Roadshow Sulasfifest
Oleh
Editor
BANDUNG, itb.ac.id - Liga Film Mahasiswa (LFM) ITB kedatangan tamu istimewa dari Surabaya, yakni Independen Film Surabaya (Infis). Komunitas pembuat film independen ini Rabu kemarin (2/8) menggelar roadshow Sulasfifest di Bioskop Kampus LFM, ruangan 9009. Delapan buah film independen dari Bandung, Malang, Jakarta, dan Surabaya dipertontonkan kepada para pengunjung. Acara yang dimulai pada pukul 18.30 WIB ini tidak hanya dihadiri oleh para mahasiswa ITB, melainkan juga dihadiri oleh para peminat film independen dari berbagai kalangan. Sulasfifest (Surabaya Independent Film Festival) terakhir kali diadakan pada bulan September 2005 di Surabaya. Festival film independen ini diadakan tiap 2 tahun sekali.
Film dokumenter karya LFM tentang bencana lumpur panas di Sidoarjo membuka acara ini. Kemudian menyusul film-film independen dari berbagai genre, seperti misalnya “Dunia Botol” karya Nanang Sea yang merupakan sebuah video art yang memperlihatkan dunia apabila dilihat dari dalam botol. Genre komedi diwakili oleh “Narkoba” karya Ebinem-Igo yang membuat para penonton tertipu dengan judul film tersebut, sebab ‘narkoba’ yang dimaksud di sini adalah singkatan dari “NAh.. Rasanya Kerokan Oke BAnget...”. Penonton yang semula mengira sang tokoh utama sedang sakau, dibuat tertawa gemas saat tahu bahwa si pemuda ternyata hanya sedang masuk angin saja. Sementara film dokumenter “Bu Guru Anggie” karya M. Sunu Probo Baskoro menceritakan kisah Anggie Setia Ariningsih, seorang remaja yang berusia 20 tahun yang mendedikasikan masa remajanya untuk mengajar anak jalanan.
Walaupun yang dipertunjukkan adalah film independen, bukan berarti tanpa kualitas. Dua film terakhir yang diputar, “Free!” dan”A Place We Called Home”, masing-masing karya Wiryadhi Dharmawan dan Vidya Prawitasari, mendapatkan penghargaan dan nominasi di berbagai festival film. Keduanya sama-sama dinominasikan pada festival Hellomotion Jakarta, sedangkan “A Place We Called Home” sendiri meraih penghargaan video klip terbaik dan terfavorit Sulasfifest 2005.
Berbicara dalam diskusi yang bertemakan iklim perfileman independen Surabaya-Bandung, Ebindra, seorang pembuat film independen dari Surabaya mengakui bahwa para pembuat film independen Surabaya selama ini cenderung mengikuti tren yang ada di kota-kota lainnya, bukannya menciptakan suatu tren sendiri. Sementara Irwan D. Nuryadi sebagai perwakilan LFM ITB justru mengakui kekurangan para pembuat film independen Bandung yang cenderung mengutamakan visualisasi dan menomorduakan cerita, berbeda dengan para pembuat film independen di Surabaya yang film-filmnya mengajak kita berpikir akan makna film tersebut.
Novita dari Infis mengatakan, roadshow ini diselenggarakan untuk mengisi kevakuman kegiatan Infis saat Sulasfifest tidak diadakan. Selain itu roadshow ini juga bertujuan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap film independen, khususnya film-film independen yang berasal dari Surabaya. Bandung sendiri menjadi kota pertama yang dikunjungi oleh Infis dalam rangkaian roadshow-nya ini.