukup untuk meningkatkan efisiensi penggunaan listrik di suatu gedung. Oleh karena itu, perlu diterapkan sistem green building. Gedung kampus yang telah mendapatkan sertifikat green building adalah Institut Teknologi Sains Bandung (ITSB). Pada gedung ini, AC hanya diinstalasi pada ruang kelas, ruang pertemuan, dan aula, sedangkan sisanya memanfaatkan ventilasi alam. Kualitas udara dalam ruangan dijaga dengan ventilasi mekanik yang akan berbunyi ketika kadar CO2 dalam ruangan di atas 1000 ppm, selanjutnya secara manual jumlah kipas yang beroperasi di tambah atau dipercepat putarannya. Dinding kacanya juga dihadapkan pada arah Selatan dan Utara untuk mengurangi panas, dan kacanya memiliki koefisien pelindung 0.4, yang artinya 40% panasnya dipantulkan. Sebagian dinding kaca juga diberi shelves peneduh dengan cat elastomeric yang dapat memantulkan cahaya, sehingga mengurangi penggunaan lampu. Selain itu, 91% dari air hujan ditampung untuk kemudian digunakan perawatan tanaman.
Pemanfaatan Sumber Energi Terabaikan
Ari juga melakukan penelitian di bidang sumber energi geotermal. Ia memanfaatkan panas dari brine yang biasanya langsung diinjeksikan ke dalam bumi, untuk kemudaian diolah lagi menjadi energi. Caranya adalah dengan menggunakan Siklus Rankine Organik. Dengan sistem ini pula, sumur-sumur geotermal tekanan rendah juga dapat dimanfaatkan.
Selain itu, Ari juga memanfaatkan sampah-sampah organik untuk diolah menjadi sumber energi dengan proses hidrotermal. Proses hidrotermal dilakukan di bejana autoklaf menggunakan temperatur dan tekanan yang tinggi untuk menguraikan materi-materi organik. Proses hidrotermal ini akan meningkatkan sifat pembakaran dan mengurangi kalium yang dapat menyebabkan kerak pada dinding tungku pembakaran. Berdasarkan analisis, hasil dari proses hidrotermal mirip dengan sifat batubara sub-bituminus C. Pada penelitian selanjutnya, ITB akan mencoba mengembangkan autoklaf hidrotermal untuk skala industri. Orasi ilmiah oleh Prof. Ari Darmawan ditutup dengan ucapan terimakasih yang ia sampaikan untuk keluarga, kolega, guru, dan mahasiswanya.