Jurnival 2017: Mengajak Mahasiswa ITB Tanggap Terhadap Isu Publik Melalui Jurnalistik

Oleh Silvi Absharina Ainun Fahrizah

Editor Silvi Absharina Ainun Fahrizah

BANDUNG, itb.ac.id – Seluruh subyek pendorong kesuksesan ITB, baik mahasiswa hingga dosen tentunya selalu membutuhkan informasi terbaru untuk berkembang dan mengikuti perkembangan zaman. Informasi tersebut dapat didapatkan darimana saja dari buku, media cetak, maupun media elektronik. Walaupun ITB merupakan salah satu akselerator bidang teknologi, bukan berarti para mahasiswa serta dosen di institusi ini melupakan bidang lainnya. Salah satu wujudnya adalah dengan diadakannya Jurnival (Jurnalistik Festival) 2017 di Auditorium Ipteks CC Timur pada Sabtu (30/9/17) oleh Boulevard.

Boulevard merupakan unit kegiatan mahasiswa (UKM) jurnalistik di ITB. Jurnival adalah cara yang dipilih UKM ini untuk mengajak seluruh mahasiswa ITB berperan aktif dalam setiap potensi, permasalahan, ataupun isu lainnya yang diangkat menjadi karya jurnalistik. Bertajuk “Menyorot Isu Publik, Menapaki Kewibawaan Jurnalistik”, Boulevard menghadirkan tiga pembicara yakni Atmaji Sapto Anggoro , CEO dari tirto.id, Ari Syahril selaku ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung dan Kartini F. Astuti yang merupakan penulis dan graphic designer.

Pada kesempatan ini A. Sapto Anggoro mengupas kerja keras tirto.id dalam menyuguhkan berita mengenai isu-isu publik yang faktual. Tirto.id sendiri memiliki tim khusus yang bertugas untuk melakukan riset terhadap isu tersebut. Proses panjang pencarian data hingga tayang ke para pembaca ini dilakukan demi memberikan berita yang berkualitas dan mencegah hoax. “Alur kerja news room kami cukup panjang. Dari awal kami merencanakan konten, kemudian melakukan riset dengan mencari sumber data primer dan sekunder, hasilnya dipresentasikan di sidang redaksi, diedit, barulah kemudian tayang di social media dan website kami.” ujar Co-Founder dari AdsTensity ini.

Proses panjang yang harus dilalui redaksi tirto.id pun berbuah manis karena faktanya ada banyak respon positif dari pembaca karena isu-isu publik yang berat dapat diubah menjadi infografis yang mudah dipahami oleh pembaca. “Segmen kami memang pembaca yang memiliki strata pengetahuan middle-up, makanya tidak jarang saat kami mengulas tentang isu politik banyak sekali tanggapan dari pembaca.” Imbuh Sapto.

Lain halnya dengan Ari Syahril, Ia dan teman-teman lainnya yang tergabung dalam AJI seringkali terdorong untuk menemukan fakta ataupun meliput isu-isu yang sedang panas dan kontroversial. Tidak jarang, oknum-oknum tertentu melakukan teror setelah tim AJI berhasil mempublikasi berita kontroversial tersebut. “Sebagai wartawan kami harus loyal kepada masyarakat dan juga memberikan kebenaran pada perspektif jurnalistik. Namun, pada pelaksanaannya banyak sekali ketidakadilan baik pada wartawan saat peliputan, maupun pada masyarakat.” jelas Ari.

Menurut Ari sendiri kondisi pers di Indonesia saat ini masih diintervensi oleh pemilih media, sehingga hasil dari ruang redaksi masih dinilai memihak. Selain itu juga masih bergantung pada kelompok yang kuat dan minimnya akses kesetaraan kelompok rentan. Serta masih banyak kasus-kasus kekerasan pada jurnalis saat mencari data dari isu-isu publik yang sedang hangat.