Blockchain dan Metaverse: Bagaimana Pandangan Islam?
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id-Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB melalui Center for Islamic Business and Finance (CIBF) bekerja sama dengan IBF Net Group menyelenggarakan webinar berjudul “Blockchains and Metaverse: Islamic Perspective” Jumat (11/2/2022), untuk memfasilitasi para akademisi, entrepreneur, dan mahasiswa terhadap pemahaman Blockchain dan Metaverse dalam perspektif Islam.
Diadakan secara online, webinar tersebut dihadiri oleh Mufti Faraz Adam, dari Yaqeen Institute for Islamic Research, UK dan Yuliani Dwi Lestari dari SBM ITB. Webinar dibuka oleh Prof. Aurik Gustomo, Wakil Dekan Bidang Akademik SBM ITB dan CEO IBF Net Group, Mohammed Alim.
“Blockchain adalah pilar dari yang memicu revolusi 4.0, tetapi perlu pemahaman yang lebih lanjut terkait teknologi tersebut apakah halal atau haram dalam perspektif Islam,” ungkap Aurik Gustomo. Selain Blockchain, Aurik juga menyoroti perkembangan Metaverse yang saat ini sedang berkembang pesat di mana perlu diskusi lebih lanjut terkait hukumnya dalam Islam.
Mufti Faraz Adam dari, Yaqeen Institute for Islamic Research, United Kingdom, menjelaskan bahwa, Metaverse adalah dunia virtual yang bisa kita ciptakan dan eksplore bersama dengan orang lain di dunia fisik yang berbeda.
Menurut Mufti, untuk melihat apakah metaverse halal atau haram dalam dunia Islam, ada beberapa poin yang harus dipertimbangkan. Yang pertama terkait dengan kegunaan (utility). “Apakah teknologi tersebut berdampak positif terhadap kehidupan kita,” sorot Mufti. Ia menekankan, jika suatu hal tidak membawa kegunaan, tentu dalam Islam tidak diperbolehkan.
Selanjutnya, terkait pandangan islam terhadap metaverse, Mufti juga menyoroti pentingnya bagi kita untuk melihat dampak dari teknologi tersebut di dunia nyata. Jika metaverse mengganggu kehidupan nyata seseorang, seperti mengganggu kewajibannya sebagai umat Islam maupun kehidupan sehari-hari, sebaiknya hal tersebut dihindari.
“Apakah keterlibatan kita dalam metaverse mengganggu kewajiban kita sebagai muslim, serta kewajiban kita sehari-hari, dan apakah perbuatan tersebut berdampak buruk?” tanya Mufti.
Selain itu, Mufti menambahkan, penting juga bagi kita untuk melihat metaverse dari sisi desain dan pengalaman yang ditawarkan. Seperti misalnya, apakah ada desain yang haram di Islam yang dimuat dalam metaverse tersebut, serta adakah pengalaman yang ditawarkan bertentangan dengan ajaran Islam. Jika keburukan yang didapatkan dalam dunia metaverse lebih banyak dari kebaikannya, maka sebaiknya hal tersebut di tinggalkan.
Sejalan dengan pandangan Mufti, Yuliani Dwi Lestari juga melihat sesuatu dari kemanfaatannya. Dalam pemaparannya, Yuliani menjelaskan terkait dengan teknologi blockchain.
Blockchain adalah teknologi catatan data yang dikelola oleh sistem komputer yang tidak memiliki entitas apapun. Yuliani menjelaskan, salah satu implementasi dari blockchain sudah diterapkan dalam Islam seperti dalam bidang halal supply chain dan sistem tracking, perbankan dan asuransi, pendidikan, serta zakat. Jika blockchain digunakan dengan cara positif, maka hal tersebut akan memberikan manfaat dan sejalan dengan Islam.
Namun, Yuliani menyoroti pentingnya regulasi, sistem pengelolaan, dan pengujian sehingga teknologi blockchain ini dapat dimanfaatkan secara positif. Webinar diikuti oleh lebih dari 400 peserta dari dalam dan luar negeri dan dimoderatori oleh Oktofa Yudha, Director CIBF SBM ITB.
Sumber: Rilis SBM ITB