Direktorat Kemahsiswaan ITB Gelar Psychological First Aid (PFA) bagi Dosen
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
JATINANGOR, itb.ac.id - Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa) ITB menggelar acara Psychological First Aid (PFA) bagi para dosen pada Rabu (09/08/23) di Ruang Seminar Gedung Utama Lt. 3, Kampus ITB Jatinangor. Acara ini merupakan hasil kolaborasi dengan UPT PSDM ITB, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Pendamping Sebaya ITB, dan Tim Duta Ditmawa ITB.
Direktur Kemahasiswaan ITB, Dr. G. Prasetyo Adhitama S.Sn, M. Sn., membuka secara resmi acara ini. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan bahwa acara PFA untuk dosen ini pertama kalinya diselenggarakan setelah sebelumnya hanya diperuntukkan bagi mahasiswa.
“Dalam kasus-kasus yang dihadapi di ITB terutama, tidak mungkin menyelesaikan persoalan atau mendeteksi persoalan itu dari awal hanya bersama mahasiswa. Tapi perlu melibatkan para dosen, terutama dosen wali, para kaprodi, dan orang tuanya,” ujarnya.
Dalam acara ini, dihadirkan pula beberapa pembicara dari Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dengan spesialisasinya masing-masing.
Materi pertama disampaikan oleh dr. Dini Indriany, Sp.KJ., Beliau menerangkan soal “Pengenalan dan Deteksi Dini Gangguan Jiwa bagi Dosen”. Menurutnya, masalah kesehatan jiwa pada mahasiswa biasa ditemukan dan dapat mempengaruhi nilai akademis. Namun, hal ini dapat diantisipasi sejak awal dengan mengetahui gejala-gejalanya.
“Dengan mengenal gejala gangguan jiwa, maka dapat meningkatkan pemahaman yang positif, mengurangi stigma, dan peran dari dosen dalam masalah kesehatan jiwa ini”, ujarnya.
Selanjutnya, Dra. Lismainar, M.Pd., Psikolog, menguraikan langkah-langkah dalam identifikasi masalah kesehatan jiwa pada mahasiswa. Pertama, dimulai dari membangun kesadaran dengan mengenali diri sendiri serta karakterisktik perkembangan remaja, hingga pada penerimaan diri.
“Setelahnya dosen perlu membangun empati dan tindakan, baik membantu secara langsung maupun memberikan jejaring dan rujukan,” katanya.
Jika P3K mengurangi ketidaknyamanan tubuh akibat luka fisik, PFA diperlukan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat reaksi emosi dan pikiran setelah mengalami peristiwa stress tinggi (traumatis). Keluarga dan teman merupakan orang terdekat dalam penanganan psikologis ini. PFA dapat dilakukan di lingkungan terbuka, tidak perlu di klinik.
Terdapat 6 langkah dalam PFA, yakni melihat, mendengar, memberi rasa nyaman, menghubungkan, melindungi, dan memberi harapan. Poin penting dalam hal ini adalah adanya empati dan menghadirkan diri kemudian menerima dengan sepenuh hati apa yang orang lain keluhkan.
“PFA sendiri bukanlah metode untuk mengobati, bukan pula konseling, termasuk memberikan label atau mendiagnosa. Akan tetapi, PFA memberikan dukungan saat seseorang mengalami krisis,” ucapnya.
Lebih lanjut, Winda Ratna Wulan, S.Kep. Ners., M.Kep., Sp.Kep.J., menjabarkan berbagai metode intervensi PFA. Acara semakin menarik karena metode ini diperagakan secara langsung, yakni butterfly hug dan hipnotis 5 jari.
Para peserta pun tampak antusias dalam menyimak dan memperagakan kedua metode ini. Selain itu, terdapat pula metode thought stopping, forgiveness therapy, dan relaksasi otot progresif.
PFA sendiri merupakan salah satu kegiatan pada rangkaian Penerimaan Mahasiswa ITB (PMB) 2023. Nantinya, PFA juga akan dilaksanakan untuk orang tua dan mahasiswa pada 15 dan 16 Agustus 2023.
Reporter: Muh. Umar Thoriq (Teknik Pangan, 2019)