Forum Guru Besar ITB Bahas Keseimbangan Antara Produksi Migas dan Lingkungan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – Forum Guru Besar (FGB) Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menyelenggarakan webinar pada Jumat (8/7/2022) dengan topik “Energi Transisi Indonesia: Menyolok Kesetimbangan antara Peningkatan Produksi Migas dan Menyelamatkan Lingkungan”. Hadir sebagai narasumber pada webinar tersebut yaitu Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Prof. Ir. Tutuka Ariadji, M.Sc. Ph.D.

Ketua FGB ITB Prof. Edy Tri Baskoro, M.Sc., Ph.D., dalam pembukaannya mengatakan, “Salah satu tugas FGB ITB adalah memberikan pemikiran akademik terhadap usaha-usaha dalam pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa.”

Menurut Prof. Edy, salah satu permasalahan besar dan penting yang kita hadapi dalam kehidupan saat ini dan ke depan adalah penyediaan energi yang ramah lingkungan. “Untuk itu, semoga melalui webinar ini kita memperoleh pemahaman komprehensif tentang kebijakan nasional dan wawasan akademik lebih luas tentang hal tersebut,” jelasnya.

Ketua Komisi III FGB ITB sekaligus moderator webinar, Prof. Benyamin Sapiie, membuka diskusi dengan paparan singkat mengenai isu energi migas (minyak dan gas bumi) yang dianggap sebagai dirty energy karena berkaitan dengan perubahan iklim; pembakarannya memproduksi karbon dioksida yang dapat perangkap panas di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. “Namun, migas berkontribusi terhadap 80% penggunaan energi dunia, sehingga pertanyaan besar muncul: apakah manusia bisa memanfaatkan dirty energy ini menjadi lebih bersih dan ‘hijau’ ”?

Menjawab persoalan tersebut, Prof. Tutuka menjelaskan bahwa prospek pasokan migas semakin ketat, dan harga energi dunia masih tinggi. Pemerintah Indonesia telah memetakan jalan menuju netralitas karbon pada 2060 di sektor energi, termasuk program-program dari sisi suplai maupun permintaan.

Akan tetapi menurutnya, dalam segi pasokan dan kebutuhan BBM dan LPG nasional, impor energi masih terjadi dan terus menunjukkan tren kenaikan. Harganya pun sangat tinggi dibandingnya tahun-tahun sebelumnya. “Kita perlu teknologi penyimpanan dan berkelanjutan lain segera,” kata Guru Besar pada KK Teknik Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB itu.

Secara pembagian kewenangan pada sektor migas, perumusan dan pelaksanaan kebijakan ditanggung oleh Ditjen Migas. SKK Migas lebih mengatur segi operasionalnya di sisi hulu sedangkan BPH Migas mengontrol segi operasionalnya di sisi hilir. Regulasi-regulasi yang dikeluarkan untuk migas- maupun dari hulu atau hilir- ditentukan dan diperuntukkan untuk badan usaha terkait.

Menyadari kondisi saat ini bahwa diperlukan strategi yang tepat untuk masa depan, peran energi fosil dalam transisi energi dituangkan ke dalam beberapa program dalam upaya mengoptimalisasi pemanfaatan gas bumi. Program-program ini dibuat bagi dua jenis sumber energi: minyak dan gas bumi, serta batubara dan mineral. Perencanaan ini juga menyatakan strategi pemanfaatan bagi masing-masing sumber. Contohnya, migas dapat ditingkatkan cadangannya melalui optimalisasi produksi lapangan yang ada dan proses transformasi resource to production, sementara batubara dan mineral dapat dioptimalisasi pemanfaatannya lewat pengurangan penggunaannya serta peningkatan pengolahan dan permurniannya.

“Kalau kita ditanyakan energi transisi Indonesia apa, jawabannya adalah gas bumi karena kita mempunyai sumber dayanya yang cukup banyak,” Prof. Tutuka menambahkan. Saat ini ada beberapa proyek migas yang diharapkan bisa meningkatkan produksi sebesar 65.000 barel minyak per hari. Ada pun potensi giant oil discovery, di mana eksplorasi di Indonesia Timur terintegrasi dan telah mencapai penemuan baru di beberapa lokasi.

Selain itu, kebijakan penyesuaian harga gas bumi diberlakukan agar menjamin efisiensi dan efektivitas pengaliran gas bumi. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, industri, dan lapangan kerja sambil meningkatkan daya saing dan kapasitas industri. Kebijakan ini dapat menyubstitusi impor dan mendorong energi bersih lewat konversi pembangkit diesel ke gas.

Konversi diesel ke LNG (Liquefied Natural Gas) juga diinisiasi dalam program konversi unit pembangkit listrik berbahan bakar diesel menjadi gas di 33 lokasi di Indonesia. Selanjutnya adalah rencana pengembangan infrastruktur gas bumi yang terdiri dari program pembangunan jaringan gas kota, pembangunan pipa ruas transmisi Semarang-Batang, dan pengembangan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas).

“Dalam saat ini kita berada dalam masa yang sulit jadi kita perlu melakukan penghematan dan diversifikasi energi. Energi terbarukan dapat digunakan dan dari segi subsidi yang dilakukan untuk BBM perlu dikurangi. Pembangunan serta pembagian kewenangan sistem migas perlu dioptimalkan bersama,” Prof. Tutuka menyimpulkan hasil diskusinya. “Transisi kita adalah gas, dan diharapkan dapat dimanfaatnya lebih ke depannya.”

Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)