LPPM ITB Gelar FGD Bahas Nickel Downstream Industries
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id—Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB kembali menyelenggarakan seri Focus Group Discussion Vol. 2 pada Kamis (10/6/2021). Webinar bertemakan “Nickel Downstream Industries” ini dibuka oleh Ir. Bouman Tiroi Situmorang, M.T., IPU., sebagai Ketua Umum Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia (PROMETINDO).
Pemaparan materi pertama disampaikan oleh Dr. Zulfiadi Zulhan yang membahas teknologi pengolahan dan pemurnian bijih nikel laterit. Nikel laterit merupakan jenis nikel oksida yang relatif mudah untuk diolah tetapi membutuhkan energi yang besar.
Bijih nikel laterit yang ditemukan di lapisan saprolit umumnya diolah dengan teknologi hidrometalurgi, seperti RKEF, menjadi baja tahan karat. Sementara itu, yang ditemukan di lapisan limonite lebih sering digunakan pada industri baterai melalui teknologi pirometalurgi, seperti HPAL.
Meskipun Indonesia mempunyai banyak pabrik nikel, masih terdapat tantangan yang besar karena semuanya hanya berperan sebagai operator. Dr. Zulfiadi berharap kolaborasi multipihak dapat terwujud sehingga Indonesia dapat menjadi negara penyedia nikel yang unggul.
Webinar dilanjutkan Ir. Wilson Ginting, MM. dengan pemaparan mengenai proyek IMIP di Morowali, Sulawesi Tengah. Sebagai sebuah wilayah berkawasan industri, Morowali memiliki sejumlah pabrik nikel dan pabrik-pabrik lain yang mendukungnya.
Ir. Wilson menjelaskan bahwa proses pembentukan Nickel Pig Iron (NPI) merupakan proses utama dalam menghasilkan nikel berkualitas tinggi. Selanjutnya, NPI akan diolah menjadi stainless steel melalui tahapan dekarburisasi, pencetakan, pembentukan plat panas dan dingin, serta pencucian.
Lewat pengolahan tersebutlah Morowali dapat bertransformasi menjadi wilayah yang modern, maju, dan pintar. “Investasi di Morowali akan sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat dengan peningkatan nilai guna dari bahan mentah menjadi stainless steel, pertumbuhan ekonomi daerah, dan penyerapan tenaga kerja,” tutupnya.
Reporter: Sekar Dianwidi B. (Rekayasa Hayati, 2019)