Kolaborasi Perguruan Tinggi dan TNI AL Wujudkan Masa Depan Maritim
Oleh Vinskatania Agung A
Editor Vinskatania Agung A
Upaya untuk memperbanyak ahli maritim dilakukan oleh TNI AL. Pada Rabu (10/02/16) di Aula Barat ITB, Laksamana Tri Ade Supandi, S.E, M.A.P. selaku Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) berkesempatan untuk memberikan kuliah umum terkait hal tersebut. KSAL memaparkan kuliah dengan tema "Sinergitas TNI Angkatan Laut dan Civitas Academica Perguruan Tinggi dalam Optimalisasi Pertahanan Maritim" kepada kurang lebih 500 mahasiswa dari multidisiplin ilmu.
Indonesia adalah negara maritim, yaitu negara yang berhadapan dengan laut dan memiliki laut. Maritim dunia menyatakan lima pilar utama dalam kebijakan maritim: budaya maritim, sumber daya maritim, infrastuktur dan konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan pertahanan maritim. Apakah Indonesia sudah memiliki komponen tersebut?
"Ingat lirik lagu 'Nenek Moyangku Seorang Pelaut'?" lempar KSAL pada peserta seminar. Menurutnya, penyuntikan karakter maritim sudah mulai dilakukan lewat lagu tersebut. "Namun hal ini sering terlupakan," lanjutnya. Bahkan, data dari Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) di tahun 2010 menyatakan bahwa orang Indonesia yang menjadi praktisi laut hanya sejumlah 2,3 juta orang. Angka ini tidak mencapai 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Padahal wilayah laut Indonesia meliputi 5,8 juta km² atau sekitar 70% dari luas total wilayah Indonesia. Malahan, pemukiman dekat laut sebagian besar merupakan daerah terbelakang. Indonesia belum mengedepankan pembangunan infrastuktur pesisir.
Modernisasi kekuatan dan kemampuan militer sebagian besar mengarah pada peningkatan kemampuan di lingkungan maritim, antara lain kapal selam, peluru kendali (rudal) antikapal, kapal amfibi/pendarat, dan pesawat patroli maritim. KSAL memaparkan bahwa Indonesia memiliki daftar lengkap permasalahan maritim, dari mulai penyelundupan, perompakan, pencurian sumber daya, dan lain-lain. Indonesia merupakan miniatur kompleksitas ancaman maritim yang ada dunia.
Dibandingkan dengan negara lain, kondisi pertahanan kita sangat tertinggal. Perkembangan modernisasi pertahanan menjadi semacam perlombaan bagi negara-negara lain. Stabilitas keamanan di sektor maritim memicu perkembangan sektor investasi. Sayangnya, Indonesia masih belum bisa menjaga lautnya. "Laut kita masih banyak dijarah negara lain, ini menjadi perhatian utama," ujar KSAL. Ia menambahkan, kesejahteraan, menurut nenek moyang, adalah berasal dari laut. Contohnya, pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Gadjah Mada, kejayaan mereka dimulai saat mereka memperhitungkan potensi ekonomi maritim mereka.
Perguruan Tinggi dan Kontribusinya Terhadap Maritim
Pada tahun 2015, ITB dengan dukungan TNI AL telah mendapatkan persetujuan dari International Hydrographic Organization (IHO) sebagai penyelenggara kursus hidrografi kategori A (CAT A), yaitu level tertinggi surveyor yang terakreditasi IHO. Semakin banyak sumber daya yang terakreditasi, menurut KSAL, dapat membantu perkembangan maritime di masa depan. Hal ini juga merupakan strategi untuk mengukuhkan Indonesia sebagai negara kepulauan. Penyadaran diri sebagai negara maritim, diharapkan dapat membentuk pemerintah dan masyarakan yang berorientasi pada masa depan.
Perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan membutuhkan dorongan bagi keberlangsungan institusi guna meningkatkan kompetensi, kualitas, dan profesionalisme dari sumber daya ahli hidro-oseanografi yang dihasilkan. Eksistensi Perguruan tinggi dipandang tidak hanya sebagai pencetak akademisi saja, tapi juga sebagai pelaksana riset dan pengembangan. Kalangan intelektual yaitu akademisi, ilmuwan, pendidik, dan mahasiswa diharapkan dapat menjadi ahli dalam bidang maritim. Peran kerja sama perlu dikembangakan untuk meningkatkan kapasitas masing-maing guna menghasilkan teknologi tepat guna untuk masyarakat. Barang-barang yang sudah ada bisa dimanfaatkan untuk pendidikan.
Foto: riaupos.co