CEO Telkom Group Hadiri Studium Generale di Institut Teknologi Bandung
Oleh Anin Ayu Mahmudah
Editor Anin Ayu Mahmudah
BANDUNG, itb.ac.id – Kemajuan teknologi menjadi tuntutan besar bagi setiap negara untuk mengikuti laju pertumbuhan ekonomi digital. Dewasa ini, kebutuhan akan jaringan sudah seperti kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari. Karena persaingan di dunia digital telah menjamur di beragam kalangan di negara-negara di dunia, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi dan memenuhi kebutuhan ekonomi digital tersebut bagi masyarakatnya. Dengan tajuk “Developing Indonesia's Digital Economy”, Kuliah Umum Studium Generale kembali digelar pada Rabu (08/02/17) di Aula Barat ITB dengan pemateri Alex Janangkih Sinaga, CEO dari Telkom Group Indonesia.
Studium Generale dibuka dengan sambutan langsung dari Rektor Institut Teknologi Bandung Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi DEA dan diteruskan dengan penyampaian kuliah umum oleh Bapak Alex Janangkih Sinaga. Dalam kuliah umum yang beliau sampaikan, beliau membuka materi dengan menyampaikan salah satu visi yang dibuat oleh Presiden Republik Indonesia yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Menanggapi hal ini, Telkom Group menjadi salah satu perusahaan yang berperan besar dalam mensukseskan visi tersebut.
Pasalnya, saat ini perindustrian di dunia telah memasuki masa dimana perkembangan teknologi menjadi makanan instan yang paling enak bagi banyak kalangan. Karena perannya dalam memudahkan berbagai transaksi dan kegatan, perubahan perilaku manusia menanggapi perkembangan digital yang ditawarkan juga semakin besar. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah the pace is quickening. Dimana untuk mendapatkan 100 juta pengguna, telepon rumah memerlukan waktu 75 tahun, handphone 16 tahun, website 7 tahun, facebook 4 tahun sedagkan instagram hanya 2 tahun. Fakta ini menunjukkan bahwa seiring berkembangnya jaman, banyaknya masyarakat pengguna teknologi juga semakin meningkat.
Oleh karena itu munculah istilah disruptive, dengan kata lain mengganggu (usaha orang lain). Meskipun memiliki arti demikian, istilah inilah yang sesungguhnya melatar belakangi kesuksesan banyak pihak pengembang industri digital, dan hal itu sudah menjadi lazim di dunia industri. Sebagai contoh, pengguna uber menjadi lebih banyak dibanding pengguna taksi. Industri uber pada dasarnya melakukan praktik disruptive terhadap industri taksi. Seperti inilah bagaimana industri digital yang menjadi roda ekonomi digital itu bergerak. Sebagai eksekutor, hanya ada dua pilihan yaitu mengganggu (disrupt) atau diganggu (disrupted).
Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang matang antara akademisi, pemerintah, perusahaan serta komunitas untuk menyusun digital creative industry. Dari sinilah, diharapkan Telkom Group dan ITB dapat bekerjasama mewujudkan Developing Indonesia's Digital Economy.