Mahasiswa ITB Petakan Prediksi Daerah Rawan Longsor Kabupaten Bandung Barat

Oleh Abdiel Jeremi W

Editor Abdiel Jeremi W

BANDUNG, itb.ac.id - Sebagai negara yang terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan bencana longsor rawan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, terutama daerah yang didominasi oleh persebaran batuan yang sudah lapuk seperti halnya Kabupaten Bandung Barat. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari 78 kejadian bencana pada tahun 2008-2016 di Kabupaten Bandung Barat, 54 kejadian di antaranya merupakan kejadian bencana tanah longsor. Oleh karena itu, tim penelitian mahasiswa ITB yang terdiri dari Muhammad Hanif Affan Yusron (Meteorologi 2013), Ethis Yuantoro (Teknik Geologi 2013), Muhammad Ayyub Khairiansyah (Teknik Geologi 2013), Arsy Rahmadani (Teknik Geologi 2014), dan Irineu Rakhmah Fauziah (Meteorologi 2014) melakukan mitigasi bencana longsor sebagai upaya untuk meminimalisir dampak negatif bencana longsor.

Pentingnya Mitigasi Bencana yang Efektif


Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko yang disebabkan oleh bencana baik melalui pembangunan maupun penyadaran dan edukasi dalam menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana longsor yang paling awal dan efektif adalah mengetahui persebaran daerah rawan longsor. Pemetaan daerah rawan longsor yang ada saat ini kebanyakan masih menggunakan data curah hujan rata-rata klimatologis yang sifatnya relatif statis. Padahal, longsor sering terjadi akibat hujan dengan intensitas dan durasi tertentu yang sifatnya relatif dinamis.


Kabupaten Bandung Barat mengalami bencana tanah longsor setiap tahunnya. Bencana tanah longsor memberikan banyak kerugian bagi masyarakat, baik kerugian secara materi maupun korban jiwa. Dampak kerugian tersebut terjadi karena kurangnya wawasan dari masyarakat terhadap bencana longsor. Hal tersebut dapat diminimalisir dengan upaya mitigasi bencana.

Model TRIGRS sebagai Solusi Mitigasi Bencana Longsor

Untuk mendapatkan data curah hujan yang lebih presisi, tim peneliti menggunakan model Transient Rainfall Infiltraton Grid-based Regional Slope-stability (TRIGRS) demi menghasilkan nilai safety factor (faktor keselamatan). Cara mendapatkan nilai safety factor dari model TRIGRS adalah dengan memasukkan berbagai data geologi, data hidrologi, dan data curah hujan. Data curah hujan yang dimasukkan ke dalam model TRIGRS bersifat dinamis karena nilainya terus berubah dari waktu ke waktu.


Hasil pemodelan curah hujan dengan model TRIGRS dapat dimanfaatkan oleh tim ini untuk menciptakan peta prediksi persebaran daerah rawan longsor di Kabupaten Bandung Barat yang lebih akurat. Peta prediksi persebaran daerah rawan longsor ini dapat digunakan oleh banyak pihak, terutama pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Pemerintah dapat menggunakannya sebagai dasar dalam mengambil tindakan untuk pencegahan dan penanggulangan bencana longsor di daerah Bandung Barat. Selain itu, mitigasi bencana tanah longsor di daerah Kabupaten Bandung Barat dapat dilakukan dengan lebih efektif. 


Penelitian ini tentu memiliki dampak positif yang sangat besar bagi masyarakat. Peta kerawanan longsor yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Barat, sehingga bangunan dapat ditempatkan pada daerah yang kondisi tanahnya stabil atau relatif aman terhadap longsor. Langkah ini diharapkan mampu mengurangi jumlah kerusakan infrastruktur yang disebabkan oleh bencana tanah longsor di masa depan. 


Peta yang dihasilkan juga dapat dijadikan sarana untuk memberikan edukasi kebencanaan, khususnya bencana tanah longsor kepada masyarakat Kabupaten Bandung Barat. Melalui edukasi, masyarakat diharapkan dapat semakin mawas diri terhadap bencana longsor di Kabupaten Bandung Barat, terutama di daerah rawan longsor yang dipetakan. Dengan demikian, diharapkan jumlah korban jiwa yang disebabkan oleh bencana tanah longsor dapat diminimalkan.


Tak kalah penting, peta yang dihasilkan juga dapat dijadikan sebagai referensi bagi tim peneliti maupun peneliti lain untuk penelitian lanjutan yang lebih mendalam. Tim peneliti berharap semakin banyak peta prediksi rawan longsor yang lebih presisi dapat diciptakan di kemudian hari. Peta prediksi juga diharapkan mampu mencakup wilayah yang lebih luas lagi. Dengan demikian, mitigasi bencana tanah longsor di seluruh wilayah Indonesia dapat dilakukan dengan lebih efektif.

Penulis: M. Armando Siahaan (Teknik Pangan 2015)