Prodi Teknik Sipil ITB Borong Kemenangan dalam CEPC UNPAR 2016
Oleh Bayu Septyo
Editor Bayu Septyo
Berprestasi merupakan fitur bagi diri kebanyakan mahasiswa di ITB. Kompetisi seakan menjadi arena populer di kampus yang telah berdiri sejak 1920 ini. Kini, gambaran demikian salah satunya ditampilkan oleh Program Studi (Prodi) Teknik Sipil ITB yang kian giat mencetak mahasiswa berprestasi dalam berbagai bidang lomba terkait. Sebanyak 15 delegasi Prodi tersebut yang tergabung dalam 5 tim berhasil memborong titel juara dalam gelaran Civil Engineering Project Competition (CEPC) yang diadakan oleh Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) pada Sabtu (09/04/16) silam. Kompetisi yang berlangsung lebih dari dua bulan sejak dibuka awal februari lalu ini mempertandingkan puluhan tim dari berbagai universitas dalam tiga mata lomba yaitu Geo Challange Competition (GCC), Estimating Project Simulation (EPS), dan Timber Engineering Competition (TEC).
Saat diumumkan, tampak gelora kebanggaan mewarnai keramaian di Prodi tertua yang pernah ada dalam kampus ITB ini. Pada mata lomba GCC, tampil tim beranggotakan Reinard Andy, Evan Cornelius, dan Destri Nurhalima menduduki gelar Juara 1 serta Juara Harapan 1 yang berhasil diraih oleh Shan Sebastian, Dina Amalia dan Ignatius Irvan. Tampil mengejutkan untuk kali perdananya, Tim ITB langsung berhasil menorehkan gelar jawara pada kompetisi TEC atas kontribusi Andiko Putra, Afdhal Zikra Aulia, dan Alkindi Yahya yang tergabung dalam Tim Kuya Kayu ITB. Sedangkan itu, dua titel teratas pada tema EPS berhasil diamankan berturut-turut oleh tim beranggotakan Adhirrahman Asyraf, Adni Bidari Putri, dan Annisa Anjani serta tim lainnya yang terdiri atas Galuh Gita Prameshwari, Ega Nathanael, dan Hary Setya Budhi. Uniknya, sebagai satu-satunya tim yang tengah berkonsentrasi penuh menggarap Tugas Akhir, Dhira dan teman-teman yang tergabung dalam Tim Kuya Djarum Construction (KDC) justru tetap dapat tampil memukau menduduki podium tertinggi.
Evaluasi Diri sebagai Bagian dari Kompetisi
Cetakan prestasi ini tidak begitu saja dihasilkan oleh para kompetitor. Sejak mendaftarkan diri, setiap tim menyusun strateginya masing-masing untuk berkompromi dengan segala geliatnya kesibukan berkuliah dan berkemahasiswaan di ITB. Namun demikian, Tim Kuya Gallery House yang beranggotakan Galuh dan kawan-kawan justru berusaha secepat mungkin melahap soal yang diberikan saat masa penyisihan EPS berlangsung. Dengan antusiasme tinggi, tim langsung mengerjakan soal setelah sebelumnya memanfaatkan sela-sela waktu perkuliahan untuk mempelajari topik Estimasi Biaya Konstruksi (Esbikon) dan Metoda Konstruksi (Metkon) yang belum didapatkan pada tingkat perkuliahan mereka. Dengan data gambar teknis dan berkas Bill of Quantity, mereka menghitung berapa besar bill yang keluar dari detil gambar yang direncanakan. Meski begitu, kerja keras dan antusiasme luar biasa Galuh serta kawan-kawan hanya mampu mengantar Tim Kuya Gallery House menjadi Runner Up pada kategori EPS.
"Kesalahan kami ketika itu adalah tidak mempersiapkan perhitungan detil, jadi walaupun cepat diselesaikan, tapi merasa perlu diulang lagi. Misal pondasi ukuran sekian sekian, kami saat itu belum tahu detailing-nya. Barulah saat adanya proses Aanwijzing (Tahap Penjelasan dalam sebuah tender, -red), kami perbaiki lagi. Disinilah kami kecolongan," ungkap Galuh menceritakan perjuangan timnya.
