Posisi Vital Bahan Bakar Nabati Biohidrokarbon untuk Penguatan Energi Nasional
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id -- Energi adalah darah atau oksigennya perekonomian. Tanpa energi, tak ada perekonomian maupun keekonomian. Tanpa energi pula tak ada barang atau layanan yang bisa diproduksi dan dikirim dari suatu tempat ke tempat lain. Semakin besar kemampuan suatu negara mengendalikan energi maka semakin besar pula kekuatan politik negara tersebut.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja dosen luar biasa Prodi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam workshop Merajut Kembali Energi Negeri, Sabtu (1/9/2018).
Dalam workshop ini dihadiri oleh beberapa dosen Teknik Kimia ITB dan alumni yang tergabung dalam Ikatan Alumni Teknik Kimia (IATK-ITB). Selain Dr. Tatang, yang menjadi pembicara dalam kesempatan tersebut adalah Prof. Dr. Subagjo dengan tema yang diangkat Posisi Vital Bahan Bakar Nabati (BBN) Biohidrokarbon di dalam Penguatan Energi NKRI.
Dalam paparannya, Dr. Tatang menyampaikan, bahwa energi merupakan penggerak dari segala aktivitas, pasokan energi setiap negara akan berbeda tergantung pada sumber daya setiap negara dan kemampuan untuk mengeksplorasi energi tersebut. Menurut Tatang ketersediaan dan keterjaminan pasokan energi adalah faktor penentu kekayaan suatu bangsa.
"Sebagai negara yang katanya kaya akan sumber daya, justru kontradiktif dengan keadaan Indonesia saat ini. Sampai dengan Mei 2018 Indonesia sudah impor bensin 7,14 juta Kl, solar 2,34 juta Kl, dan avtur 609 ribu Kl, "kata dosen senior di prodi Teknik Bioenergi dan Kemurgi itu.
Menurut Tatang, untuk mengatasi keterbatasan ini, Indonesia sudah berusaha mencari energi terbarukan salah satunya melalui kebijakan B20 yang mencontoh dari kebijakan di Brasil. B20 adalah energi alternatif biodiesel pada kadar 20%. "Dengan penggunaan B20, pemerintah nantinya akan lebih menghemat devisa karena kuota BBM yang diimpor berkurang, apalagi jika BBN drop-int BBN diterapkan," katanya.
Kesuksesan biodiesel (ester metil minyak sawit) sebagai bahan bakar nabati pencampur solar (sampai 20-30% volume) merupakan manifestasi dari kemiripan asam lemak dengan hidrokarbon. BBN drop-in/biohidrokarbon di Indonesia terdiri atas green diesel atau BHD (Biohydrodefined Diesel), Bioavtur (jet biofuel atau biojet-fuel), dan bensin nabati. Pengembangan bensin nabati sudah dilakukan di prodi Teknik Kimia ITB sejak tahun 1982 hingga sekarang 2018 bahkan sudah direncanakan hingga tahun 2019.
Bensin nabati memanfaatkan kelapa sawit sebagai bahan utamanya. Pengembangan diesel dan avtur nabati juga telah dilakukan oleh prodi teknik kimia bekerja sama dengan PT Pertamina sejak tahun 2012 dan masih dilakukan hingga sekarang. Katalis menjadi hasil utama dalam pengembangan diesel dan avtur nabati yang sudah terbentuk diantaranya katalis PIDO 120 – 1,3 T, katalis PIDO 130 – 1,3T dan Pt-Pd/zoolit.
Reporter: Diah Rachmawati