ICTMAS 2018, Menguatkan Kolaborasi Riset dan Edukasi pada Bidang Meteorologi Tropis dan Sains Atmosfer
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id -- Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menggelar konferensi internasional bertajuk "International Conference on Tropical Meteorology and Atmospheric Science (ICTMAS)” pada 19–20 September 2018 di Aula Barat dan Aula Timur, Kampus ITB, Jalan Ganesha no. 10 Bandung.
Acara ini merupakan konferensi tingkat internasional pertama yang diadakan oleh LAPAN yang berkolaborasi dengan Program Studi Meteorologi ITB. Tujuan digelar konferensi tersebut untuk menguatkan kolaborasi internasional dalam bidang riset dan edukasi pada bidang meteorologi tropis dan sains atmosfer.
ICTMAS ini dibuka oleh Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin dan Rektor ITB Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suyadi, DEA., juga turut dihadiri beberapa pembicara seperti Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati, perwakilan Kemenristekdikti, Japan Agency for Marine Science and Technology (JAMSTEC), Years of the Maritime Continent (YMC) dan institusi lainnya.
Pada konferensi ini, terdapat 160 penelitian dari 8 negara dan 42 institusi yang akan ditampilkan sesuai dengan 7 topik yang menjadi fokus konferensi ICTMAS, yaitu Air-Sea Interaction, Tropical Meteorology, Atmospheric Sciences, Environment and Atmospheric Chemistry, Atmospheric Situation and Modelling, Atmospheric Observation and Technology, serta Application of Atmospheric Science and Technology on Disaster, Maritime, and Climate Change.
Sesi pertama keynote speaker diisi dengan pembicara Dr. Eng. Hotmatua Daulay, Direktur Pengembangan Teknologi Industri dari Kemenristekdikti. Ia menyampaikan pesan dari Prof. Mohammad Nasir mengenai pentingnya riset dan dukungan dari Kemenristekdikti terhadap riset-riset yang dilakan Perguruan Tinggi. Kemenristekdikti, lanjutnya, memiliki target meningkatkan adopsi teknologi di kehidupan sehari–hari. “Dengan adanya teknologi ini, kita bisa menjadi leader di dunia,” katanya.
Untuk mencapai misi ini, Kemenristekdikti mendukung pemberian insentif untuk riset dan inovasi teknologi di Indonesia. Selain itu ia menyampaikan, penting pula partisipasi anak bangsa dalam berinovasi dan turut serta melakukan penelitian dan pengembangan teknologi.
Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati menyampaikan topik pembicaraan ketika menjadi keynote speaker kedua dengan tema “Challenges & Innovation in Meteorology and Atmospheric Sciences for Safety & Prosperity Assurance”. Pada sesi ini, ia mengemukakan pentingnya riset terkait meteorologi dan atmosfer untuk keselamatan dan kesejahteraan di masa yang akan datang.
Berdasarkan informasi yang didapat dari Global Economic Forum 2018, kata Prof. Dwikorita, ada tiga masalah yang harus ditangani BMKG dalam masa mendatang, yaitu cuaca ekstrem, perubahan iklim, dan bencana alam. Indonesia termasuk salah satu negara yang rawan bencana alam dan dapat terpengaruh secara signifikan dengan adanya isu perubahan iklim.
Berangkat dari masalah tersebut, ia menegaskan pentingnya keberadaan alat dan teknologi yang bisa berfungsi mengatasi masalah–masalah tersebut. Namun kendala yang dihadapi ialah ketersediaan jumlah alat tersebut masih minim dan sebagian besar berasal dari luar Indonesia.
“Untuk eksplorasi, perlu alat pengamatan, di mana di Indonesia jumlahnya masih sangat kurang. Karena masih kurangnya pengamatan, data–data tentang benua maritim pun masih sangat minim,” tutur Prof. Dwikorita.
Oleh karena itu ia menekankan pentingnya riset dan inovasi untuk perkembangan teknologi dari isu–isu meteorologi dan atmosfer, serta peran BMKG dalam menjamin keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia terkait hal tersebut. “Agar penduduk bumi selamat, kita harus melakukan riset dan inovasi," ucapnya.
Acara ICTMAS kemudian dilanjutkan dengan Plenary Session. Sesi ini melibatkan partisipasi para peneliti dari berbagai negara, di mana mereka akan melakukan showcase dari penelitian yang telah mereka lakukan. Sesi ini akan membicarakan berbagai subtopik menarik dari riset keilmuan meteorologi dan ilmu atmosfer.
Salah satu contoh menarik dalam sesi ini adalah penelitian metode prediksi banjir di Sumatera yang dikemukakan oleh Dr. Piotr Flatau dari Scripps Institution of Oceanography, University of California. Adapun yang menarik dari penelitian tersebut adalah sistem peramalan menggunakan crowdsourcing. Berbasis ide tersebut, Dr. Piotr Flatau bersama tim penelitiannya menggunakan pengambilan data dari outlet media di Indonesia, serta platform Twitter sebagai media sosial yang banyak digunakan orang di berbagai belahan dunia.
Reporter: Verdyllan Agusta