Desain Inovasi Alat Outdoor, Mahasiswa ITB Raih Juara Lomba Inovasi Bisnis

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Foto: Dok. Pribadi

BANDUNG, itb.ac.id – Inspirasi dalam berkarya memang dapat diperoleh dari mana saja, termasuk dari fenomena gaya hidup kaum millenial. Melihat tren hobi mendaki gunung yang kian marak, dan juga alat tongsis untuk selfie, membuat Fadillah Muna’azat, bersama kedua rekannya menciptakan ide membuat “Triptole”. 


Tim “Triptole” beranggotakan tiga mahasiswa program studi Teknik Rekayasa Infrastruktur Lingkungan ITB angkatan 2016 yang terdiri atas Fadillah Muna’azat, Jayanti Ramadhany, dan Hanin Nuraini. Berkonsep 3 in 1, Triptole menggabungkan fungsi tripod, tongsis dan trekking pole dalam satu alat. Alat ini disebut-sebut sebagai inovasi alat outdoor terbaru yang multifungsional. Jadi ketika akan hiking, kita tidak perlu repot-repot membawa tiga alat sekaligus, cukup hanya dengan satu Triptole saja.

Fadil menceritakan, awalnya, TRIPTOLE merupakan karya yang diikutsertakan dalam program Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) namun hanya lolos sampai tahap monitoring dan evaluasi (monev). Melihat potensi dan peluang yang cukup besar, Fadil dan kawan-kawan dengan sejumlah penyesuaian kembali membawa Triptole pada perlombaan lainnya. 

Lewat prototype Triptole, tim tersebut berhasil meraih juara 1 dalam Lomba Ekuitas Creative Economic Week (ETICS) 2019 yang diselenggarakan pada bulan Maret lalu di STIE Ekuitas, Bandung. Pada lomba tersebut. tim ini berhasil menjadi juara setelah menyisihkan puluhan tim lainnya pada babak penyisihan. Pada babak final, Tim “Triptole” bersaing dengan lima tim lainnya yang berasal dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, termasuk Tim “Shanz” dari SBM ITB yang meraih Juara 2 dan Tim “Jireka Oil” dari Undip yang meraih juara 3.

Lomba lainnya, Triptole juga menjadi pemenang pada ajang Sriwijaya Entrepreneur Competition (Section) yang diselenggarakan oleh Universitas Sriwijaya, Palembang, pada 14-16 April yang lalu. 

Triptole sendiri memiliki bahan dasar besi alumunium dan memiliki berat 770 gram. Bentuk Triptole menyerupai alat trekking pole pada umumnya dengan ukuran 20x50 cm. Triptole disebut dapat menahan beban hingga 500 kN. Kelompok traveler dan pecinta fotografi menjadi target utama pemasaran Triptole yang direncanakan memiliki harga jual sekitar dua ratus ribu rupiah ini. Dalam pembuatan prototype-nya, tim Triptole dibantu oleh pihak ketiga yang melakukan produksi alat tersebut.

Menurut Fadil, Triptole buatannya memiliki keunggulan dalam hal perpaduan fungsi yang menjawab kebutuhan pasar akan alat yang dapat mengefisienkan perjalanan traveling khususnya bagi para pecinta alam. Selain itu, belum adanya produk sejenis yang beredar di pasaran menjadi salah satu peluang bagi pengembangan bisnis Triptole. Peluang tersebut didukung dengan hasil survey online yang dilakukan, di mana terdapat sekitar 89,81% responden di kalangan pecinta alam dan fotografer yang mengaku tertarik dengan inovasi Triptole.

Mengenai rencana ke depan, Fadil mengatakan bahwa untuk sementara waktu dirinya dan kawan-kawan akan fokus pada kegiatan akademik dan organisasi terlebih dahulu. Meski demikian, ia berharap “Triptole” dapat diproduksi secara massal dan terus berkembang. Rencananya, Fadil dan kawan-kawan akan mendaftarkan hak paten Triptole dan melakukan partnership atau kerjasama dengan pihak investor maupun perusahaan yang bergerak di bidang outdoor adventure. Kerjasama tersebut diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah pembiayaan dan pemasaran Triptole yang menjadi salah satu kendala pengembangan bisnis Triptole yang baru akan dirintis ini.

“Maunya kerjasama dengan pihak ketiga dalam hal pendanaan dan pemasaran, cuma belum tahu sekarang masih mau fokus yang lain dulu,” ujar Fadil.

Reporter: Nabila Nurul Maghfirah (Planologi, 2015)