Kuliah Umum Tantangan Energi dan Perubahan Iklim oleh Darwin Silalahi
Oleh alitdewanto
Editor alitdewanto
BANDUNG, itb.ac.id- President Director and Country Chairman Shell Indonesia, Darwin Silalahi berkenan untuk membagikan Kuliah Umum Tantangan Energi dan Perubahan Iklim dengan tema Shell Energy Scenarios to 2050 Towards A New Energy Future. Kuliah umum ini berlangsung pada Jumat (06/11/09), bertempat di Ruang Multimedia 9020 Gedung Oktagon ITB. Kuliah umum ini mengulas tentang sistem energi di masa depan serta bagaimana peran Indonesia nantinya.
Kuliah umum ini dibuka oleh sambutan dari Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM), Sudarto Notosiswojo. Darwin menyatakan kegembiraannya bisa berinteraksi dengan kampus."Senang sekali bisa berinteraksi dengan kampus untuk mengatasi permasalahan energi demi tercapai sustainable energy." ungkapnya.
Dunia perminyakan butuh skenario
Dunia perminyakan merupakan bidang yang sarat akan ketidakpastian. Oleh karena itu, skenario menjadi bagian yang penting dalam penentuan kebijakan masa depan. Shell, sebagai salah satu oil company, juga memiliki skenario hingga 2025 nanti, terutama terkait dengan energi baru. "Sepuluh tahun yang lalu, orang berprediksi sekarang harga minyak 10 dollar per barrel saja sudah mahal, tetapi kenyataannya sekarang mencapai ratusan dollar." papar Darwin, ketika memulai presentasi.
Banyak skenario lain juga terutama untuk mengantisipasi prediksi-prediksi yang dinilai akurat, seperti kebutuhan energi meningkat dua kli lipat pada tahun 2025, dua kali lipat jumlah mobil di 2025, tiga kali lipat jumlah penduduk tahun 2025, serta kenaikan karbondioksida yang signifikan.
Scramble or Blue Print
Ada dua skenario energi yang diprediksi akan dihadapi dunia di masa depan, yakni scramble dan blue print. Skenario model Scramble menekankan kerja individual tiap negara dalam menyelesaikan permasalahan energinya. Misal bila Cina kekurangan energi, maka Cina akan memaksimalkan potensi energi mereka sendiri untuk mencukupi kekurangannya. Lain dengan skenario Blue Print yang menekankan kerjasama antar negara dalam menyelesaikan permasalahan energi.
Skenario Blue Print yang marak akhir-akhir ini seperti terkait dengan teknologi CCS (CO2 Capture and Storage), harmonisasi penggunaan batubara, dan inovasi transport energi. Namun, apakah blue print atau scramble yang dipakai nantinya, dunia tetap akan berhadapan dengan tantangan iklim.
Bagaimana sendiri dengan Indonesia? Indonesia, dalam kaitannya dengan masa depan energi, butuh massive investasi dan new skill untuk eksplorasi sumber energi baru. "Geothermal yang paling berprospek." sebut Darwin.
Shell sendiri memiliki hubungan yang erat dengan Indonesia. Oil company inilah yang menemukan lapangan migas tertua di Indonesia Telaga Tunggal, Pangkalan Brandan di Sumatera tahun 1884.
Dunia perminyakan butuh skenario
Dunia perminyakan merupakan bidang yang sarat akan ketidakpastian. Oleh karena itu, skenario menjadi bagian yang penting dalam penentuan kebijakan masa depan. Shell, sebagai salah satu oil company, juga memiliki skenario hingga 2025 nanti, terutama terkait dengan energi baru. "Sepuluh tahun yang lalu, orang berprediksi sekarang harga minyak 10 dollar per barrel saja sudah mahal, tetapi kenyataannya sekarang mencapai ratusan dollar." papar Darwin, ketika memulai presentasi.
Banyak skenario lain juga terutama untuk mengantisipasi prediksi-prediksi yang dinilai akurat, seperti kebutuhan energi meningkat dua kli lipat pada tahun 2025, dua kali lipat jumlah mobil di 2025, tiga kali lipat jumlah penduduk tahun 2025, serta kenaikan karbondioksida yang signifikan.
Scramble or Blue Print
Ada dua skenario energi yang diprediksi akan dihadapi dunia di masa depan, yakni scramble dan blue print. Skenario model Scramble menekankan kerja individual tiap negara dalam menyelesaikan permasalahan energinya. Misal bila Cina kekurangan energi, maka Cina akan memaksimalkan potensi energi mereka sendiri untuk mencukupi kekurangannya. Lain dengan skenario Blue Print yang menekankan kerjasama antar negara dalam menyelesaikan permasalahan energi.
Skenario Blue Print yang marak akhir-akhir ini seperti terkait dengan teknologi CCS (CO2 Capture and Storage), harmonisasi penggunaan batubara, dan inovasi transport energi. Namun, apakah blue print atau scramble yang dipakai nantinya, dunia tetap akan berhadapan dengan tantangan iklim.
Bagaimana sendiri dengan Indonesia? Indonesia, dalam kaitannya dengan masa depan energi, butuh massive investasi dan new skill untuk eksplorasi sumber energi baru. "Geothermal yang paling berprospek." sebut Darwin.
Shell sendiri memiliki hubungan yang erat dengan Indonesia. Oil company inilah yang menemukan lapangan migas tertua di Indonesia Telaga Tunggal, Pangkalan Brandan di Sumatera tahun 1884.