Seminar Riset Unggulan Terpadu ITB 2003 - 2004
Oleh Krisna Murti
Editor Krisna Murti
Kamis, 25 Agustus 2005 lalu, ITB menggelar hasil laporan Riset Unggulan Terpadu ITB tahun 2003 dan 2004. Keseluruhan RUT yang jumlahnya mencapai 27 riset itu dirangkum dalam seminar "Hasil Riset Unggulan Terpadu ITB 2003 dan 2004". Seminar ini merupakan 'laporan' ITB kepada para stakeholder ITB. Selain hadir perwakilan dari perguruan tinggi di Bandung, turut hadir pula dalam seminar ini adalah perwakilan dari badan-badan pemerintahan di lingkungan provinsi Jawa Barat, pemerintahan kota Bandung, pemerintahan kota Cimahi. Beberapa wakil dari sektor industri dan swasta juga menghadiri seminar ini.
Melalui seminar ini, ITB menunjukkan bahwa ITB telah mulai merintis riset yang mandiri. "Selama ini riset yang didanai oleh sponsor mau tidak mau pasti akan nurut dengan pesan sponsor itu," tutur Djoko Santoso, Rektor ITB dalam sambutannya. Semenjak tahun 2002, ITB mulai menyediakan dana mandiri untuk riset, menjadikan ITB sebagai perguruan tinggi pertama di Indonesia yang menyisihkan anggarannya khusus untuk riset. Tahun 2002, dianggarkan Rp 1 milyar untuk riset. Jumlah ini terus meningkat, pada tahun 2003, anggaran untuk riset meningkat menjadi Rp 3 milyar, sementara itu tahun 2004 anggarannya Rp 7 milyar. Untuk tahun 2005 ini akan diusulkan dana anggaran sebesar Rp 10 milyar.
Dalam press conference yang diselenggarakan sehari sebelumnya, Prof. Dr. Ir. Emmy Suparka, Wakil Rektor bidang Penelitian dan Kemitraan/ Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITB mengungkapkan bahwa tahun ini, ITB telah menyisihkan anggaran sebesar 100 juta khusus untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Penyisihan anggaran khusus untuk riset dan kegiatan pengabdian masyarakat merupakan wujud nyata komitmen ITB yang hendak melaksanakan tugas Tri Dharma Perguruan Tingginya.
Seminar ini dibagi dalam tiga sesi pararel. Setelah sesi pararel, diadakan dua diskusi panel. Diskusi panel membahas perspektif sinergisitas dalam skala nasional, sementara, diskusi panel selanjutnya membahas perspektif sinergitas dalam skala regional. Perspektif sinergisitas diangkat untuk menekankan perlunya antar satu riset dengan riset yang lain saling sinergis, mendukung, menuju penyelesaian masalah-masalah bangsa. Dalam diskusi panel pertama, hadir Dr. Roosmalawati Rusman wakil dari Dewan Riset Nasional, Dr. Ir. Bambang Setiadi dari Kementrian Riset dan Teknologi, serta Erwin Mardjuni, SE dari PNM. Diskusi panel pertama banyak menyoal mengenai perlunya riset menyelesaikan masalah-masalah bangsa serta perlunya ada "satu bendera" riset Indonesia agar riset-riset terarah.
Diskusi panel kedua menghadirkan Dr. Ir. Widyo Nugroho Sulasdi wakil Dewan Riset Daerah Jawa Barat, Prof. Solehudin, anggota Komite Perencana Jawa Barat, Dr. Noorsalam Rahman Nganro sebagai Direktur Utama LAPI ITB, serta Dr. Ir. Suhono Harso Supangkat, selaku Direktur Pusat Inkubator Bisnis ITB. Diskusi panel kedua ini tampak lebih membumi karena memang membahas permasalahkan yang lebih lokal. Sinergitas skala regional di sini dimaksudkan skala Jawa Barat.
Di penghujung acara, hadir sebagai wakil dari Kementrian Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag), Dr. Budi Darmadi, Dirjen Alat Transportasi dan Telematika Deperindag. Budi memberikan tanggapan atas laporan Riset Unggulan Terpadu ITB ini, mewakili Metri Perindustrian dan Perdagangan, Dr. Ir. Andung a. Nitimihardja yang berhalangan hadir. Dalam tanggapannya, Budi yang juga alumnus ITB ini menyatakan rasa kagumnya terhadap keduapuluh tujuh hasil RUT ITB. Sayangnya, informasi mengenai riset yang berguna ini tidak sampai ke telinga pemerintah, terutama deperindag. Selain itu Budi juga mengungkapkan adanya berbagai investasi untuk pembangunan berbagai industri di daerah antara Jakarta dan Bandung, mulai dari Honda, Suzuki, hingga LG. "Itu harus dimanfaatkan," tuturnya, "Minimal mereka (industri-industri tersebut -red.) pasti akan membutuhkan support industries." Budi berjanji akan semakin mempererat komunikasi antara ITB dan Deperindag agar Deperindag dapat segera memanfaatkan hasil-hasil riset ITB.
Tampak jelas bahwa faktor minimnya publikasi dan kurangnya komunikasi membuat banyak riset-riset ITB yang berguna bagi masyarakat dan dapat menyelesaikan msalah bangsa malah sulit teraplikasikan dalam industri.