Desain Taman Bermain untuk Difabel, Mahasiswa Arsitektur ITB Juara 1 Sayembara Architecture Carnival 1.0
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Dua mahasiswi Arsitektur ITB meraih juara 1 pada Sayembara Architecture Carnival 1.0. Kompetisi tersebut diselenggarakan oleh UIN Maulana Ibrahim Malang pada 26 Oktober 2019. Tim beranggotakan Azizah Rahmazahra (AR 16) dan Rafidah Azzar Dea (AR 16), mendesain taman bermain yang diperuntukkan bagi anak-anak penyandang disabilitas.
Berbeda dengan lomba desain secara umum, Sayembara Architecture Carnival 1.0 memiliki fokus untuk menunjang fasilitas anak-anak berkebutuhan khusus. Dengan diadakannya sayembara, diharapkan muncul kreasi dan gagasan yang implementatif untuk fasilitas bermain anak-anak khususnya di SLB Tamima Mumtaz, di Desa Madiredo, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.
Berangkat dari permasalahan mengenai hak-hak anak berkebutuhan khusus (ABK) yang belum terpenuhi yakni pendidikan dan hiburan, Azizah dan Dea mengusung ide mengenai taman bermain yang edukatif dan inklusif. Mereka menggabungkan peran SLB sebagai fasilitas pendidikan dan taman bermain sebagai fasilitas penunjang.
“Kami banyak berdiskusi dan meminta masukan dari banyak pihak, kemudian kami elaborasikan ide yang masuk, kami sesuaikan dengan keadaan lapangan dan faktor terpenting yakni kesesuaian terhadap pengguna atau user,” jelas Azizah.
Mengusung konsep utama modular, hal ini menjadi nilai plus taman bermain yang didesain Azizah dan Dea. Konsep modular memungkinkan untuk diaplikasikan dan dipasang dimana dan oleh siapa saja. Dimungkinkan juga untuk mengubah tata letak secara teratur karena modular dapat disusun-pasang seperti model permainan lego.
“Dengan space yang tersedia, kami berpikir untuk mengoptimalkan area serta dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi, sehingga muncul ide KUMCAH-KUMCAH atau Kumpul Bocah-Bocah ini,” Dea menguraikan lebih lanjut.
KUMCAH-KUMCAH menjadi solusi dari beberapa masalah yang diangkat seperti inklusivitas, kebutuhan (studi, bermain, dan penyembuhan), partisipatif, estetika, lokalitas, fleksibilitas, dan keberlanjutan. Desain taman bermain ini telah memenuhi standar bagi user difabel, sehingga siapapun dapat mengakses instalasi ini.
Playground dan area terbuka hijau di sekitar lokasi sekolah juga dimanfaatkan dengan baik sehingga menjadi daya tarik lebih. Adanya rumah burung adalah sebagai unsur healing bagi pengguna, sehingga dapat mendengar kicauan burung. Modular dirancang dengan berbagai alternatif susunan, memberi peluang bagi anak-anak dapat menentukan sendiri susunannya. Selain itu, instalasi modular ini berbahan dasar kayu sehingga memungkinkan masyarakat lokal untuk membangunnya tanpa memerlukan tenaga khusus. Hal ini dapat meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap instalasi ini nantinya. Terdapat pula ruang potensial yang multifungsi sehingga dapat meningkatkan kreativitas dan kebebasan pengguna dalam memanfaatkan ruang.
“Kami tidak hanya ingin mendesain ruang, kami juga ingin menimbulkan perasaan senang dan nyaman bagi pengguna. Kami ingin perasaan kami ini tersampaikan melalui instalasi taman bermain ini,” lanjut Azizah.
Meski terkendala penyusunan maket yang hanya diselesaikan dalam satu hari, Azizah dan Dea dinyatakan sebagai juara 1. Prestasi ini diumumkan setelah mereka menyampaikan presentasi di depan dewan juri yang terdiri dari kalangan dosen arsitektur yang juga user, arsitek, dan Kepala Sekolah SLB Tamima Mumtaz. Hal ini menunjukkan bahwa desain instalasi modular ini dinilai implementatif baik oleh expert maupun user.
Dea dan Azizah mengaku senang atas prestasi yang diraih. Mereka senang bisa mengembangkan ide menjadi suatu karya yang dinilai akan membawa manfaat bagi banyak orang. Pengalaman berharga ini telah mengajarkan banyak hal pada mereka secara pribadi. Mereka bertekad untuk terus berkembang serta mengajak mahasiswa untuk tidak merasa takut atau ragu dalam berkarya.
Reporter : Annisa Nur Diana (Teknik Lingkungan 2015)