Rektor ITB: Peranan Sarjana sebagai Wirausaha
Oleh Akbar Syahid Rabbani
Editor Akbar Syahid Rabbani
BANDUNG, itb.ac.id - Setiap tahun ITB meluluskan mahasiswanya untuk dapat mengaplikasikan bidang keilmuan yang dipelajarinya dalam kehidupan bermasyarakat. Lulusan ini merupakan salah satu perwujudan bentuk tanggung jawab ITB kepada bangsa dan negara Indonesia, dan sekaligus merupakan wujud karya utama ITB. Berdasarakan hal tersebut, Rektor ITB, Prof. Ahmaloka, Dipl. Biotech., Ph.D. memberikan sambutannya mengenai peranan sarjana sebagai wirausaha melalui orasi ilmiah dalam rangkaian acara Sidang Terbuka ITB yang diselenggarakan dalam rangka wisuda ke- 3 tahun akademik 2013/2014.
Sarjana dan Kewirausahaan
Kalau kita berbicara tentang kewirausahaan, frase kuncinya adalah "mengejar kesempatan untuk mewujudkan perbaikan". Howard Stevenson, seorang pakar teori kewirausahaan dari Harvard Business School, membedakan antara pendekatan administratif dan pendekatan kewirausahaan. Menurutnya, inti dari pendekatan kewirausahaan adalah "the pursuit of opportunity without regard to resources currently controlled." Sebagai ilustrasi, misalnya, seorang wirausahawan sanggup menciptakan kesempatan untuk mendongkrak produktivitas dan meningkatkan kualitas produk, meskipun terbatas sumber daya yang tersedia. Di bidang sosial, seorang wirausahawan sanggup menciptakan kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup kelompok-kelompok marjinal, meskipun terbatas kelembagaan sosial dan infrastruktur yang tersedia. Jadi, misi seorang wirausahawan adalah mengejar kesempatan untuk mewujudkan perbaikan. Perbaikan tersebut bisa di bidang ekonomi, ataupun di bidang-bidang sosial. Wirausahawan tidak identik dengan pelaku bisnis. Seorang wirausahawan bisa berprofesi sebagai politikus, aktivis LSM, birokrat ataupun ilmuwan.
Kalau anggaran tersedia dalam jumlah besar, tentu banyak hal yang bisa kita lakukan. Kalau sumber daya tersedia secara berlimpah, tentu kesempatan untuk melakukan perbaikan menjadi luas. Tetapi, bagaimana kalau sumber daya dan anggaran sangat terbatas? Apakah ini berarti kesempatan untuk melakukan perbaikan menjadi terbatas? Dalam situasi seperti inilah peranan seorang wirausahawan menjadi penting. Bagi seorang wirausahawan, keterbatasan sumber daya bukanlah kendala bagi terwujudnya perbaikanperbaikan. Kepiawaian para wirausahawan adalah dalam mencermati kesempatan. Wirausahawan bukan pelaku perubahan yang radikal. Namun ia mampu melihat kesempatan untuk meraih keberhasilan dalam segala keterbatasan yang ada, dalam situasi di mana orang-orang lain meragukan kesempatan itu. Kalau disarikan, ciri-ciri seorang wirausahawan adalah memiliki misi perubahan dan komitmen yang tinggi untuk mewujudkan perubahan tersebut, tidak terbelenggu pada sumber-sumber daya yang tersedia dan cermat dalam melihat kesempatan perubahan dalam situasi di mana orang lain menganggap perubahan tidak mungkin terjadi.
Seorang wirausahawan tidak mungkin berhasil hanya dengan mengandalkan misi dan komitmen yang kuat. Ia perlu memiliki sesuatu bekal untuk mewujudkan kesempatan menjadi perubahan. Menurut hemat saya, bekal itu adalah pengetahuan. Ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan ilmu-ilmu sosial-kemanusiaan, singkatnya ipteks, adalah sumber daya intelektual yang penting bagi kewirausahaan. Penguasaan ipteks membuat menjadi mungkin, hal-hal yang sebelumnya dipandang tidak mungkin atau sulit diwujudkan. Tetapi untuk membawa ipteks ke dalam praktik kewirausahaan, diperlukan upaya untuk memfasilitasi pembelajaran ipteks di masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pembelajaran tersebut: (1) karakteristik yang spesifik dari setiap permasalahan praktis yang dihadapi oleh masyarakat; (2) pilihan-pilihan ipteks yang tersedia beserta potensi-potensi perbaikan sosial/ekonomi yang ditawarkan oleh pilihan-pilihan tersebut; dan (3) kondisi-kondisi sosial/ekonomi yang harus dipenuhi untuk mengadopsi pilihan ipteks tertentu.
Tantangan Wirausahawan Indonesia di Masa Depan
Tantangan bagi pembangunan bangsa Indonesia sejatinya bukanlah timbul dikarenakan keterbasan sumber-sumber daya yang kita miliki. Tentu saja, ketersediaan sumber-sumber daya tersebut tidaklah tak-terbatas. Tetapi, sumber-sumber daya yang tersedia tidak akan bernilai tinggi kalau kita tidak sanggup menciptakan kesempatan perubahan dan menciptakan kesempatan pembangunan di berbagai bidang kehidupan. Untuk mempercepat dan memperluas pembangunan, bangsa Indonesia membutuhkan peranan para wirausahawan untuk berkiprah baik di sektor swasta maupun di sektor publik. Saudara sekalian sebagai para sarjana ipteks, dengan penguasaan ipteks yang saudara raih, memiliki potensi yang besar untuk menjadi wirausahawan baik di sektor swasta maupun di sektor publik. Dengan menjadi wirausahawan, saudara sekalian dapat memainkan peranan penting dalam menghadirkan ipteks ke dalam kehidupan masyarakat, dan menjadikan ipteks sebagai pilar pembangunan bangsa. "Semoga Tuhan Sang Pemilik Khazanah Ilmu mencurahkan Petunjuk dan Bimbingan-Nya kepada kita semua, sehingga kita mampu menjadikan ipteks sebagai sumber daya bagi kesejahteraan masyarakat dan pilar bagi kemajuan peradaban bangsa Indonesia." kata Ahmaloka mengakhiri sambutannya.
