SBM Golf Tournament: Prolog Cita-cita Besar

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Minggu 22 Januari 2006 lalu, mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB menggelar turnamen golf. Turut serta sebagai peserta dalam acara SBM Golf Tournament ini pimpinan perusahaan swasta, anggota Ikatan Orangtua Mahasiswa (IOM) ITB, dan anggota Ikatan Alumni (IA) ITB. Turnamen golf sehari yang melibatkan hingga 130 peserta ini berlokasi di Padang Golf Emeralda, Cimanggis -tempat yang sama di mana Indonesian Open Tournament 2006 akan diselenggarakan. Uniknya, turnamen ini bukan sekedar turnamen golf biasa untuk menggalang dana semata lalu menyumbangkan dana tersebut ke sebuah organisasi. Lebih dari itu, mahasiswa SBM memiliki cita-cita besar yang berawal dari turnamen ini. Turnamen ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh kondisi buruk pendidikan Indonesia. Disadari bahwa pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan bernegara, utamanya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sayangnya, di Indonesia perkembangan dan perhatian terhadap pendidikan masih tersendat-sendat. Kualitas dan distribusi pendidikan masih kurang. "Salah satu penyebab utamanya adalah faktor biaya," tutur Adityo Wicaksono, ketua divisi entrepreneurship himpunan mahasiswa SBM. Menurut mahasiswa SBM 2004 yang memilih dipanggil Didoth ini, melalui turnamen golf ini, himpunan mahasiswa SBM ITB hendak menggalang dana serta meraup dukungan dari individu-individu berpengaruh. Dana dikumpulkan dari ticketing, sponsor, serta hasil lelang. Uang yang terkumpul dari penjualan tiket dan sponsor mencapai 400 juta. Hasil pelelangan belum pasti karena sedang dalam tahap konfirmasi pengumpulan dana. Diharapkan dana dari hasil pelelangan mencapai 250 juta. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk mendukung program "mobil pintar" Ibu Ani Yudhoyono. Yang dimaksud "mobil pintar", ide first lady Indonesia ini adalah sebuah kendaraan semi-bus yang di didalamnya berisi perpustakaan, komputer, serta fasilitas-fasilitas pembelajaran. Mobil ini akan dapat menjangkau daerah-daerah di mana fasilitas pendidikan minim. Menurut rencana, Ibu Ani sendiri akan mengirimkan satu unit "mobil pintar" ini untuk dikelola mahasiswa SBM ITB. "Uang yang terkumpul dari turnamen ini akan diberikan sebagai beasiswa kepada mahasiswa ITB. Nah, mereka yang menerima beasiswa diwajibkan juga menjadi tenaga pengajar di mobil pintar," tutur Didot. Lebih dari itu, himpunan mahasiswa SBM memiliki cita-cita yang lebih besar lagi. Setelah sukses dengan mobil pintar, mereka berencana untuk membangun 'rumah pintar' -konsepnya sama dengan mobil pintar, hanya saja 'rumah pintar' ini tidak akan mobile. Yang juga unik, mahasiswa SBM tidak hanya akan mengerjakan semua itu sendirian. "Kami berencana mengajak seluruh mahasiswa ITB lain; mereka akan berperan sesuai dengan bidang keahliannya. Misalnya untuk mahasiswa arsitektur kami memiliki ide mengenai program 'pimp my school' di mana mahasiswa arsitektur mendesain ulang dan memperbaiki bangunan sekolah-sekolah yang memprihatinkan," tutur Didot, "Mahasiswa Teknik Lingkungan hendak kami ajak untuk menjadi tutor dalam program EchoSchool dalam kerangka program mobil pintar dan rumah pintar." Tapi, sampai sekarang, pembicaraan mengenai keikutsertaan mahasiswa ITB jurusan lain baru dalam tahap pembicaraan informal. Didot berharap setelah semester ini berjalan, pembicaraan dapat memasuki tahap serius serta implementasinya dapat segera dilakukan. "Sebenarnya aku sudah bilang sama beliau (Ibu Ani Yudhoyono -red) supaya beliau mempercayakan semuanya ini ke anak-anak ITB. Aku yakin teman-teman himpunan lain siap membantu," tutur Didot. Tidak disangka, turnamen ini ternyata hanya secuil prolog di balik cita-cita besar untuk menyumbang sesuatu yang nyata dalam dunia pendidikan Indonesia. "Ide besarnya, membuktikan bahwa mahasiswa ITB bisa menyumbang sesuatu yang nyata bagi bangsa ini."