Dr. Arni Sholihah, Dosen Muda ITB Peneliti Sungai di Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Dalam rangka Hari Bumi yang jatuh pada Jumat (22/4/2022), reporter Humas ITB berkesempatan melakukan wawancara dengan Dr. Arni Rahmawati Fahmi Sholihah yang mendapatkan Dana Riset Peningkatan Kapasitas Dosen Muda. Judul riset yang ia ajukan adalah terkait Eksplorasi Diversitas Ikan Air Tawar di Hulu Daerah Aliran Sungai Citanduy, Jawa Barat.
Arni merupakan Dosen Muda SITH ITB yang juga alumni dari jurusan Biologi ITB. Selama menjadi mahasiswa di Biologi ITB, ia menjabat sebagai Senator Himpunan yang menjadi representasi Himpunan di Kongres KM ITB.
Arni memiliki fokus riset tentang biogeografi Sundaland. Saat kuliah S3, riset yang dilakukannya adalah tentang sungai-sungai yang menggabungkan Sundaland, seperti sungai di daerah utara Jawa lalu dilakukan perbandingan. Maka saat ini risetnya berfokus mencari sungai yang belum memiliki data terutama di daerah selatan Jawa sehingga data dapat disatukan dengan sungai di daerah utara Jawa.
Sungai Citanduy menjadi lokasi risetnya terkini karena sudah memiliki balai pengurus sungai sehingga birokrasinya cukup mudah. Selain itu, Sungai Citanduy juga berada di daerah selatan Jawa dan jauh lebih bersih dari Sungai Citarum.
Menurut Arni, polusi yang terjadi di Sungai Citanduy adalah eutrofikasi dari lahan pertanian. Bagian hulu menjadi lokasi polusi karena terdapat gunung sehingga secara evolusi dapat melihat perbedaan spesies di hulu akibat isolasi geografis, sedangkan saat menggunakan daerah hilir untuk mencari informasi evolusi cukup sulit. Ia berharap setelah mendapatkan data Sungai Citanduy juga dapat melakukan riset di Sungai Cimanuk.
Fokus dari penelitian Arni bukanlah ikan air tawar, tetapi sejarah dari suatu daerah. Ikan air tawar merupakan salah satu hewan model untuk mempermudah penelitian berdasarkan benchmark hasil riset S3 di daerah utara Jawa. Pada awalnya spesimen yang akan dianalisis adalah makrozoobentos, tetapi terdapat banyak makrozoobentos alien atau spesies yang bukan berasal dari daerah tersebut yang juga dapat disebut spesies invasif. Pada daerah hulu Jawa Barat sudah banyak pertanian sehingga sulit mendapatkan ikan bahkan makrozoobentos. “Harapan dari hasil riset ini setelah mendapatkan data ikan juga mendapatkan data makrozoobentos,” jelasnya.
Inspirasi penelitian yang dilakukan Arni adalah berhubungan dengan ekologi. Selain itu, Arni juga terinspirasi oleh Prof. Dr. Djoko Tjahjono Iskandar, seorang Dosen SITH ITB yang memiliki eksplorasi tertinggi.
Pada saat ini proses dari riset dalam tahap survei titik. Penentuan survei titik sulit dilakukan karena tidak berfokus pada jarak, tetapi pada perubahan signifikan seperti tipe lahan. Setiap tipe lahan yang berbeda dapat diamati secara visual dari batu dan arus. Hal ini karena biogeografi ingin mengetahui evolusi yang terjadi sehingga belum ada titik dan jarak pasti untuk mengetahui habitat dari spesies model untuk mengetahui evolusi. Pengambilan data akan dilaksanakan pada bulan Juni 2022 setelah UAS.
Dalam rangka Hari Bumi, kami menanyakan pendapat Arni mengenai polusi terhadap diversitas ikan air tawar. Berikut adalah tanggapan dari Arni.
“Sedih. Jika membandingkan Pulau Jawa dan Pulau Borneo terdapat perbedaan. Sungai di Pulau Jawa terdapat banyak sampah sehingga terdapat ikan yang punah seperti ikan belida (Chitala lopis), tapi di pulau lain masih ada. Cara mendapatkan lokasi ikan berdasarkan omongan warga lokal. Indonesia terutama Pulau Jawa terdapat informasi mengenai ikan air tawar, tapi data tersebut sudah ratusan tahun lalu dan baru ditambahkan oleh kelompok riset saya.”
“Jika dibandingkan dengan negara asing yang sudah memiliki basic science dan data dari ratusan tahun lalu, cukup mudah untuk melakukan aplikasi. Namun, di Indonesia saat ini data tidak cukup banyak sehingga fokus pengembangan riset yang menghasilkan return berupa data untuk aplikasi. Hal ini berbeda dengan biogeografi yang membahas histori dengan aplikasi yang tidak cepat mendapatkan return.”
“Di Bumi terdapat banyak spesies sehingga yang berhak hidup di Bumi juga banyak. Mungkin karena manusia spesies yang baru menyebabkan manusia masih egois dan mementingkan spesies sendiri hingga terjadi presepsi bahwa bumi tentang manusia. Jika sifat egois masih ada, bumi akan rusak sehingga sulit untuk kita menikmati hidup. Saya pribadi juga menjadi sulit mendapatkan spesimen ikan karena banyak polutan di sungai.”
Reporter: Alvina Putri Nabilah (Biologi, 2019)