Kalau kita berbicara tentang kewirausahaan, frase kuncinya adalah "mengejar kesempatan untuk mewujudkan perbaikan". Howard Stevenson, seorang pakar teori kewirausahaan dari Harvard Business School, membedakan antara pendekatan administratif dan pendekatan kewirausahaan. Menurutnya, inti dari pendekatan kewirausahaan adalah "the pursuit of opportunity without regard to resources currently controlled." Sebagai ilustrasi, misalnya, seorang wirausahawan sanggup menciptakan kesempatan untuk mendongkrak produktivitas dan meningkatkan kualitas produk, meskipun terbatas sumber daya yang tersedia. Di bidang sosial, seorang wirausahawan sanggup menciptakan kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup kelompok-kelompok marjinal, meskipun terbatas kelembagaan sosial dan infrastruktur yang tersedia. Jadi, misi seorang wirausahawan adalah mengejar kesempatan untuk mewujudkan perbaikan. Perbaikan tersebut bisa di bidang ekonomi, ataupun di bidang-bidang sosial. Wirausahawan tidak identik dengan pelaku bisnis. Seorang wirausahawan bisa berprofesi sebagai politikus, aktivis LSM, birokrat ataupun ilmuwan.
Kalau anggaran tersedia dalam jumlah besar, tentu banyak hal yang bisa kita lakukan. Kalau sumber daya tersedia secara berlimpah, tentu kesempatan untuk melakukan perbaikan menjadi luas. Tetapi, bagaimana kalau sumber daya dan anggaran sangat terbatas? Apakah ini berarti kesempatan untuk melakukan perbaikan menjadi terbatas? Dalam situasi seperti inilah peranan seorang wirausahawan menjadi penting. Bagi seorang wirausahawan, keterbatasan sumber daya bukanlah kendala bagi terwujudnya perbaikanperbaikan. Kepiawaian para wirausahawan adalah dalam mencermati kesempatan. Wirausahawan bukan pelaku perubahan yang radikal. Namun ia mampu melihat kesempatan untuk meraih keberhasilan dalam segala keterbatasan yang ada, dalam situasi di mana orang-orang lain meragukan kesempatan itu. Kalau disarikan, ciri-ciri seorang wirausahawan adalah memiliki misi perubahan dan komitmen yang tinggi untuk mewujudkan perubahan tersebut, tidak terbelenggu pada sumber-sumber daya yang tersedia dan cermat dalam melihat kesempatan perubahan dalam situasi di mana orang lain menganggap perubahan tidak mungkin terjadi.
Seorang wirausahawan tidak mungkin berhasil hanya dengan mengandalkan misi dan komitmen yang kuat. Ia perlu memiliki sesuatu bekal untuk mewujudkan kesempatan menjadi perubahan. Menurut hemat saya, bekal itu adalah pengetahuan. Ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan ilmu-ilmu sosial-kemanusiaan, singkatnya ipteks, adalah sumber daya intelektual yang penting bagi kewirausahaan. Penguasaan ipteks membuat menjadi mungkin, hal-hal yang sebelumnya dipandang tidak mungkin atau sulit diwujudkan. Tetapi untuk membawa ipteks ke dalam praktik kewirausahaan, diperlukan upaya untuk memfasilitasi pembelajaran ipteks di masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pembelajaran tersebut: (1) karakteristik yang spesifik dari setiap permasalahan praktis yang dihadapi oleh masyarakat; (2) pilihan-pilihan ipteks yang tersedia beserta potensi-potensi perbaikan sosial/ekonomi yang ditawarkan oleh pilihan-pilihan tersebut; dan (3) kondisi-kondisi sosial/ekonomi yang harus dipenuhi untuk mengadopsi pilihan ipteks tertentu.
Tantangan Wirausahawan Indonesia di Masa Depan
Tantangan bagi pembangunan bangsa Indonesia sejatinya bukanlah timbul dikarenakan keterbasan sumber-sumber daya yang kita miliki. Tentu saja, ketersediaan sumber-sumber daya tersebut tidaklah tak-terbatas. Tetapi, sumber-sumber daya yang tersedia tidak akan bernilai tinggi kalau kita tidak sanggup menciptakan kesempatan perubahan dan menciptakan kesempatan pembangunan di berbagai bidang kehidupan. Untuk mempercepat dan memperluas pembangunan, bangsa Indonesia membutuhkan peranan para wirausahawan untuk berkiprah baik di sektor swasta maupun di sektor publik. Saudara sekalian sebagai para sarjana ipteks, dengan penguasaan ipteks yang saudara raih, memiliki potensi yang besar untuk menjadi wirausahawan baik di sektor swasta maupun di sektor publik. Dengan menjadi wirausahawan, saudara sekalian dapat memainkan peranan penting dalam menghadirkan ipteks ke dalam kehidupan masyarakat, dan menjadikan ipteks sebagai pilar pembangunan bangsa. "Semoga Tuhan Sang Pemilik Khazanah Ilmu mencurahkan Petunjuk dan Bimbingan-Nya kepada kita semua, sehingga kita mampu menjadikan ipteks sebagai sumber daya bagi kesejahteraan masyarakat dan pilar bagi kemajuan peradaban bangsa Indonesia." kata Ahmaloka mengakhiri sambutannya.