Kolaborasi ITB-Pesantren dalam Semangat Berinovasi
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id—Sebagai kampus pelopor inovasi, ITB terus melahirkan inovasi-inovasi terbaru. Berkat konsistensi dalam inovasi, telah membawa nama ITB dikenal ke luar negeri. Namun, pencapaiannya ini tidak pernah menjadikan ITB melupakan bumi pertiwi. Justru ITB memanfaatkannya untuk kuat berakar mengabdikan diri bagi negeri tercinta, Indonesia.
Akhir-akhir ini, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat ITB (LPPM ITB) tengah merencanakan program Social Lab atau “Laboratorium Masyarakat” di Pesantren.
Kegiatan Bernama “social lab” atau “laboratorium masyarakat” adalah suatu penelitian atau pengabdian masyarakat universitas yang menemui kompleksitas permasalahan ketika diujicobakan dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Dalam hal ini, ITB mengembangkannya di masyarakat pesantren.
Berawal di tahun 2015, ITB melaksanakan pengabdian masyarakat dengan melibatkan Pesantren Al Ittifaq di Ciwidey, Jawa Barat. Ide awalnya ialah penciptaan pasar wisata bertema pertanian dengan menggabungkan kekuatan pesantren dan potensi wisata di Ciwidey. Namun, desain pasar yang dihasilkan belum bisa terlaksana karena kompleksitas permasalahan saat mengimplementasikannya.
Contoh lainnya ketika Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) 2018-2019 tentang pasar bertema astronomi di kawasan eduwisata lmah Noong, Lembang, Jawa Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan pasar temporer bertajuk Pasar Purnama yang melibatkan masyarakat sekitar sekaligus memanfaatkan wisatawan yang ingin menyaksikan fenomena astronomi tertentu di kawasan ini.
Fakta menariknya, pemilik eduwisata Imah Noong merupakan alumni ITB yang juga alumni Pesantren Tebuireng, sehingga jejaring pesantren digunakan untuk menarik massa lebih besar. Puncaknya saat kegiatan tablig akbar yang bertepatan dengan event astronomi tertentu. Kombinasi momentum itu akhirnya membuat Pasar Purnama menjadi ramai dan mampu memberikan dampak ekonomi signifikan terhadap masyarakat sekitar. Namun, belakangan belum bisa dilanjutkan karena pandemi.
Berbagai pengalaman dalam berinteraksi dengan kalangan pesantren mendatangkan temuan bahwa ternyata religiusitas bisa menjadi modal budaya dalam pengembangan inovasi. Walaupun di tengah keterbatasan, bukanlah menjadi penghalang untuk berkarya. Sehingga pada akhirnya secara organisasi, pesantren untuk menjadi social lab bagi pengembangan inovasi di ITB kemudian mendapatkan dukungan institusional walau dengan proses yang panjang dan penuh lika-liku.
Berawal dari diskusi antara dosen ITB dan ketua PW GP Ansor Jabar H. Deni Ahmad Haidar, tentang potensi sinergi ITB dengan pesantren untuk pengembangan masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan focus group discussion yang dihadiri oleh sivitas ITB PW Ansor Jabar, kiai muda se-Bandung Raya, dan perwakilan dari Kodam III Siliwangi sebagai koordinator Citarum Harum di Imah Noong Lembang.
Diskusi akademik kemudian dilanjutkan dengan melibatkan beberapa dosen dari Program Studi Pembangunan ITB, dan dipilih terpadu merupakan teknologi yang paling tepat umuk diujicobakan di pesantren. Adapun sinergi ITB sebagai penyedia teknologi dan pesantren-pesantren RMI sebagai social lab diawali dengan lokakarya secara daring dengan bertajuk Karsa Loka Spesial Ramadan.
Mengangkat isu pertanian terpadu, acara tersebut mengusung tema “Pesantren Sebagai Social Lab untuk Inovasi Berbasis Pertanian Terpadu”. Isu pertanian terpadu tercetuskan melalui Seri Kuliah Publik Islam dan Pengembangan Masyarakat oleh Studi Humanika Salman ITB di tahun 2019. Dalam forum itu, isu ini dianggap dapat mempertemukan religiusitas, inovasi, dan pengembangan masyarakat.
Webinar Karsa Loka diselenggarakan pada 7 Mei 2021. Dari lokakarya ini, terdapat beberapa catatan yang menjadi pembelajaran dan potensi untuk tindak lanjut. Dalam UU No 18/2019 tentang Pesantren, disebutkan bahwa ruang lingkup fungsi pesantren tidak terbatas pada pendidikan dan dakwah saja, tetapi juga pemberdayaan masyarakat.
Pada minggu pertama bulan Mei 2021, RMI segera melakukan pendataan terhadap lebih dari 130 pesantren di beberapa provinsi dan kabupaten/kota. Didapatkan hasil bahwa pesantren di lingkungan NU selain menyelenggarakan pendidikan agama dan tahfiz (hafalan Alquran), juga memiliki spesialisasi atau program unggulan di bidang pertanian (45,6%), kewirausahaan (41,9%), peternakan (27,2%), perikanan (23,5%), dan teknologi informasi (19,9%).
Potensi pesantren seperti inilah yang dapat menjadi peluang bagi ITB untuk menjalankan fungsi penelitian dan pengabdian masyarakatnya. Semangat inovasi yang berasal dari pesantren, seperti istiqra (riset) untuk sa'adaruddarain (kesejahteraan dunia dan akhirat) (Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, 1994), perlu terus digali demi terwujudnya taswir al afkar (kebangkitan pemikiran) dan nahdat al tujjar (kebangkitan ekonomi) bagi pesantren dan bangsa Indonesia. Dengan semangat inovasi, pesantren akan mendapatkan manfaat yang dapat meningkatkan potensi ekonomi dan kemandiriannya.
Program pengabdian masyarakat ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB tanggal 21 September 2021. Artikel selengkapnya dapat dilihat pada tautan https://pengabdian.lppm.itb.ac.id/information/pesantren_sebagai_social_lab_untuk_inovasi
Reporter: Pravito Septadenova Dwi Ananta (Teknik Geologi, 2019)