Dosen Sekolah Farmasi ITB Formulasikan Antibiotik Superior bersama Tokyo Institute of Technology
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id – Jalinan kerja sama selama belasan tahun membuat Institut Teknologi Bandung dan Tokyo Institute of Technology (TIT) berhasil menerbitkan karya-karya publikasi jurnal unggulan dan usulan paten. Kerja sama kali ini datang dari dosen Sekolah Farmasi Kelompok Keahlian Farmakokimia ITB, Dr. apt. Ilma Nugrahani, S.Farm., M.Si. Dia berhasil memformulasikan antibiotik superior bersama Hidehiro Uekusa, Ph.D. selaku pemilik Uekusa Laboratory TIT di Tokyo, Jepang.
Sejak dulu hingga dewasa ini, dunia memang tidak ada habis-habisnya berperang dengan berbagai penyakit. Infector memiliki kemampuan yang silih bermutasi, sedangkan manusia mau tidak mau mesti beradaptasi demi mempertahankan diri. Obat lantas menjadi salah satu senjata pertahanan diri setelah pangan.
Perkembangan antibiotik sebagai penangkal infector efektif, juga tidak berhenti di situ saja. Berbagai jenis antibiotik sudah dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan penyakitnya berdasarkan strukturnya. Salah satunya adalah golongan fluorokuinolon yang saat ini banyak diresepkan seperti siprofloksasin dan levofloksasin.
Efektivitas antibiotik bisa dilihat dari strukturnya secara kimia dan fisika. Sayangnya, kebanyakan antibiotik memiliki kelarutan yang kurang baik dalam air sehingga menurunkan kinerjanya untuk diserap oleh tubuh. Berbagai cara dilakukan untuk mencari terobosan atas masalah ini. Salah satunya adalah membuat bahan multikomponen yang dikombinasikan dengan obat supaya tercipta ikatan ionik dan netral yang lebih mudah diterima oleh tubuh. Dr. Ilma lantas mengembangkan antibiotik dengan cara meningkatkan efektivitasnya melalui sudut pandang latar belakang tersebut.
“Sistem multikomponen dapat merupakan kombinasi obat atau obat-eksipien. Beberapa tahun terakhir kami secara intens melakukan pengembangan dan analisis padatan obat untuk menghasilkan berbagai sistem multikomponen baru antibiotika dengan performa superior,” ujar Dr. Ilma dalam tulisannya di Rubrik Rekacipta ITB di Media Indonesia, 27 Juni 2021. Simak artikel menarik lainnya di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id/
Penelitian dimulai dari penelusuran koformer melalui studi pustaka untuk mencari yang memenuhi kriteria keamanan secara farmakologis, stabilitas, serta memiliki gugus yang bisa berikatan dengan obat. Pembentukan garam biasanya terjadi ketika perbedaan keasaman garam (pKa) lebih dari tiga, sedangkan jika kurang dari itu komponen akan menghasilkan sistem multikomponen netral yang disebut kokristal.
Sistem multikomponen tersebut kemudian ditetapkan perbandingan molarnya untuk membuat suatu diagram fase yang akan menampilkan fase berbentuk W dengan dua titik eutektikum (suhu lebur yang lebih rendah dari tiap komponennya). Titik eutektikum ini dijadikan sebagai indikator interaksi sistem multikomponen tersebut.
Setelah melalui proses isolasi kristal tunggal multikomponen dengan pencampuran, pelarutan, dan penguapan pelarut, hasil itu kemudian dikarakterisasikan dengan berbagai instrumentasi padatan secara berurutan yaitu analisis termal, spektroskopi, inframerah, difraksi sinar-x, serbuk, dan difraksi sinar-x kristal tunggal.
“Kami melakukan pengembangan kristal multikomponen dari bahan baku siprofloksasin dan levofloksasin dengan teknik rekayasa padatan,” terang Dr. Ilma.
Siprofloksasin memiliki pKa 6.09, sedangkan levofloksasin 5.45. Kelarutan keduanya rendah di dalam air. Mengingat antibiotik fluorokuinolon bersifat larut dalam asam, maka dipilih koformer dengan keasaman yang lebih rendah, yaitu asam sitrat (pKa = 3.13) dan asam salisilat (pKa = 2.79). Kedua asam tersebut larut di dalam air, stabilitas yang baik, dan mudah didapatkan. Di sisi lain, keduanya juga memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidannya tersendiri.
Hingga akhirnya teramatilah seluruh sistem multikomponen yang dihasilkan dapat mengingkatkan kelarutan antibiotika fluorokuinolon sampai lebih dari 10 kali. Dari pengamatan potensi mikrobiologis, terjadi peningkatan aktivitas hingga 1,5 kali, yang berarti bisa menurunkan dosis antibiotika.
Dr. Ilma mengatakan, pengembangan sistem multikomponen tersebut pada dasarnya sederhana. Hanya saja diperlukan berbagai instrumentasi yang mungkin belum banyak dijumpai di industri ataupun di laboratorium yang ada di dalam negeri. Perangkat tersebut di antaranya, pengamatan visual, analisis termal, spektrofotometer vibrasi, dan difraksi sinar-x. Menurutnya, sudah sepatutnya mahasiswa dan para peneliti bisa menguasai metode analisis dan rekayasa padatan terkini supaya tidak tertinggal dari negara lain.
Reporter: Lukman Ali (Teknik Mesin, 2020)