LPPM ITB Adakan Lokakarya Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi

Oleh Christanto

Editor Christanto

BANDUNG, itb.ac.id - Untuk menentukan arah-arah penelitian ITB di bidang energi baru dan terbarukan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB mengadakan Lokakarya Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, pada Jumat (21/01/11) di Ruang Rapim A Gedung CCAR ITB. Lokakarya yang diadakan untuk menindaklanjuti pertemuan ITB dengan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral ini, membahas kebijakan energi dalam sebelas klaster.

Kesebelas klaster yang dimaksud antara lain: nuklir, CBM, gasified coal, liquified coal, hidrogen, panas bumi, hidro, bioenergi, energi surya, energi angin, dan samudera. Pada kesempatan tersebut, setiap peneliti dari masing-masing klaster melakukan presentasi tentang ide dan arah penelitian yang berkaitan dengan bidangnya masing-masing. Hasil diskusi tersebut akan digunakan untuk menyusun rencana kegiatan penelitian sesuai tiap klaster, untuk diusulkan pada Ditjen EBTKE.

Terbukanya Penelitian Tentang Coal Liquefaction di Indonesia

Salah satu peneliti ITB dari klaster pencairan batubara (coal liquefaction), Dr. Ir. Dwiwahju Sasongko, mencoba untuk memaparkan ide tentang prospek penelitian mengenai bidang yang digelutinya. Menurutnya, Indonesia merupakan negara pengekspor batubara ke-2 terbesar di dunia dalam keadaan mentah. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk memproses batubara sebagai sumber energi.

Sebagai negara pengekspor batubara yang cukup besar di dunia, salah satu tantangan yang dimiliki adalah untuk memproses batubara tersebut sehingga lebih berdayaguna. "Batubara di Indonesia masih tergolong peringkat rendah, sehingga harus diproses lagi," katanya.  Pemrosesan ini dilakukan misalnya dengan mengubah batubara mentah menjadi bentuk yang telah dicairkan (liquefied coal).

Proses pencairannya sendiri dapat menggunakan dua cara, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung. Jika menggunakan cara tidak langsung, maka batubara harus melalui proses gasifikasi terlebih dahulu, kemudian memanfaatkan prinsip Fischer-Tropsch untuk mengkonversi gas menjadi cairan.

Melalui berbagai penelitian, maka batubara yang telah diolah menjadi batubara cair dapat memenuhi kebutuhan energi nasional menjadi lebih besar. Sasongko memprediksi, energi dari batubara cair akan menempati 2% dari NRE pada tahun 2025 mendatang. "Fokus lain dari penelitian pencairan batubara adalah proses pengolahan dengan menggunakan mikroba, karena akan menjadi lebih efisien," tambahnya.