Pada putaran final, Tim KDC dengan pengalaman lebih matang telah mempersiapkan presentasi final jauh sebelum diumumkannya daftar finalis. Sedangkan itu, Tim Kuya Gallery House barulah menyusun bahan presentasi disaat Tim KDC tinggal merampungkan presentasinya. Tak hanya itu, menurut Galuh lontaran pertanyaan saat presentasi pada putaran final menjadi tantangan tersendiri, "Engineering Judgement dalam scheduling menjadi modal yang sangat bernilai. Banyak pertanyaan kritis dan mendetil dari para juri atas pertimbangan yang dipilih oleh tim".
Berbeda dengan EPS, atmosfir kerekayasaan kental terasa dalam kategori lomba GCC. Shan dan tim yang berjuang hingga merebut raihan Juara Harapan 1 mengungkapkan betapa bermanfaatnya keyakinan tim dalam menentukan keputusan rekayasa. Dengan strategi pengerjaan soal yang lebih fleksibel, mereka mencermati soal yang ada sambil mengaplikasikannya dalam software yang juga tengah dipelajari. "Progress-nya pernah tersendat karena soal yang dikirim ada revisi. Jadi ada tanah lunak, ada pondasi grup tiang, kita disuruh hitung berapa kapasitas gaya aksial ultimate yang dapat dialami pondasi grup itu," terang Shan.
"Saat bersemangat lomba, namun soalnya menunggu revisi, tim mulai kehilangan semangat, namun setelah dikirimi revisi dan memahami soalnya dengan baik, dengan keyakinan kuat, tim langsung mengerjakannya," tukas Shan.
Sebagai calon engineer yang tangguh, sudah barang pasti untuk tidak selalu percaya dengan hasil hitungan yang didapat dari software. Selain teknik yang kurang tepat, ketidaktelitian dalam menelaah parameter yang digunakan akan membuat simpangan yang besar pada hasilnya, seperti apa yang dialami oleh Shan dan tim. "kita awalnya gunakan softaware, namun setelah dicermati hasilnya berbeda dengan hasil manual yang kita hitung berdasarkan rumus yang diajarkan dosen di kelas. Oleh sebab itu, kami memilih beralih mendalami perhitungan kami, dan lebih yakin menggunakan perhitungan manual," tutur Shan menggambarkan keyakinan tim kala itu.
Seolah tak bisa terhindar dari 'maut', dirinyaa dan tim dihadapkan dengan kenyataan bahwa lem yang digunakan dalam maket uji pada putaran final belum kering. Alhasil, simulasi untuk membuktikan desain mereka yang terkuat meleset dari kata sempurna. "Jadi, lombanya tuh kan ada proposal desain dan presentasi serta uji model dengan maket jika masuk final. Pile cap kami kan dimodelkan lekatannya dengan lem, karena belum kering, ketika diuji lemnya keluar semua, jadi agak chaos di sesi itu," ungkap Shan.
Kompetisi Lahirkan Pribadi Unggul dan Kooperatif
Baik Shan dan Galuh sepakat bahwa berkompetisi adalah sebuah tahap yang lebih tinggi dari kegiatan perkuliahan sehari-hari. Di samping reward yang didapatkan, perjuangan bersama teman dalam mengatasi suatu persoalan saat lomba dapat berperan sebagai pemacu diri untuk berkembang menjadi pribadi yang unggul namun tetap kooperatif. "Teamwork menjadi hal yang menarik selama lomba ini, karena ini pertama kalinya kami berlomba bersama," lontar Shan.
Untuk itu, mereka berharap agar institusi dapat menyediakan insentif yang memudahkan para kompetitor guna menyeimbangkan kebutuhan berkompetisi dalam keseharian berkuliah. Dukungan materi dan ilmu dari kampus tempat bernanung sangat berguna untuk menjaga berkobarnya api juara. "Ada baiknya juga apabila dosen bisa excited dan memperpanas suasana kompetitif mahasiswa untuk ikut lomba, agar kemandirian siswa dapat diiringi semangat juang optimisme yang lebih massif," tekan Galuh.
Sumber Gambar: HMS ITB & Universitas Katolik Parahyangan