Teliti Manfaat dan Keuntungan Panel Surya di Rumah, Faisal Anshory Sabet First Winner Esri Young Scholar Award 2022

Oleh Adi Permana

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id–Mahasiswa ITB kembali berhasil menorehkan prestasi yang membanggakan. Prestasi tersebut datang dari Muhammad Faisal Anshory, Mahasiswa Teknik Geodesi dan Geomatika ITB. Dengan risetnya yang berjudul “Personalized Advantages of Solar Panel for Home in Bogor”, Faisal berhasil menjadi First Winner of Esri Young Scholar Award 2022 pada 7 April lalu.

Esri Young Scholar Award merupakan kompetisi yang diadakan oleh perusahaan ESRI, penyedia perangkat lunak terkenal seperti ArcGIS, ArcMap, dll. Kompetisi ini merupakan ajang ”adu” proyek riset yang berhubungan dengan pemanfaatan di bidang geospasial. Proyek ini diharapkan mampu menyelesaikan suatu masalah dengan teknologi yang ditawarkan ESRI itu sendiri. Ajang ini sangat prestisius dengan segudang benefit yang didapat. Salah satu benefit tersebut memungkinkan pemenang untuk menjadi wakil Indonesia di konvensi GIS dunia.

Faisal mengangkat topik terkait perhitungan manfaat penggunaan panel surya di bangunan rumah tangga Kota Bogor. “Jadi di sini aku menghitung dan mengestimasi suatu bangunan, bisa menghasilkan listrik sebanyak apa? Menghasilkan uang seberapa? dan besaran energi yang akan dikurangi apabila dibandingkan dengan penggunaan listrik konvensional, yaitu energi fosil,” jelas Faisal saat diwawancarai pada Minggu (10/4/2022).

Melalui risetnya ini, dia sangat berharap bahwa proyek ini bisa mencerdaskan masyarakat bahwa penggunaan panel surya ini sangat bermanfaat. “Indonesia sedang gencar menggunakan panel surya di rumah, di mana orang bisa menjual kelebihan energinya ke PLN dan bisa dijual kembali ke orang lain yang membutuhkan listrik,” ujar mahasiswa yang beberapa waktu lalu baru kembali dari Belanda dalam program IISMA itu.

Selain itu dia ingin masyarakat Bogor mengerti akan keuntungan yang mereka dapat dari ini. Dia juga berharap masyarakat bisa mendapat gambaran untuk melakukan transisi ke energi yang lebih bersih dan proyek ini bisa diterapkan di kota lainnya.

Ide yang dia dapat berawal dari informasi di berita bahwa listrik yang dihasilkan dari panel surya bisa dijual ke PLN. “Dari rasa penasaran ini, aku ingin tahu sebenarnya bangunan kita itu cocok atau tidak dan apakah kita bisa menghasilkan uang dari sana,” ujar Faisal.

Berbagai kendala dia hadapi dalam menyelesaikan penelitian ini. Kendala tersebut berasal dari berbagai aspek seperti teknis, keterbatasan data, dll. “Masalah di awal itu ada keterbatasan data, jadinya harus ngembangin teknologi pendeteksi otomatis, terus aku kembangin di bidang lingkungan untuk pemanfaatan solar panel, alhasil banyak belajar hal baru di bidang lain untuk mengkombinasikannya dengan ilmu geospasial yang sudah dipelajari di kampus,” ujarnya. Hal ini tak lepas dari bangunan Kota Bogor yang masih belum digitasi sehingga data terbatas.

Presentasi di hadapan para ahli juga tidak mudah. “Di situ ada tantangan tersediri untuk menjelaskan apa yang sudah kita lakukan kepada orang yang sudah ahli di bidang masing-masing,” tambahnya.

Awalnya Faisal tidak berekspektasi banyak, hal yang wajar jika melihat para kompetitor juga membawa ide yang menarik. Hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya. “Yang penting sudah berusaha,” ucapan sederhana Faisal dengan penuh makna.

Sebelumnya Faisal pernah mengikuti lomba yang sama, namun hasilnya belum berkesempatan untuk lolos menjadi finalis. Belajar dari kegagalan tersebut, Faisal berpesan agar tidak mudah menyerah. “Jangan menyerah karena kalau dari aku sendiri, meskipun tahun lalu mencoba namun gagal jadi finalis, namun sekarang bisa berubah hasilnya,” pesannya.

Reporter: Kevin Agriva Ginting (Teknik Geodesi dan Geomatika, 2020)


scan for download