Bincang Dekat Dengan Mahasiswa, Rektor Jelaskan Kebijakan UKT ITB

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id – Perwakilan Mahasiswa di Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Bandung menyelenggarakan diskusi publik “Bincang Dekat dengan Rektorat: Mau Dibawa Kemana ITB Kita?” pada Sabtu (16/2/2019) lalu di Auditorium CC Timur Kampus ITB. Diskusi tersebut membawa tema yang diangkat ialah mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) di ITB.


Sebagaimana diketahui, sebagai perguruan tinggi berstatus PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri berBadan Hukum), ITB dan perguruan tinggi PTN-BH lainnya mendapatkan otonomi di tiga bidang, yaitu pengelolaan Program Studi, penerimaan pegawai, dan pengelolaan keuangan institusi secara mandiri. 

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2013 tentang statuta ITB adalah payung hukum untuk menjalankan ketiga otonomi tersebut. Penentuan besaran UKT merupakan salah satu bentuk dijalankannya otonomi di bidang keuangan oleh ITB sebagai PTN-BH.

ITB melalui SK Rektor Nomor 01/SK/I1.B02/KU/2018 tentang Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) bagi Mahasiswa ITB yang diterima pada tahun akademik 2018/2019, telah menetapkan UKT untuk program regular Sarjana (S1) mahasiswa WNI (Warga Negara Indonesia) dengan skema subsidi 100%, 60%, 40%, dan 20% sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.


Bincang-bincang yang dimoderatori Andriana Kumalasari selaku Pjs. MWA Wakil Mahasiswa 2018/2019, disambut baik oleh semua pihak. Bincang dekat dengan Rektorat ini dihadiri oleh Rektor ITB, Prof. Kadarsah Suryadi, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Bermawi Priyatna Iskandar, Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan Prof. Wawan Gunawan A. Kadir, Wakil Rektor Bidang Sumberdaya dan Organisasi Prof. Irawati, Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni, dan Komunikasi Dr.Miming Miharja, beserta perwakilan mahasiswa dari berbagai unit kegiatan.

Menurut Rektor, penetapan UKT ITB telah melalui banyak pertimbangan yang matang.  Tujuannya dalam rangka subsidi silang guna membantu mahasiswa ITB lain yang kurang beruntung secara ekonomi. “Mahasiswa yang masuk ITB (tahun lalu) itu hanya 30-40% yang orangtuanya mampu bayar UKT penuh. Sisanya mendapat subsidi (keringanan UKT) dalam berbagai proporsi,” jelas Rektor.

Selain dalam bentuk subsidi silang, melalui keringanan UKT, bentuk empati lain yang dapat diberikan untuk membantu mahasiswa yang kurang beruntung secara ekonomi, juga diwadahi dalam Ikatan Orangtua Mahasiswa (IOM- ITB). Berdiri sejak 1968, IOM memiliki tujuan untuk membantu mahasiswa dalam mengatasi kendala finansial yang dihadapi mahasiswa sekaligus wadah silaturahmi para orangtua/wali mahasiswa ITB.

Sesuai dengan slogan ITB yaitu In Harmonia Progressio yang berarti maju bersama dalam harmoni, sudah selayaknya berbagai permasalahan harus diselesaikan bersama dalam rasa kekeluargaan yang kuat. “Tak akan ada mahasiswa ITB yang putus kuliah hanya karena masalah biaya. Kita pasti akan carikan solusi,” tegas Rektor. 

Biaya untuk menempuh pendidikan tinggi memang masih sering menjadi problematika tersendiri di kalangan masyarakat. Meski demikian, ITB selalu memotivasi baik mahasiswa maupun calon mahasiswa yang ingin mendaftar di ITB supaya tidak terlalu terpaku pada besaran UKT. “Silakan bayar semampunya sesuai kemampuan orangtua,” kata Prof. Kadarsah. 

Selain itu, tentunya ada banyak beasiswa yang dapat diikuti mahasiswa selama masa studinya di ITB. “ITB harus bangkit bersama-sama dalam empati. UKT itu bukan segalanya, tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita punya empati untuk memajukan semua,” pungkas Rektor sekaligus menutup sesi diskusinya.

Reporter: Karimatukhoirin