ITB Raih Dua Medali Emas Bidang Taekwondo di Ajang Walikota Cup
Oleh Zoealya Nabilla Zafra
Editor Zoealya Nabilla Zafra
BANDUNG, itb.ac.id -
Taekwondo adalah seni bela diri dari Korea yang menekankan pada tendangan
kepala, tendangan memutar dan melompat, dan tendangan cepat. Seni bela diri ini
mulai dikembangkan sejak tahu 1940 oleh berbagai praktisi bela diri dengan
mengombinasikan seni bela diri karate dengan bela diri tradisional Korea
seperti , dan Gwonbeop. Di Indonesia, seni bela diri
Taekwondo mulai berkembang sejak tahun 1974 dan mulai dijadikan cabang olah
raga resmi pada PON XI 1985 yang diselenggarakan di Jakarta.
Sejak saat itu, semakin banyak lembaga-lembaga yang
menggelar perlombaan-perlombaan olah raga dengan mengikutsertakan cabang
Taekwondo di dalamnya. Salah satunya adalah Walikota Cup, perlombaan olah raga
yang dilaksanakan di Bandung, Jumat-Sabtu (12-13/01/17) oleh Pemerintah Kota
Bandung.
Kali ini, cabang Taekwondo dibagi lagi menjadi dua
subcabang, yakni poomsae, cabang yang
mengutamakan keindahan dan teknik dalam jurus-jurus Taekwondo, dan kyorugi, cabang yang mempertandingkan
dua seniman bela diri dalam satu arena.
Subcabang poomsae dibagi
lagi menjadi dua kategori, yakni kategori junior (umur 17 tahun ke bawah) dan
kategori senior (umur 18 tahun ke atas). Sementara, subcabang kyorugi dibagi menjadi beberapa
kategori, yakni kategori pemula senior di bawah 58 kg, kategori pemula senior
di atas 58 kg, kategori master senior di bawah 58 kg, kategori master senior di
atas 58 kg, dan kategori junior.
Dalam ajang perlombaan yang diikuti oleh berbagai macam peserta dengan rentang umur yang luas ini, ITB berhasil membawa dua medali emas di bidang Taekwondo. Peraih kedua medali tersebut adalah Abdan Alim Ulwan Faiz (STEI 2017) dan Vania Velda (STEI 2017), anggota dari Unit Kegiatan Mahasiswa Taekwondo ITB.
Latihan sembilan jam
perminggu
Peraih medali emas di kategori kyorugi yang kerap dipanggil Faiz ini mengaku berlatih tiga kali
perminggu dengan durasi tiga jam setiap harinya. Intensitas latihan yang
ditambah ini disebut sebagai training
center. Normalnya, anggota UKM Taekwondo ITB berlatih hanya dua kali
seminggu dengan durasi waktu dua jam setiap pertemuan bersama seorang sabum (pelatih Taekwondo).
Jenis latihan yang dilakukan bermacam-macam, dari mulai
latihan kekuatan seperti lari, push up,
kekuatan menendang, dan lain-lain; latihan kecepatan tendangan; latihan
kelenturan dan teknik; serta berbagai macam jenis latihan lainnya.
Sementara Vania sang peraih medali emas subcabang poomsae ini juga melakukan latihan fisik
seperti lari dan push up, namun lebih
difokuskan pada kelenturan dan peregangan. Bahkan, karena tidak perlu teman
untuk sparring, Vania sering kali
berlatih dengan dinding. “Ya, biasanya kalau mau ikut poomsae, latihannya bersama dinding saja,” jelasnya.
Masih pemula
Berbeda dengan Vania yang sudah menyandang sabuk hitam
Taekwondo, Faiz hanya memakai sabuk kuning. Dalam bela diri Taekwondo, sabuk
kuning adalah “level” kedua dalam perjalanan menguasai seni bela diri tersebut.
“Pada mulanya ayah yang menyuruh adik ikut Taekwondo, namun
karena dia pemalu, aku diikutkan juga. Malah yang lanjut sampai sekarang aku.
Adik lebih pilih basket,” jelas Vania. Ia mulai menggeluti olah raga ini
semenjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga sekarang.
Sementara, Faiz baru terjun ke bela diri ini sejak kuliah di
ITB. “Aku (masih) pemula banget, baru ikut ketika masuk ITB,” akunya. “Ketika
SMA, aku dapat mata pelajaran karate. Walaupun menjadi mata pelajaran wajib,
kami tidak diwajibkan untuk ikut klub karate. Selain itu, kami hanya
mempelajari beberapa gerakan dasar yang ringan. Jadi, aku ingin sesuatu yang
baru,”
Pada awalnya, Faiz ingin melanjutkan karate, mengingat
setidaknya ia sudah mengetahui gerakan dasarnya, namun karena ingin menguasai
bela diri yang lentur dan membutuhkan kelincahan kaki, ia memutuskan untuk
memilih Taekwondo.
“Karate agak lebih kaku dan kurang banyak event-nya,” jelas Faiz mengenai pilihannya
untuk mendalami Taekwondo dibanding karate.
Semua orang harus bisa
Ketika ditanya apakah perempuan wajib belajar bela diri, kedua
seniman ini langsung setuju. “Perlu banget.
Zaman sekarang, kejahatan makin banyak. Perempuan tidak bisa lagi mengandalkan
laki-laki untuk menolongnya, harus bisa melindungi diri sendiri. Laki-laki juga
perlu belajar bela diri, karena tidak bisa hanya adu kekuatan begitu saja di
jalan. Oleh karena itu, bela diri sebaiknya dipelajari oleh semua orang,” ujar
Vania.
Bahkan, sudah menyandang sabuk hitam di Taekwondo tidak
membuat gadis berumur 17 tahun ini puas. “Bahkan aku berpikiran untuk ikut bela
diri yang lain, jadi tidak hanya Taekwondo. Mungkin Aikido atau apalah,”
Mereka juga menekankan, dengan menguasai suatu cabang bela
diri, bukan berarti orang itu bisa seenaknya mencari masalah. Mereka berharap,
bela diri ini utamanya diaplikasikan sebagai olah raga dan melatih badan.
Sumber foto: narasumber