Biodiversity and Beyond: Mengenal Teknologi dalam Keragaman Hayati
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Virtual Exhibition P101. Mereka mengundang Dr. Rizkita Rachmi Esyanti, Dr.Eng. Isty Adhitya P., dan Rudi Dungani, Ph.D. pada Webinar SITH “Biodiversity and Beyond” hari kedua, Jumat (2/7/2021), secara daring. Ketiganya diundang untuk membahas tentang kekayaan hayati.
Setiap pembicara membahas hal berbeda meski tetap pada koridor kekayaan hayati. Dr. Rizkita Rachmi menjadi pembicara pertama. Dia membahas teknologi kultur jaringan dengan menggunakan bioreaktor. Dr. Rizkita memaparkan, teknologi jaringan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan bibit unggul dalam jumlah besar dan waktu yang singkat. Sementara bioreaktor sendiri digunakan untuk kultur jaringan dengan skala besar.
Menurutnya, teknologi kultur jaringan dapat mempercepat proses seleksi dalam mengembangkan pertanian, memiliki hasil yang terprediksi, serta merupakan solusi dari permasalahan regenerasi dan perkecambahan rendah daripada yang konvensional. Kultur jaringan membantu memperoleh tumbuhan dengan sifat unggul yang tahan penyakit dan memiliki produktivitas tinggi.
Dr.Eng. Isty Adhitya, pembicara kedua, kemudian membahas tentang pemanfaatan biosurfaktan untuk menanggulangi biokorosi. Pemaparan dibuka dengan permasalahan yang terjadi di industri perminyakan, yaitu produksi minyak bumi yang terus menurun dan korosi pada pipa logam. Berdasarkan data statistik secara global, sebanyak 20 persen korosi terjadi berasal dari microbial influenced corrosion (MIC).
Dr.Eng. Isty juga memaparkan teknologi baru biosurfaktan yang dihasilkan dari bakteri Bacillus sp. F7 sebagai pengganti biosida yang kurang ramah lingkungan untuk menanggulangi biokorosi. Biokorosi akibat biofilm disebabkan oleh proses elektrokimia yang menyebabkan logam hilang secara bertahap. Biofilm sendiri adalah mikroorganisme yang tumbuh pada permukaan logam yang dapat mempercepat terjadinya korosi.
Sementara itu, Rudi Dungani, Ph.D. menjadi pembicara terakhir. Dia membahas tentang produk kayu dan kegunaannya dalam membangun rumah tahan gempa dan tahan api. Sesi ketiga dibuka dengan gambaran bahwa konsumsi kayu bangunan untuk kebutuhan rumah di Indonesia mencapai 7,6 juta unit atau 800 ribu unit/tahunnya, dengan fakta bahwa penyediaan rumah menjadi pilar kemajuan sebuah negara.
Rudi mengatakan, Indonesia berada pada wilayah geologis yang rawan gempa (ring of fire), sehingga diperlukan konstruksi yang kokoh dan tahan atas gempa. Pada 2020, Rudi dan tim melakukan penelitian kayu lapis hibrida yang menggabungkan antara serabut atau serat buah kelapa dengan vinir batang jabon.
Produk hasil penelitian tersebut akhirnya diuji dalam skala laboratorium; uji kerapatan, uji penyerapan air, bending, bahkan melewati flammability test. Hasil dari uji tersebut menghasilkan keluaran bahwa laju pembakaran kayu lapis hibrida dapat ditingkatkan dengan adanya penambahan fire retardant. Selain itu, bending strength dan bending modulus pada kayu hibrida menunjukkan angka yang lebih tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai komponen dinding maupun plafon bagi rumah tahan gempa.
Pemaparan Rudi sekaligus menjadi akhir materi pada webinar hari kedua. Sebelumnya, SITH ITB juga menggelar webinar bersama para ahli. Ada total enam pembicara sampai hari kedua. SITH ITB berusaha untuk tetap memperluas wawasan melalui kegiatan-kegiatan virtual selama pandemi.
Reporter: Athira Syifa (Teknologi Pascapanen, 2019) dan Khalisha Rhea Amalia (Kimia, 2019)