Geopoint 2014: Seminar Peran Data Geopasial dalam Kebencanaan
Oleh Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Editor Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang besar. Manajemen bencana menjadi sangat penting dalam mengurangi risiko bencana seperti kerugian material hingga korban nyawa. Dalam siklus manajemen bencana, mulai dari pra bencana hingga pasca bencana, diperlukan data sebagai bahan masukan untuk menganalisis, khususnya data spasial. Data spasial kini menjadi platform dalam penanggulangan bencana.
Hal tersebut melatarbelakangi Ikatan Mahasiswa Geodesi (IMG) ITB dalam menyelenggarakan sebuah seminar yang bertajuk 'Pemanfaatan Infrastruktur Informasi Geospasial sebagai Ujung Tombak'. Seminar tersebut diadakan di Aula Barat ITB pada Kamis (24/04/14) yang diisi oleh 6 pembicara yaitu Lilik Kurniawan, ST. MSc. (Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB), Dr. Irwan Meilano (Peneliti Mitigasi Bencana ITB), Fredy Chandra, ST. (Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction),Prof. Dr. Ketut Wikantika (Ketua KK Inderaja dan Sains Informasi Geografi ITB), dan Gilang Widyawisaksana, ST.
Dalam seminar tersebut, Lilik, Direktur Pengurangan Risiko Bencana BNPB menjelaskan bahwa Indonesia memulai 'membuka mata' kepada penanggulangan bencana yang komprehensif sesudah terjadinya bencana Tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu. Kesadaran tersebut diawali dengan munculnya undang-undang penanggulangan bencana, disusul dnegan pembentukan kelembagaan berupa BNPB dan BPBD, serta sempat meraih global champion for disaster risk reduction. Lima tahun ke depan, rencana aksi dari BNPB adalah meningkatkan efektifitas dari penanggulangan bencana. Tantangan Indonesia yang memiliki 12 ancaman bencana dari bencana banjir hingga bencana gagal teknologi tidak dapat ditanggung oleh satu disiplin ilmu saja. Namun, menurutnya, perlu ada kolaborasi antar multidisiplin ilmu.
Sistem Informasi Geospasial Sebagai Instrumen Manajemen Bencana
Data aspasial dan spasial diperlukan untuk membuat kebijakan dan keputusan yang tepat terutama di dalam penanggulangan bencana. Lilik memberikan contoh kasus penempatan 2 posko bencana pada 8 desa. Penempatan tersebut tidak bisa hanya menggunakan data tabel jumlah penduduk, melainkan diperlukan data spasial berupa peta desa untuk penpatan sesuai permintaan dan keterjangkauan oleh penduduk desa.
Data dan informasi geospasial digunakan sebagai masukan dalam siklus manajemen bencana. Pada saat pra bencana, diperlukan pembuatan peta bencana, kerentanan, kapasitas, dan sumberdaya. Saat setelah terjadinya bencana diperlukan pete terdampak serta peta rekonstruksi. Namun, di Indonesia sangat sulit mengintegrasikan data-data tersebut karena berada pada wewenang lembaga yang berbeda. Dalam menghasilkan peta risiko bencana yang baik, tentu harus diawali dengan data yang baik. Irwan menyampaikan sebuah kutipan garbage in, garbage out pada kondisi jika data yang digunakan tidak baik. Semua disiplin harus dilibatkan. Mulai dari hidrologist, volcanologist, seismologist, hingga ahli ekonomi.
Menurut Irwan, peta dan informasi tidak hanya berbicara mengenai bahaya. "Informasi tersebut juga harus ditindaklanjuti dengan upaya apa yang bisa dilakukan. Peta risiko harus dibuat horor, jangan memberikan rasa aman yang semu. Tapi tentunya harus disertai upaya manajemen yang baik," ungkap Irwan yang juga menjelaskan hasil risetnya mengenai sesar Lembang. Ia memberikan rekomendasi salahsatunya adlah perlunya kesepahaman penyebaran data geospasial antara pemerintah dan swasta serta adanya proses organisasi, integrasi, dan distribusi data lintas organisasi.
Selain mengadakan seminar ini, IMG ITB juga melangsungkan kegiatan lainnya yaitu Geodesi Goes to School, Geospatial Challenge, dan Navigacity. Semua kegiatan tersebut merupakan satu rangakaian dalam Geopoint 2014 yang bertajuk 'The Journey About Land, Sea, and, Sky' yang bertujuan untuk memperkenalkan keilmuan geodesi ke masyarakat luas. "Diharapkan akan ada Geopoint tahun-tahun berikutnya karena kegiatan ini baik sifatnya. Jangan takut jika melakukan kesalahan dalam sebuah kegiatan, yang terpenting mahasiswa tepat dalam menyikapi kesalahan tersebut,' ungkap Prof. Dr. Ir Hasanuddin Z, Wakil Rektor Bidang Komunikasi, Kemitraan, dan Alumni ITB dalam sambutannya.