Gajah Forum Expert Series: Diskusi Pembiayaan Jalan Tol di Indonesia Bersama Para Ahli

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id—Forum diskusi yang diinisiasi oleh Ikatan Alumni ITB (IA ITB), tepatnya oleh Kementerian Infrastruktur dan Perumahan IA ITB, telah berlangsung pada Rabu, 15 Desember 2021 melalui platform Zoom dan YouTube Live. Diskusi ini termasuk ke dalam seri Gajah Expert Forum Series dengan tajuk “Pembiayaan Berkelanjutan Jalan Tol di Indonesia”.

Narasumber yang hadir sangat berpengalaman di bidang sarana dan prasarana transportasi, terutama terkait jalan tol. Forum ini dimoderatori oleh Aine Kusumawati, Lektor Kepala Kelompok Keahlian Rekayasa Transportasi ITB.

Acara diawali pidato pembuka oleh Ketua Umum Ikatan Alumni ITB, Gembong Primadjaja. Dalam kesempatan ini, Gembong menyampaikan forum ini menjadi wadah alumni ITB untuk mengedukasi masyarakat dan sharing knowledge antaralumni. Menurutnya, jalan tol merupakan infrastruktur strategis yang dapat menghubungkan konektivitas nasional dan sangat berhubungan dengan perekonomian negara. “Banyak tantangan yang dihadapi, termasuk pembiayaannya,” ujar Gembong. Seperti yang diketahui, dana pembangunan jalan tol terbatas sehingga pembangunannya harus dipikirkan secara matang.

Melalui Gajah Forum Expert Series yang telah mendatangkan ahlinya, Gembong berharap peserta mendapatkan pengetahuan terkait pembiayaan jalan tol di Indonesia beserta aspek-aspek pembangunan jalan tol.

Salah satu narasumber yang hadir pada forum diskusi ini adalah Rudy Hermawan Karsaman. Rudy menyampaikan pemaparan dengan tema “Model Alternatif Bisnis Jalan Tol”. Guru Besar Faktultas Teknik Sipil dan Lingkungan Kelompok Keahlian Rekayasa Transportasi ITB ini membuka pemaparan dengan persepsi masyarakat terhadap jalan tol. Tentunya, masyarakat ada yang mendukung dan ada pula yang menolak pembuatan jalan tol. Kemudian, Rudy menjelaskan banyak hal terkait jalan tol, seperti dasar pembangunan jalan tol di Indonesia, sejarah jalan tol di dunia, hingga tantangan pembangunan jalan tol di Indonesia. Ia menyampaikan rendahnya potensi pengguna jalan tol, masa proyek yang panjang, serta proses pembebasan lahan dapat menghambat pembangunan.

Selanjutnya, lulusan Teknik Sipil ITB Angkatan 1987 ini memaparkan beberapa alternatif pembiayaan jalan tol. Rudy menyebutkan tarif jalan tol di Indonesia tidak menghubungkan besarnya tarif dengan volume demand. Hal ini menyebabkan investor turut menanggung seluruh risiko akibat demand. Negara lain telah menerapkan metode pembayaran lain, yaitu shadow toll. Melalui cara ini, tarif tol dikelompokkan menjadi beberapa kategori (band). Jika volume lalu lintas rendah, tarif tol semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya. Penetapan ini akan sangat berdampak pada keuntungan (revenue).

Rudy berkata, “Kalau dilihat dari revenue, pada kondisi (tarif tol) normal, revenue akan naik terus. Kalau melalui shadow toll, revenue akan tetap. Ini berdasarkan keinginan bahwa badan usaha tidak mendapatkan keuntungan yang berlebihan.”

Selain shadow toll, Rudy menyebut alternatif lain, seperti performance based annuity scheme (PBAS) atau kerap disebut availability payment (AP). Menurut Rudy, metode ini dapat digunakan untuk jalan tol yang layak secara ekonomi, namun tidak layak secara finansial. Ia turut menambahkan keuntungan metode ini adalah pemerintah lebih mudah melakukan pembayaran selama masa konsesi karena tidak bergantung kepada lalu lintas harian (LHR) dan BUJT tidak perlu menanggung risiko akibat lalu lintas.

Alternatif lainnya yang dijabarkan oleh Rudy adalah hybrid annuity model (HAM), toll road corridor development, investasi pembangunan jalan tol berdasarkan sistem syariah, dan sistem asuransi syariah. Seluruh alternatif memiliki kemungkinan untuk diterapkan di Indonesia, namun tetap dengan pertimbangan secara kebijakan dan persiapan yang matang.

Rudy menutup pemaparannya dengan visi pembangunan jalan tol 25 – 50 tahun mendatang. Ia mengungkapkan akan habisnya masa konsesi jalan tol di Indonesia selama puluhan tahun mendatang. Ia tidak tahu apakah nantinya akan menjadi freeway non-toll seluruhnya atau membebankan pengguna biaya operasi dan pemeliharaannya.


Hadir pula narasumber lain yang memberikan pemaparan dalam diskusi ini, yaitu Budi Harimawan Semihardjo (Direktur Jalan Bebas Hambatang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Subakti Syukur (Direktur Utama Jasa Marga), dan Novias Nurendra (Direktur Operasi I PT Hutama Karya). Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, hadir sebagai keynote speaker serta Arya Sinulingga, Staf Khusus III Menteri BUMN, menutup diskusi dengan pidato penutup.

Reporter: Hanan Fadhilah Ramadhani (Teknik Sipil Angkatan 2019)