Ketua PPI ITB Paparkan Riset Transisi Energi di Indonesia dalam Simposium Pasca COP28 UNFCC
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (PPI ITB) menggelar simposium "Mewujudkan Transisi Energi yang Berkeadilan Menuju Net Zero Emission 2060", di Conference Hall, Gedung CRCS, ITB Kampus Ganesha, Kamis (14/12/2023).
Simposium ini menjadi ruang diseminasi hasil riset kolaborasi internasional antara PPI ITB, SNAPFI, termasuk Deutsches Institut für Wirtschaftsforschung (DIW), Institut Riset Ekonomi Jerman.
Ketua PPI ITB, Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D., menyampaikan laporan mengenai upaya PPI ITB dalam menghadapi tantangan transisi energi di Indonesia. Salah satu fokus utamanya adalah model tata kelola energi untuk mencapai target kontribusi nasional dan net zero emission di Indonesia.
Beliau menyoroti hasil riset yang menunjukkan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara dengan peranan unik dalam sektor energi, memiliki peluang besar untuk memanfaatkan energi baru terbarukan, termasuk potensi geotermal yang masih underutilized.
Simposium ini diadakan sejalan dengan hasil COP28 UNFCCC di Dubai, tempat berbagai komitmen dan janji iklim telah disepakati. Prof. Djoko menegaskan bahwa transisi energi harus dilakukan secara adil, terutama dalam konteks global dan nasional. Kepentingan adil di tingkat global tercermin dalam upaya bersama antara negara maju dan berkembang. Sementara itu, di tingkat nasional, fokus pada pemberian peluang kepada small medium enterprise (SME) dalam industri energi terbarukan.
Beliau pun membahas konsep just energy transition, yakni penurunan emisi di sektor energi harus dilakukan secara berkeadilan tanpa merugikan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, terutama di negara berkembang yang masih bergantung pada fossil fuel.
Sejumlah riset yang diungkapkan dalam simposium mencakup lambannya pengembangan energi terbarukan di Indonesia, kendala tata kelola iklim di sektor energi yang terkadang terfragmentasi, serta kendala dalam konsistensi dan komitmen pemerintah dalam menjalankan kebijakan energi berkelanjutan. “Kementerian terkait masih melihat aksi perubahan iklim secara terpisah-pisah, bukan sebagai sebuah sistem yang terintergrasi dalam agenda pembangunan Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target bauran energi terbarukan pada tahun 2025 dan 2050. Namun evaluasi menunjukkan bahwa target-target tersebut mungkin sulit tercapai. Selain itu, praktik informalitas dalam pembuatan kebijakan menyebabkan inkonsistensi.
Beliau mengatakan, pendanaan pengembangan EBT sangat dibutuhkan, terutama bagi negara berkembang. “Pembiayaan publik tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan solusi perubahan iklim,” ujarnya.
Simposium ini menjadi wadah bagi akademisi dan pemangku kepentingan mendiskusikan dan merumuskan langkah-langkah konkret dalam mewujudkan transisi energi yang berkeadilan di Indonesia. PPI ITB berharap simposium tersebut dapat menjadi momentum dalam menindaklanjuti komitmen dan janji iklim yang dihasilkan dalam COP28 UNFCCC dan mendorong implementasi transisi energi yang berkelanjutan.
Penulis: Hafsah Restu Nurul Annafi (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)