Ahli Vulkanologi ITB Ulas Penyebab Terjadinya Banjir Lahar Dingin di Gunung Semeru

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Beberapa waktu yang lalu, publik dihebohkan dengan fenomena banjir lahar dingin yang terjadi di sekitar Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dilansir dari berbagai sumber, banjir bandang tersebut bahkan menyebabkan jembatan rusak.

Terkait dengan fenomena ini, Ahli Vulkanologi ITB, Dr. Mirzam Abdurrachman, S.T., M.T., menjelaskan, bahwa lahar merupakan hasil pemindahan dari material vulkanik yang belum mengalami konsolidasi. “Material seperti abu vulkanik dan piroklastik yang belum terkonsolidasi jika bercampur dengan air akan menghasilkan debris flow, yakni aliran massa,” ujar Dr. Mirzam saat diwawancara Selasa (11/7/2023).

Pada dasarnya lahar terbagi menjadi dua jenis, lahar dingin atau lahar hujan dan lahar panas akibat erupsi. Kedua jenis lahar ini tentu berbahaya, namun lahar dingin lebih berbahaya karena antisipasinya yang sulit. “Berbeda dengan lahar panas, terdapat beberapa jenis air yang dapat bercampur dengan material yang belum terkonsolidasi. Akibatnya, butiran material ini saling mendorong ketika bercampur sehingga terjadi lahar,” ujarnya.

Dr. Mirzam melihat, bahwa masyarakat saat ini cenderung hanya waspada terhadap bahaya primer dari letusan gunung berapi seperti lava dan juga awan panas. “Namun, saat erupsinya selesai, kita menganggap bahwa kondisinya sudah aman. Padahal bahaya-bahaya sekunder masih mengintai dan membuat kita lengah,” ungkapnya.

Erupsi terakhir suatu gunung selalu meninggalkan material yang belum terkonsolidasi. Terkadang, jeda erupsi bisa mencapai waktu 6 bulan. Inilah yang membuat masyarakat merasa seolah aman sehingga tidak waspada dengan bahaya sekunder. Jika gunung terakhir meletus pada awal musim kemarau, maka lahar dingin pertama bisa terjadi pada awal musim hujan.

“Enam bulan kemudian masyarakat tidak tahu, terutama yang jauh dari kerucut gunung api, jadi yang jauh dari itu tidak mendapat informasi bahwa di hulu sana sedang hujan, akibatnya bisa kita lihat seperti di video yang tersebar, air tiba-tiba meluap saat orang masih di sekitar sungai,” ujarnya.

Namun, untuk menghasilkan banjir lahar dingin, suatu gunung harus memiliki volume material yang banyak sehingga terjadi tumpukan di gunung. “Jika kita punya banyak tapi tersebar luas, akibatnya kita tidak punya ketebalan tertentu sebagai bahan baku lahar. Sedangkan jika volumenya sedikit, tapi terus menumpuk bisa menjadi sesuatu yang banyak,” ujarnya. Tumpukan material ini bisa berasal dari letusan kecil gunung api yang terus terjadi secara repetitif.

Foto tangkapan layar luapan banjir lahar dingin di Lumajang, Jawa Timur, Jumat (7/7/2023) lalu.

Gunung Semeru merupakan salah satu tipe gunung yang memiliki karakteristik material vulkanik yang berat. Sehingga ketika meletus, sebagian besar material vulkaniknya tidak tersebar ke seluruh tempat melainkan menumpuk akibat massanya yang berat. Air hujan yang turun dan kombinasi dengan kemiringan lereng bisa menyebabkan terjadi aliran massa. Banjir lahar dingin dapat bergerak jauh karena terdapat percabangan sungai. “Jika bergerak bersama aliran sungai, maka lahar sudah terbentuk dengan otomatis,” ujarnya.

Oleh karena itu, beliau memberikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya bencana seperti ini. “Kita bisa menghindari bahaya dengan tinggal di tempat yang jauh dari sungai, terutama sungai yang berkelok,” ujarnya. Kelokan ini membuat lahar tampias ke kanan atau ke kiri sungai sehingga lebih berbahaya.

Selain itu, perlu juga adanya papan informasi terkait peringatan sungai mana yang kira-kira akan dialiri lahar. Lalu ada papan informasi mengenai tempat berkumpul ketika terjadi banjir lahar dingin. Terakhir, beliau mengimbau agar waspada jika bagian hulu terlihat gelap dan segera keluar dari teras sungai karena kemungkinan sedang hujan di hulunya.

Reporter: Kevin Agriva Ginting, GD’20