Audrey Clarissa: Pertama dari Asia
Oleh
Editor
Indonesia memang belum pernah menempatkan wakilnya menjadi pucuk pimpinan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun, bukan berarti prestasi putra/putri Indonesia menjadi pimpinan lembaga berkelas internasional diragukan. Prestasi WNI di kancah internasional dalam berbagai bidang tak bisa dianggap enteng. Audrey Clarissa, alumni Sekolah Farmasi ITB angkatan 2002 ini telah membuat pencapaian yang luar biasa pada bulan Juli 2006 kemarin. Ia terpilih sebagai Presiden International Pharmaceutical Students Federation (IPSF) untuk masa jabatan 2006-2007. IPSF adalah sebuah organisasi internasional yang beranggotakan 350.000 mahasiswa farmasi di lebih dari 70 negara dan diakui memiliki ikatan kuat dengan organisasi PBB seperti WHO, UNESCO dan Ecosoc. Audrey yang lahir di Bandung pada tanggal 5 Januari 1985 ini adalah presiden IPSF pertama yang berasal dari Asia sejak organisasi tersebut berdiri pada tahun 1949 di London, Inggris.
Mojang yang masa kecilnya dihabiskan di Sukabumi ini tak menyangka dirinya akan menduduki kursi terhormat itu dalam pemilihan yang diadakan pada Kongres IPSF ke-52, yang berlangsung di Cairns, Australia. Apalagi, Audrey adalah satu-satunya wakil Asia yang bersaing di acara tersebut. Namun, Audrey dapat melenggang dengan santai lantaran dua kandidat lainnya dari AS dan Eropa undur diri dari kompetisi. Padahal jadwal wawancara panitia kongres dengannya bertepatan dengan hari ujian, sehingga Audrey pun diwawancarai Sidang General Assembly IPSF lewat teleconference yang difasilitasi ITB. ”Banyak yang tidak percaya. Apalagi Indonesia kan baru masuk jadi anggota,” papar Laras, junior Audrey di Sekolah Farmasi ITB. Atas jabatan barunya ini, Audrey pun diharuskan berdomisili di Denhaag, Belanda, selama satu tahun dan menghadiri berbagai pertemuan profesional di berbagai negara.
Pendorong terbesarnya untuk terjun ke bidang farmasi adalah ayahnya sendiri-Rusman Hermawan-seorang apoteker. Beliau pula yang mensponsori partisipasi Audrey di berbagai even internasional seperti kongres-kongres IPSF. Tidak seperti kakaknya, Audrey lebih menyenangi farmasi daripada kedokteran. “Saya suka memperhatikan orang menyiapkan dan meracik obat di apotek. Maka dari itu saya memutuskan untuk menjadi seorang farmasis. Dulu, saya sempat berubah pikiran untuk mengambil kedokteran, tapi saya tidak menyukai eksperimen-ekperimen di sekolah kedokteran. Saya lebih suka bekerja di laboratorium, maka saya pun mengambil jurusan farmasi.”
Audrey yang kini telah lulus dari Sekolah Farmasi ITB dengan IPK 3,59 dari skala 4, berharap dengan kehadirannya mewakili Indonesia tidak hanya akan memperbaiki reputasi Indonesia di tingkat internasional, tetepi juga membawa kemajuan dalam dunia pendidikan farmasi di Indonesia.