ITB Terima Grant Lisensi ArcGIS dari ESRI Indonesia
Oleh Ahmad Fadil
Editor Ahmad Fadil
BANDUNG, itb.ac.id – Mempelajari lokasi pada ruang di muka bumi merupakan salah satu faktor penting yang tak bisa lepas dari kehidupan manusia. Keputusan manusia untuk tetap tinggal atau tidak di suatu lokasi, kebanyakan memiliki relevansi dengan aspek geografis.
Contohnya ketika gunung Merapi meletus pada Oktober 2010 lalu. Warga dusun di lereng gunung merapi mau tidak mau harus mengungsi untuk menyelamatkan diri dan menghindari terjadinya letusan susulan. Tentunya korban jiwa dapat dihindari bila warga sudah mendapatkan informasi atau peringatan terlebih dahulu sebelum terjadinya letusan.
Para ahli dalam hal ini memiliki peranan penting membuat atau memperbarui peta geografis untuk dianalisis sekaligus sebagai tindakan preventif apabila nanti terjadi letusan lagi. Daerah mana yang terkena dampak paling parah? Ke mana laharnya mengalir? Di mana unit terdekat yang bisa merespon bencana tersebut? Untuk menjawabnya dibutuhkan pemetaan geografis yang mendetil, dan itu tentu bukan perkara yang mudah. Di sinilah sistem dibutuhkan manusia.
ArcGIS untuk Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis membantu para ahli untuk mendapatkan peta geografis tersebut. Pembuatan sistem tersebut membutuhkan coding para programmer, mulai dari penambangan big data, mengolah data spasial berbasis tabel, hingga menjadi sebuah peta layanan geografis yang dapat dimengerti oleh pengguna. Aplikasi untuk membuat Sistem Informasi Geografis tersebut diantaranya adalah perangkat lunak ArcGIS.
Sistem Informasi Geografis (SIG) itu banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, tidak hanya menampilkan peta potensi daerah yang akan terkena bencana alam, tapi juga peta kemacetan, peta sebaran penduduk, termasuk peta jalur-jalur transportasi, dan peta untuk berbagai keperluan analitikal big data.
Memasuki era digital, “mahasiswa zaman now” sudah tidak asing lagi dengan aplikasi SIG untuk keperluan praktikum dan pembelajaran pemrograman. Itulah sebabnya, pada hari Rabu (14/2), mahasiswa ITB patut bersyukur mendapatkan genuine license ArcGIS, yaitu sebuah perangkat lunak buatan Esri Indonesia yang berguna untuk mengolah data spasial yang sangat dibutuhkan oleh mahasiswa maupun staf akademik ITB.
Penandatanganan Nota Kesepahaman dengan ESRI Indonesia.
Esri Indonesia, perusahaan perangkat lunak berbasis teknologi informasi geografis terkemuka, hari itu juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan ITB di Aula Barat. “Program ini cocok digunakan di Indonesia yang juga negara spasial. Semoga MoU (Memorandum of Understanding) ini menjadi titik akselerasi bagi ITB di bidang geospasial,” tutur Achmad Istamar, CEO Esri Indonesia, ketika memberikan sambutan. Pertukaran cinderamata menandai diterimanya lisensi ArcGIS untuk seluruh sivitas akademika ITB.
Usai penandatanganan MoU, acara tersebut dilanjutkan dengan Kuliah Umum yang disampaikan oleh Manager Sales Esri Indonesia, Gilang Widyawiksana sebagai pemateri. “Informasi lokasi geospasial merupakan informasi penting yang penggunaannya tidak terbatas hanya di bidang geografi saja, tapi juga relevan untuk diaplikasikan di berbagai aspek kehidupan manusia,” tutur Gilang. Dirinya memberikan contoh bahwasanya pengelolaan data spasial akan dibutuhkan di bidang pemodelan kesehatan, manajemen sumber daya alam, rancang kota, rancang transportasi, telekomunikasi, keamanan, sampai ke bidang analisis lokasi untuk bisnis. Apabila memiliki data, data tersebut harus diolah sampai memiliki nilai lebih untuk dipergunakan sebagai bahan analisis pada penyusunan strategi selanjutnya.
“Teknologi pengolah sistem informasi geografis ini sangat penting untuk dipelajari,” tutur Rektor ITB Kadarsah Suryadi. Kadarsah berharap agar mahasiswa ITB dapat memanfaatkan lisensi Esri dengan sebaik-baiknya dan membuahkan banyak karya dengan itu. Terlebih, dengan kemajuan teknologi saat ini, sistem informasi geografis dapat diintegrasikan dengan Internet of Things, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa di masa depan nanti, praktik berstrategi menjadi lebih mudah setelah adanya integrasi antara data internal, data lokasi, sistem informasi, dan juga dukungan drone atau sensor.
Reporter: Vera Citra Utami