Dosen ITB Ciptakan Protipe Deteksi Dini Tanah Longsor

Oleh Ahmad Fadil

Editor Ahmad Fadil


BANDUNG, itb.ac.id - Longsor merupakan pergerakan tanah yang mengakibatkan jatuhnya bebatuan dan gumpalan tanah. Bencana ini sering menimbulkan kerugian serta memakan korban jiwa. Berawal dari keprihatinan terhadap masyarakat yang terkena bencana ini, memberikan ide bagi Dr. Ir. Irdam Adil, M.T, untuk membuat sistem deteksi dini tanah longsor. 

Dr. Irdam merupakan salah seorang dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah menjalani profesinya sejak tahun 1984, sekaligus sebagai peneliti di kelompok keahlian Teknik Geodesi dan Geomatika. Salah satu daerah yang membuatnya semakin kuat untuk meneliti sistem ini adalah terjadinya bencana tanah longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada tahun 2014. “Saya prihatin melihat berita bencana tanah longsor di televisi waktu itu,  dan mulai terpikir bagaimana membuat suatu sistem yang mudah dan murah agar dapat membantu untuk menyelamatkan masyarakat bencana itu terjadi,” ungkapnya. 

Dikatakan oleh Irdam, secara umum tanah longsor memiliki kedalaman mulai dari permukaan tanah. Pergerakan tanah bagian atas biasanya akan lebih cepat daripada di bawahnya. Hal tersebut secara otomatis akan menyebabkan benda-benda di atasnya seperti rumah atau pohon akan miring terlebih dahulu sebelum benar-benar terjatuh. Proses ini menjadi ide dasar dalam sistem peringatan dini tanah longsor ini yang menurutnya terbilang sederhana karena menggunakan prinsip gaya tarik gravitasi.


Foto : Dr. Irdam sedang memonitor pemasangan alat deteksi peringatan dini tanah longsor

“Apabila sebuah bandul yang dipasang secara vertikal berubah kemiringannya dan terjadi kontak dengan sensorik ring, maka sirine akan otomatis berbunyi. Dan sirine ini setidaknya harus dapat terdengar minimal hingga radius 1 hingga 2 kilometer dari lokasi prototipe ini dipasang,” katanya.  Alat ini memiliki dua bagian, yaitu bagian inti yang terdiri dari elemen sensor, power supply arus DC 12 V, lampu sirine dan loudspeaker atau pengeras suara. Bagian pendukung lainnya adalah tiang penyangga setinggi 4 meter yang akan ditanam ke tanah sedalam 1 meter. Perkiraan total untuk pembuatan satu set alat berkisar  300 ribu rupiah.

Tahun 2017, alat deteksi dini tanah longsor buatan Dr. Irdam pertama kali diimplementasikan di Lampung. Sebelumnya, alat tersebut juga pernah dipublikasikan dalam acara International Conference of Science, Infrastructure Technology and Regional Development (ICoSITeR) 2016 di Lampung Selatan. 

“Karena alat ini sangat sederhana baik dalam prinsip dasar maupun bahannya, saya berharap masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor dapat memproduksi sendiri,” ujarnya. Ia pun menuturkan bahwa masyarakat harus memiliki kewaspadaan terhadap daerah tempat tinggalnya. Pemerintah menurutnya dapat membantu mengedukasi masyarakat, dalam hal peningkatan kesadaran untuk tanggap bencana lewat simulasi evakuasi bencana “Karena sebenarnya masyarakat hanya punya waktu beberapa menit saja untuk menyelamatkan diri,” ujarnya mengingatkan.  

Ditengah padatnya aktivitas menjadi pengajar di ITB dan ITERA (Institut Teknologi Sumatera), dirinya juga disibukkan dengan pengembangan riset-risetnya di bidang surveying dan perpetaan lainnya, seperti alat pendeteksi cuaca, alat sensoris pasang surut air, dan alat pengukur kedalaman air.  Ia juga menitipkan pesan kepada seluruh mahasiswa ITB agar terus berkarya dan berkolaborasi dengan mahasiswa antar jurusan untuk menciptakan karya yang dapat membantu memecahkan masalah-masalah di masyarakat.

Pengembangan kedepan untuk alat deteksi tanah longsor ini, ia mengatakan inovasi yang dapat dilakukan adalah penambahan sistem komunikasi data jarak jauh. “Dengan menambahkan sistem komunikasi data jarak jauh, maka saat longsor akan terjadi, informasi dapat dikirim cepat ke lembaga-lembaga terkait untuk mengantisipasi tindakan penyelamatan korban secepat mungkin,” pungkasnya.

Penulis: Billy Akbar Prabowo (Teknik Metalurgi 2016)

Sumber Foto : KK Teknik Geodesi dan Geomatika/ Dr. Irdam