Prof. Dr. Suhardja D. Wiramihardja: Astronomi di Indonesia Terus Menapak ke Depan
Oleh Christanto
Editor Christanto
Pada zaman dulu, astronomi tumbuh ketika timbul kebutuhan akan metode untuk menentukan arah dan bantuan dalam arah navigasi saat kapal layar menjelajah laut luas dan daratan lenyap di bawah cakrawala. Ilmu ini terus berkembang ke dalam sains yang mempelajari gerak, lokasi, dan hakekat fisis dari semua benda langit. Astronomi bersifat khas berdasarkan metode penerapannya, karena lebih bersifat ilmu pengamatan daripada eksperimen di laboratorium.
Keindahan astronomi berhadapan dengan pertanyaan yang paling mendasar tentang hakekat dan asal jagat raya, serta benda-benda di dalamnya. Ilmu ini juga telah menjadi bagian yang erat dalam kehidupan modern di masa ini, misalnya karena adanya matahari, bintang yang paling dekat dan menjadi ketergantungan manusia di bumi.
Dalam aktivitas kerjanya, astronomi turut berkontribusi memberikan inspirasi pada perkembangan sains lainnya, tidak hanya fisika, kimia, dan matematika, tetapi juga geologi, biologi, dan disiplin lainnya. Astronomi memberikan umpan balik pada sains tersebut dengan penemuan, konsep, dan tantangan baru. Di bidang teknologi misalnya, munculnya alat penerima radio derau rendah, detektor, dan teknik pengolahan citra menjadi bukti kontribusi ilmu astronomi bagi disiplin ilmu lain.
Astronomi di Indonesia juga diakui mempunyai reputasi yang baik di mata komunitas astronomi internasional. Indonesia pernah mendapatkan kehormatan untuk menyelenggarakan "The 9th Asian Pacific Regional Meeting of the IAU" pada tahun 2005 di Bali. Ajang lain seperti "The International Olympiad on Astronomy and Astrophysics" juga pernah diselenggarakan pada tahun 2008 di Bandung.
Tantangan Masa Depan
Hingga saat ini, Indonesia hanya mempunyai teropong dengan diameter yang cukup kecil, yaitu 0,7 m. Oleh karena itu, mempunyai teropong besar sendiri merupakan hal yang penting bagi masa depan astronomi di Indonesia. Hal ini pernah disampaikan van der Hucht yang menyarankan teleskop kelas 2,5 m untuk Indonesia.
Observatorium Bosscha yang telah diserahkan pada keadministrasian ITB memainkan peranan yang sangat penting dalam kemajuan ilmu astronomi di Indonesia. Pada periode 1960-an hingga 1990-an, observatorium ini diandalkan untuk pengamatan bintang raksasa dan maharaksasa dalam bidang galaksi dan dekat pusat galaksi, pengamatan daerah HII kompak, dan telaah gugus bintang galaktik.
Berdasarkan telaah dan analisa dari 32 daerah di Indonesia, diperoleh data bahwa Nusa Tenggara Timur mempunyai iklim yang lebih baik daripada daerah lainnya di Indonesia. NTT merupakan kandidat yang menjanjikan sebagai suatu situs astronomi. Atas hal inilah, muncul gagasan untuk mendirikan suatu situs pengamatan objek astronomi kedua di Indonesia, selain Observatorium Bosscha yang sudah ada. Observatorium ini akan menjadi memicu perkembangan astronomi itu sendiri.
Materi ini disampaikan oleh Prof. Dr. Suhardja D. Wiramihardja dengan judul "Astronomi Indonesia Menapak ke Depan dan Kontribusinya pada Sebuah World Class University", dalam Pidato Ilmiah Guru Besar ITB pada 22 Mei 2010 lalu.
Sumber Foto: Ganesha Astromedia