Kuliah Tamu Dosen Antropologi MIT
Oleh
Editor
BANDUNG, itb.ac.id - Kamis, 28 September 2006 bertempat di Ruang 9311, Prof. Michael M. J. Fischer dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) memberikan kuliah tamu dengan topik “Studying Science & Technology in the Moslem World”. Kuliah tamu yang terbuka untuk seluruh sivitas akademika ITB ini berlangsung hangat dari awal ia dimulai pada pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB.
Dr. Fischer adalah Professor di bidang Antropologi dan Sains dan Teknologi. Hasil penelitiannya di bidang antropologi termasuk penelitiannya tentang perubahan sosial dan religi, juga berbagai topik sosial lain di Karibia (Jamaika), Timur Tengah (Iran), Asia Selatan (India), dan Amerika Serikat. Di MIT, ia mengajar tentang teori sosial, etnografi, antropologi dan film, isu sosial dan etikal dalam bidang biosains dan bioteknologi, hukum dan etika dalam bidang pengembangan elektronik.
Ia memperoleh gelar sarjananya di bidang geografi dan filosofi dari John Hopkins pada tahun 1967, mendapatkan gelar masternya di bidang antropologi sosial dan filosofi dari L.S.E. Gelar doktornya di bidang antropologi ia peroleh dari University of Chicago pada tahun 1973. Sebelum mengajar di MIT, ia telah mengajar di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat, seperti University of Chicago, Harvard, dan Rice University. Ia juga menulis beberapa buku seperti “Zoroastrian Iran Between Myth and Praxis” (1973); “Iran: From Religious Dispute to Revolution” (1980), “Anthropology as Cultural Critique” (1986), “Debating Muslims” (1990), “Emergent Forms of Life and the Anthropological Voice” (2003), dan “Mute Dreams, Blind Owls, and Dispersed Knowledges: Persian Poesis in the Transnational Circuitry” (2004).
Dalam kuliah tamunya, Fischer mengungkapkan fakta bahwa di negara-negara Muslim, terutama negara-negara di Timur Tengah, kebanyakan proses belajar dipusatkan pada proses menghapal, bukan proses berpikir kritis. Namun bagi Fischer, Iran adalah sebuah contoh luar biasa dalam pengembangan sains dan teknologi. “Waktu itu saya melihat pertandingan sepakbola robotik dunia di Jepang pada tahun 2001. Jepang mengirimkan banyak tim, Amerika-3 tim, Australia-3 tim, Turki-1 tim. Yang membuat saya terkesima adalah Iran, mereka mengirimkan 7 tim.” Fischer memang mendalami studi tentang keadaan sosial di Iran. Dalam kuliah tamunya kali ini, banyak contoh-contoh yang ia sebutkan berkaitan dengan budaya Iran.
Menjawab pertanyaan mengapa MIT dapat menjadi sebuah perguruan tinggi terkemuka di dunia, Fischer berkata, “MIT dapat hidup dari teknologi yang mereka kembangkan, kemudian mereka jual. MIT mengambil orang-orang terbaik dari seluruh dunia, membiarkan mereka melakukan apapun yang mereka mau, dan tidak memberi tekanan kepada mereka. Di MIT, insiyur tidak hanya belajar ilmu eksak, tetapi juga ilmu-ilmu sosial.”