Bangkitkan Semangat Kembangkan Dirgantara Indonesia Lewat Aero Motivation

Oleh Luh Komang Wijayanti Kusumastuti

Editor Luh Komang Wijayanti Kusumastuti

BANDUNG, itb.ac.id - Keluarga Mahasiswa Penerbangan (KMPN) ITB Otto Lilienthal mengadakan seminar Aero Motivation pada Sabtu (22/11/14). Seminar tersebut mengangkat tajuk 'Membangun Sinergi Industri dalam Pengembangan Pesawat N219 sebagai Transportasi Penhhubung Antarpulau di Indonesia'. Mengingat Indonesia yang merupakan negara kepulauan serta masih banyak daerah di Indonesia yang sulit untuk diakses dengan angkutan darat, seminar ini menghadirkan pembicara antara lain Budi Sampurno (Program Manager N219 PT DI), Agus Aribowo (Kepala Program N219 LAPAN), serta Rais Zain (Dosen Aeronotika dan Astronotika ITB) untuk membahasnya.

Penumpang angkutan udara domestik di Indonesia terus meningkat. Pertumbuhan rata-rata sekitar 22% tiap tahunnya. Selain itu diperlukannya penerbangan perintis untuk mendorong perkembangan ekonomi wilayah terpencil serta menjaga kedaulatan wilayah NKRI. Hal tersebutlah yang diungkapkan Budi Sampurno sebagai latar belakang diciptakannya pesawat N219. Dilihat dari sisi pasar, Asia Pasifik membutuhkan pesawat sekelas N219 versi sipil hingga tahun 2022 yang diperkirakan sebanyak 118 unit.


Menurut Budi, kompetensi perusahaan dalam bidang desain dan produksi pesawat terbang harus dipertahankan dan dikembangkan agar tetap berfungsi sebagai industri dirgantara yang utuh. Pengembangan tersebut juga didukung oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Pengembangan pesawat N219 ditujukan salah satunya untuk menumbuhkan industri penerbangan nasional, industri utama seperti PT Dirgantara Indonesia maupun industri pendukungnya seperti industri maufaktur dan elektronika.

Namun, pengembangan ini diumpamakan sebagai perjalanan tidur yang panjang oleh Agus Aribowo. Inisiasi telah dilakukan pada tahun 2004. Permasalahan yang paling dirasakan adalah pendanaan. Berkali-kali pengajuan anggaran untuk pengembangannya tidak disetujui. "Ini juga diakibatkan karena trauma kasus N250, Hambalang, serta Century. Selain itu, program ini tidak bisa diselesaikan selama setahun, sedangkan pendanaan berbasis proyek tahunan," ungkap Agus.


Agus berpendapat, untuk melaksanakan transformasi teknologi, perlu dibangun jaringan antara industri, institusi pendidikan, badan penelitian teknologi, serta badan sertifikasi. Selain sinergi jaringan tersebut, sinergi nasional juga dibutuhkan.  Selain mengembangkan N219, LAPAN juga merencanakan pengembangan N245 dan N270.


Kekurangan Sumber Daya Profesional


Dari kebutuhan pesawat yang sangat signifikan, Indonesia masih kekurangan sumber daya profesional. Dalam paparannya, Raiz Zain menyampaikan ajakan untuk membangun kualifikasi profesional di bidang dirgantara di Indonesia. "Mahasiswa harus ada yang berjuang memenuhi hal ini. Tidak ada piliha lain kecuali angkutan laut dan udara untuk melintasi benua maritim ini. Kecuali jika ingin berenang," ungkap Raiz disambut dengan tawa peserta.

Baginya, transportasi udara merupakan yang paling cepat, murah, serta layak untuk kondisi Indoensia saat ini. Menyikapi pertumbuhan penerbangan domestik yang kian meningkat, Indonesia perlu memiliki wahana dalam negeri sendiri untuk memenuhinya. Sedangkan, di Indoensia masih sedikit pendidikan dalam bidang aeronotika. Diharapkan oleh Raiz, jangan sampai perusahaan asing yang menguasai pasar tersebut. "SDM di Indonesia masih kurang. Mahasiswa, khususnya dalam bidang dirgantara, perlu memiliki komitmen untuk berjuang secara konsisten. Jangan sampai pasar besar ini dikuasai oleh negara lain," papar Raiz. Ketua Program Studi Teknik Penerbangan, Dr. Taufiq Mulyanto, juga menggambarkan diperlukannya untuk membangun jiwa dan semangat SDM untuk pengembangan dirgantara di Indonesia.