Dirjen Migas: Future Outlook and Challenges for Indonesia’s Energy Sector
Oleh Aldy Kurnia Ramadhan
Editor Aldy Kurnia Ramadhan
BANDUNG, itb.ac.id – (SPE ITB SC) mengadakan gelaran tahunan bertajuk Integrated Petroleum Week 2017 (IPWeek2017) pada Kamis-Sabtu (16-18/02/17) bertempat di Institut Teknologi Bandung. Grand Seminar IPWeek2017 yang merupakan salah satu mata acara IPWeek2017 dilaksanakan pada Sabtu (18/02/17) bertempat di Aula Barat ITB. Seminar yang bertemakan “Dealing with Crisis – Making Another Way : Enhanced Oil Recovery” tersebut menghadirkan pembicara yaitu oleh Dr. Ir. I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja, M.SC., Dirjen Minyak dan Gas Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Kapriana Linggayanti, Consultant FRS Halliburton Indonesia, Puti Permata, EOR Manager Medco E&P Indonesia, serta Dr. Ir. Arsegianto, M.Sc., dosen Teknik Perminyakan ITB, serta I Ketut Budiartha dari SKK Migas.
Indonesia Negara Besar
Sesi pertama seminar dimulai dengan pemaparan materi oleh Dirjen Migas. Dalam paparan materinya, beliau menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara besar, namun kebutuhan energi nasional masih belum tercukupi sepenuhnya. Indonesia saat ini memiliki GDP 877.6 Milliar Dollar AS (2015) dan menempati urutan ke 16 negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Menurut prediksi dari beberapa lembaga ekonomi, pada tahun 2050 kelak Indonesia akan loncat ke peringkat 4 negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Namun dibalik kebesaran negara Indonesia, negara ini juga masih mempunyai masalah besar yaitu menyediakan energi yang cukup untuk 250 juta penduduk Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Penyediaan energi bagi seluruh rakyat Indonesia harus mengacu pada 5 asas, yaitu ketersediaan, aksebilitas, keterjangkauan, keberlanjutan, serta kesederhanaan. Kebutuhan energi nasional akan semakin tinggi di tahun-tahun mendatang, dan Indonesia harus dapat mengurangi ketergantungannya pada penggunaan energi fosil.
Saat ini, Indonesia sebenarnya masih memiliki potensi cekungan
hidrokarbon yang lumayan banyak. Namun, kebanyakan prospek hidrokarbon
tersebut berada di cekungan daerah laut dalam bagian Indonesia Timur.
Salah satu kekurangan Indonesia ialah penyedaiaan fasilitas dan
infrastruktur migas yang kurang memadai. Saat ini, infrastruktur migas
yang memadai baru terdapat di daerah Jawa, sebagian Sumatera dan
sebagian Kalimantan. Sedangkan selain daerah itu, infrastruktur masih
sangat kurang mendukung operasi eksplorasi dan eksploitasi migas. Oleh
karena itu, saat ini Pemerintah sedang berusaha melakukan percepatan
pembangunan jaringan infrastruktur hingga kilang-kilang minyak di
seluruh Indonesia.
Enhance Oil Recovery
Pada sesi kedua seminar disampaikan pemaparan oleh I Ketut Budiartha
dari SKK Migas. Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan bahwa saat ini
cadangan minyak Indonesia berada di kisaran 3,7 Miliar Barel minyak.
Dengan tingkat produksi saat ini, yaitu sekitar 800 ribu barel minyak
per hari, cadangan tersebut akan segera habis dalam beberapa tahun ke
depan. Saat ini, kegiatan eksplorasi migas Indonesia semakin sulit
karena kebanyakan prospek lokasi migas berada di daerah cekungan laut
dalam, sehingga membutuhkan biaya yang mahal dan teknologi yang lebih
mutakhir. Salah satu cara menjaga kestabilan energi nasional adalah
dengan cara memanfaatkan lapangan-lapangan minyak yang telah ada dan
menaikkan efisiensi pengangkatan minyak dengan teknologi Enhance Oil
Recovery (EOR).
EOR merupakan penggunaan berbagai teknik meliputi penggunaan bahan
kimia, pemanasan, serta injeksi gas untuk meningkatkan perolehan minyak
di lapangan. Namun, terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaan EOR,
antara lain tantangan teknis, fiskal, regulasi, hingga biaya yang
membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan EOR.
Sumber foto : Dokumentasi Pribadi.