Edukasi Budikdamber untuk Lawan Stunting: Aksi Kolaboratif Mahasiswa ITB dan UB di Kabupaten Ngada
Oleh Mufti Ali Farkhan - Mahasiswa Oseanografi, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.
NGADA, itb.ac.id – Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Brawijaya (UB) melaksanakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (Pengmas) di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Selasa (1/7/2025). Bertempat di Rumah Dinas Jabatan Bupati Ngada, kegiatan ini mengangkat isu stunting.
Berdasarkan data dari BPS per tahun 2024, angka stunting di Kabupaten Ngada mencapai 997 kasus. Angka prevalensi stunting di wilayah pegunungan Ngada tersebut mengalami peningkatan dari 9% menjadi sekitar 13%. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap sumber protein hewani seperti ikan laut, terutama bagi masyarakat yang tinggal di dataran tinggi, serta rendahnya tingkat pendidikan, yang hanya mencatat 6,62% warga berpendidikan sarjana.

Berdasarkan hal tersebut, tim pengabdian masyarakat dari ITB dan UB yang terdiri atas empat dosen dan empat mahasiswa menghadirkan solusi inovatif melalui edukasi dan pelatihan teknologi Budidaya Ikan dalam Ember (Budikdamber). Konsep ini mengintegrasikan budidaya ikan air tawar seperti lele atau nila dengan tanaman seperti kangkung atau bayam dalam satu wadah. Tujuannya memberikan alternatif pemenuhan gizi keluarga secara mandiri dan terjangkau.
Program ini dimulai dengan kuliah umum tentang isu stunting dan pengenalan teknologi budikdamber, dilanjutkan pelatihan praktik budidaya ikan air tawar (lele atau nila) yang dikombinasikan dengan tanaman sayuran seperti kangkung atau bayam dalam satu wadah ember. Sesi diskusi interaktif juga diadakan sebelum acara ditutup secara resmi oleh Ketua TP PKK Kabupaten Ngada.

“Konsep budidaya ini cocok diterapkan di daerah dataran tinggi karena mudah, murah, dan dapat langsung digunakan di lingkungan rumah tangga,” ujar Riyanisa, pembantu peneliti.
Secara geografis, Kabupaten Ngada memiliki dua gunung aktif, yaitu Inerie dan Ine Lika, yang menjadikan tanahnya subur dan potensial untuk budidaya air tawar. Namun, keterbatasan infrastruktur distribusi dan logistik menyebabkan masyarakat di pegunungan sulit mendapatkan benih ikan dan pakan dengan harga terjangkau. Selama ini, benih harus didatangkan dari daerah lain seperti Kupang dan Ende, yang berdampak pada biaya yang tinggi.
Melalui pendekatan berbasis teknologi tepat guna, tim Pengmas memperkenalkan rancangan sistem budikdamber yang ekonomis dan mudah direplikasi. Ember yang digunakan dimodifikasi dengan keran pada bagian bawah, diisi benih ikan sesuai ukuran dan kapasitas, serta ditambahkan media hidroponik sederhana untuk menanam sayuran di atasnya.

Ketua PKK dan Dinas Perikanan setempat menyatakan keinginan untuk menjadikan kegiatan ini sebagai program berkelanjutan setiap tahunnya. Masyarakat pun menunjukkan harapan serupa, dengan permintaan akan pelatihan lanjutan di bidang teknologi pangan dan perikanan.
“Pesan utama dari kegiatan ini adalah bahwa setiap rumah tangga berhak atas keadilan gizi. Mahasiswa dan akademisi harus hadir dan berkontribusi nyata dalam memecahkan persoalan sosial, terutama di daerah yang masih tertinggal secara infrastruktur dan pendidikan,” tutur Riyanisa.








