HIMATIKA Masuk Desa: Merangkai Senyum Indonesia dari Desa

Oleh Hastri Royyani

Editor Hastri Royyani

SUMEDANG, itb.ac.id - Pendidikan merupakan jiwa yang menghidupi sebuah bangsa agar terus melaju menuju peradaban gemilang. Namun, tak sedikit dari masyarakat Indonesia yang belum menyadari ini. Dengan tekad membangun kesadaran akan pentingnya dunia pendidikan, Himpunan Mahasiswa Matematika (HIMATIKA) ITB mengadakan kegiatan yang bertajuk HIMATIKA Masuk Desa (HIMADES) pada Jumat-Minggu (21-23/01/11) di Desa Banyuresmi, Sumedang.
"Pendidikan bukan hanya terkait anak-anak saja," ujar Ketua HIMADES Tanti Dina Aisarani (Matematika 2007). Lebih lanjut ia menuturkan, untuk menunjang pendidikan yang komprehensif dukungan orang tua dan guru mampu membuat seorang siswa mau dan berhasil menempuh jenjang pendidikan setinggi-tingginya.

Guna menyampaikan pesan pendidikan ini pada masyarakat Desa Banyuresmi. HIMATIKA melakukan pendekatan terarah melalui beragam acara yakni, Seminar bagi para Guru Sekolah Dasar, Seminar dan Pelatihan bagi Orang Tua, serta One Day at School.

One day at school kali ini mengusung tema "Cita-Citaku". Siswa-siswi SDN Nanggerang Banyuresmi berkesempatan untuk merasakan bagaimana menjadi seorang pilot, dokter, polisi, imuwan, guru, dan pengacara dengan kostum serta simulasi sesuai profesi, agar mereka lebih termotivasi untuk meraih cita-cita di masa depan.

Peran Potensial Seorang Guru


Dengan tema "Mengajak Guru sebagai Jembatan Motivator", Dosen Matematika ITB, Dr. Wono Setya Budhi dan Psikolog, Karlina Firdaus, hadir untuk mengingatkan kembali peran potensial seorang guru . Karlina menegaskan tentang betapa mulia bekerja menjadi seorang guru. "Menjadi guru berarti memilih untuk mencetak generasi-generasi emas di Indonesia," paparnya.

Dalam seminar ini Wono berbagi mengenai bagaimana menjadi seorang guru yang mendidik. "Ketika guru melihat seorang anak berulah loncat-loncat di kelas, mungkin kalimat yang refleks terucap adalah 'Duduk atau Jangan nakal'," jelas Wono. Namun sebaiknya tidak demikian, hindari memerintah anak dengan memberitahu konsekuensi atas sikap mereka, Wono menambahkan.

"Dalam kasus tadi, alangkah bijak jika guru memilih kalimat 'Jangan loncat-loncat nanti bisa jatuh dan kamu terluka', sehingga anak tidak akan merasa dibatasi, tetapi mengerti bahwa guru mereka perduli," ujar Wono.

Gerakan 5050 Buku


Seminar dan pelatihan keterampilan pendayagunaan sampah bagi orang tua di Desa Banyuresmi perlahan berhasil mengubah pola pikir mereka. Mereka mau berkomitmen untuk memanfaatkan pembekalan ketrampilan ini sebagai sumber penghasilan tambahan guna menyokong biaya sekolah. Alasan ekonomi yang sebelumnya menjadi alasan utama putus sekolah kini bukan lagi menjadi hambatan.

Peresmian Taman Bacaan As-Syifa di Banyuresmi menutup HIMADES dan Rangkaian Dies Emas HIMATIKA ITB. Buku-buku di taman bacaan ini merupakan pemberian civitas akademika ITB dalam Program 5050 Buku.

"Tanpa kerja sama banyak pihak taman bacaan ini tidak akan hadir melengkapi laju pendidikan di Desa Banyuresmi," ujar Tanti. HIMADES hanya sebuah contoh kecil usaha merangkai senyum untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik