Prof. Wenten: Dukungan Akademisi Berperan Penting untuk Optimalisasi Sumber Daya Alam di Indonesia

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id—Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Namun, kelimpahan SDA yang dimiliki masih kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah terus berupaya meningkatkan nilai tambah SDA Indonesia untuk kemakmuran bangsa.

Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempersembahkan webinar dengan topik “Industri Hilirisasi, Kunci Optimalisasi Sumber Daya Alam di Indonesia”, pada Kamis (13/10/2022).

Kementerian Investasi/ BKPM mengundang tiga narasumber dalam acara tersebut, salah satunya Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Ir. I Gede Wenten, M.Sc., Ph.D. Acara juga diselenggarakan secara live streaming melalui kanal YouTube Kementerian Investasi – BKPM.

Berbagai dinamika global yang hadir secara tiba- tiba mampu mengancam perekonomian Indonesia. Untuk mempersiapkan ekonomi Indonesia di masa depan, investasi menjadi jangka pemulihan ekonomi. Sejak tahun 2020, Kementerian Investasi/BKPM sudah menerapkan pemberhentian ekspor barang mentah. Hilirisasi sumber daya alam diciptakan secara nyata untuk meningkatkan nilai tambah.

Prof. Wenten menjelaskan sektor utama hilirisasi ada empat yakni industri pertambangan, pertanian, manufaktur, dan kelautan. Namun, industri kelautan jarang menjadi topik hangat di masyarakat. Menurut Prof. Wenten, laut Indonesia menyimpan banyak mineral penting seperti fosfor dan magnesium. Selain itu, Marine biomass industry juga tengah digalakan akhir-akhir ini melalui rumput laut dan algae yang membawa dampak positif terhadap perubahan iklim serta dalam rangka mendukung carbon capture and utilization.

Berdasarkan riset dan inovasi 2045 di mana peringkat ekonomi Indonesia diperkirakan berada di 10 besar, industri yang akan stabil dan sustain adalah industri kelautan terlebih pemerintah tengah menerapkan kebijakan blue economy, namun masih seputar poros maritim, transportasi, dan perikanan tangkap. Sehingga industri ini perlu adanya campur tangan teknologi. Ocean Farming Revolution adalah industri kelautan berbasis teknologi yang bisa menumbuhkan ikan, kerang, terumbu dalam satu tempat yang sama.
“Hilirisasi tanpa teknologi bagaikan jebakan,” ujar Prof. Wenten

Laut Indonesia juga dikenal akan keunggulan wisatanya. Sehingga jika ingin berbicara investasi, pengembangan industri yang berbasis alam bisa lebih dikembangkan seperti ocean farming, green energy, dan tourism.

Upaya hilirisasi tentu memiliki tantangan di mana banyak negara lain ingin menghambat Indonesia dalam berproses. Sehingga diperlukan suatu kolaborasi industri hilirisasi dengan pengusaha nasional di berbagai daerah agar tujuan hilirisasi dapat merata dan terciptanya Indonesia Sentris. Hal ini dapat berdampak pada pengolahan sumber daya alam di dalam negeri yang lebih baik dan menghasilkan produk dengan nilai jual lebih tinggi.

Prof. Wenten mengatakan, dukungan akademisi dalam hilirisasi industri juga diperlukan. Sebab, industri hilirisasi tidak bisa berjalan sendiri. Perlu dukungan pelaku usaha dan akademisi selaku pencetak Sumber Daya Manusia (SDM). Perguruan Tinggi berperan penting dalam penguatan kapasitas keilmuan yang bisa digali dari penelitian sehingga menghasilkan sesuatu yang baru, pengembangan teknologi, penguatan sistem inovasi nasional, dan penyiapan SDM.

Investasi bukan hanya soal uang. Namun, investasi juga soal ilmu pendorong. Mendorong investasi dalam rangka meningkatkan industri hilirisasi diperlukan penggalian ilmu yang berdasar penelitian,” jelasnya.

Reporter: Pravito Septadenova Dwi Ananta (Teknik Geologi, 2019)