Orasi Ilmiah Guru Besar ITB, Prof. Dr. Poerbandono: Hidrografi yang Maju sebagai Kondisi Prasyarat untuk Penguatan Industri Maritim Indonesia
Oleh Indira Akmalia Hendri - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan Orasi Ilmiah Guru Besar ITB, di Aula Barat, Sabtu (21/9/2024). Salah seorang guru besar yang menyampaikan orasinya adalah Prof. Dr. Poerbandono, S.T., M.M. dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) dengan judul orasi “Hidrografi yang Maju sebagai Kondisi Prasyarat untuk Penguatan Industri Maritim Indonesia”.
Hidrografi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran, khususnya di laut dan badan air lainnya di bumi, terutama pada bagian yang dapat dilalui kapal. Kegiatan pengukuran dalam hidrografi dilakukan melalui survei yang bertujuan untuk mendapatkan data kedalaman dan sifat dasar perairan lainnya, seperti tinggi muka air laut, arus, gelombang, serta sifat-sifat fisik air laut. Data-data tersebut kemudian dianalisis untuk mendukung keselamatan navigasi dan pengelolaan sumber daya laut.
Informasi mengenai kedalaman perairan dan bahaya di bawah permukaan laut menjadi data penting yang ditampilkan pada peta navigasi laut. Peta ini berfungsi untuk menjamin keamanan pelayaran dan dibuat sesuai dengan standar dari International Hydrographic Organization (IHO). Selain itu, hidrografi juga mengikuti aturan IHO untuk memastikan keselamatan kapal saat berlayar.
Prof. Dr. Poerbandono, S.T., M.M. menyoroti tingginya risiko yang terkait dengan produk-produk hidrografi sehingga penelitian mengenai penentuan kedalaman laut menjadi sangat penting. Hingga awal tahun 1800-an, survei hidrografi dilakukan menggunakan tongkat ukur yang kemudian digantikan oleh rantai ukur. Pada 1920-an, alat pengukur kedalaman berbasis sonar, echosounder, mulai digunakan dan terus berkembang hingga saat ini menjadi multibeam echosounder. Hingga kini, teknologi pemerum gema terus berkembang hingga menjadi teknologi standar yang telah memenuhi mutu survei menurut IHO.
Kedalaman laut diukur sebagai jarak vertikal dari permukaan air hingga dasar perairan. Terdapat dua tantangan utama dalam pengukuran kedalaman air laut. Pertama, permukaan laut yang terus berubah akibat pasang surut dan faktor lainnya yang menyebabkan hasil pengukuran kedalaman yang bervariasi jika dilakukan pada waktu yang berbeda. Kedua, dasar perairan yang terdiri atas sedimen yang terlalu lunak membuat sonar kesulitan mendeteksi batas jelas antara kolom air dan lapisan sedimen. Kedua masalah ini sering menjadi sumber kesalahan sistematik dalam pengukuran kedalaman laut.
“Kedua permasalahan tersebut kerap menimbulkan eror pada perhitungan dan berakibat pada risiko kecelakaan pada kapal laut,” ujar Prof. Poerbandono.
Beliau juga menjelaskan beberapa solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Solusi pertama adalah dengan menetapkan bidang acuan tetap, yang didasarkan pada analisis data perubahan tinggi muka laut, seperti pasang surut, sehingga pengukuran kedalaman menjadi lebih konsisten meskipun permukaan air terus berubah. Solusi kedua melibatkan penetapan kedalaman fisik dengan mempertimbangkan densitas sedimen di dasar perairan, sehingga batas antara kolom air dan lapisan sedimen dapat diidentifikasi secara lebih akurat, meskipun sedimen tersebut memiliki sifat yang lunak atau sulit terdeteksi.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, upaya peningkatan hidrografi di Indonesia menjadi sangat penting. Oleh karena itu, langkah-langkah yang dapat diambil mencakup pendidikan yang diakui oleh IHO, keterlibatan dalam kelompok kerja survei hidrografi untuk menyusun standar dan publikasi IHO, serta inisiatif kolaborasi triple helix untuk penyelenggaraan data hidrografi yang memenuhi standar IHO. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengukuran dan pengelolaan sumber daya laut, sekaligus menjamin keselamatan pelayaran di perairan Indonesia.
Reporter: Indira Akmalia Hendri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021)